Andi dan Dini masih berada di ruang tamu. Mereka duduk berdua tanpa suara. Membiarkan hati dan mata berbicara tanpa saling ucap.
Ibu Dini yang menyaksikan hal itu hanya diam, ia menyimpan foto yang baru saja diambilnya melalui ponsel miliknya lalu kembali masuk ke dalam kamar.
"Din, kamu masih nggak mau cerita?" tanya Andi dengan menggenggam tangan Dini.
Dini hanya diam, ia sudah tidak menangis lagi, namun kesedihan begitu terlihat di wajahnya.
"Aku akan siap kapanpun kamu butuh aku Din," lanjut Andi.
"Aku udah nggak papa kok," ucap Dini dengan memamerkan senyum yang dipaksanya sendiri.
Andi hanya membalas senyum Dini dan mengusap rambut Dini.
"Aku mau istirahat dulu Ndi," ucap Dini.
Andi mengangguk dan melepaskan tangan Dini dari genggamannya.
"Aku pulang dulu ya, inget Din, jangan pernah simpen kesedihan kamu sendiri, ada aku yang selalu disini buat kamu!"
"Makasih Ndi," balas Dini dengan memeluk Andi.
Andi lalu meninggalkan rumah Dini dan pulang. Sedangkan Dini masuk ke kamarnya.
**
Jam sudah menunjukkan pukul setengah 7 malam, Dini menghubungi Dimas namun tak ada jawaban. Ia pun mengirim pesan pada Dimas.
Tunggu aku di gang depan ya, nanti aku ke sana!
Sampai 10 menit berlalu tak ada balasan dari Dimas. Dini kembali menghubungi Dimas namun tetap sama, tak ada jawaban, membuat Dini semakin gelisah di kamarnya.
Toookkk Toookk Toookk
Ketukan pintu yang sudah ibu Dini tunggu akhirnya terdengar. Sebelum Dini membuka pintu, ibunya terlebih dahulu membuka pintu.
Ibu Dini sudah hafal kebiasaan Dini dan Dimas. Setiap hari Minggu jam 7 malam, Dimas selalu menjemput Dini.
Malam itu Dimas datang lebih awal, karena ponselnya tertinggal, ia tidak melihat pesan dari Dini.
"Malem tante, Dininya ada?" tanya Dimas ketika ibu Dini membuka pintu.
Ibu Dini hanya tersenyum dan mempersilakan Dimas masuk.
"Ini ada oleh oleh dari mama tante, dari Singapura," ucap Dimas sambil memberikan bingkisan pada ibu Dini.
"Taruh aja!" balas ibu Dini sambil berlalu masuk ke kamarnya.
Dimas yang merasa sikap ibu Dini menjadi dingin padanya hanya bisa tersenyum canggung. 15 menit menunggu, Dini tak kunjung keluar dari kamarnya. Jika saja tidak ada ibunya, Dimas pasti sudah mengetuk pintu kamar Dini sedari tadi.
"Lo ngapain Dim?" tanya Andi yang hendak mengetuk pintu yang terbuka, namun urung karena melihat Dimas di ruang tamu.
"Nunggu Andini, lo sendiri ngapain?"
"Mau nganterin roti bikinan ibu," jawab Andi lalu duduk.
"Perasaan lo dari tadi deh di sini, Dini belum keluar?"
"Belum," jawab Dimas tak bersemangat.
Tak lama kemudian, ibu Dini keluar dari kamar dan melihat kedatangan Andi.
"Eh, Andi, cari Dini?" tanya ibu Dini.
"Enggak bu, Andi cuma mau ngasih roti bikinan ibu," jawab Andi sambil memberikan bingkisan roti pada ibu Dini.
"Waahhh, kesukaan ibu nih, makasih ya Ndi, sampein makasih juga sama ibu kamu!"
"Iya bu, oh ya Dini masih di kamar bu?"
"Iya kayaknya, kamu masuk aja!" jawab ibu Dini sambil masuk ke dapur membawa bingkisan dari Andi.
Andi menoleh ke arah Dimas, seolah meminta persetujuan Dimas.
Dimas hanya mengangguk, seolah mengerti apa isi pikiran Andi.
Andi lalu berjalan ke arah kamar Dini dan mengetuk pintu kamarnya.
"Andi, aku pikir Dimas!" ucap Dini ketika ia membuka pintu kamarnya.
"Dimas di depan dari tadi, bukannya kamu udah dikasih tau ibu kamu?"
Dini hanya diam. Ia begitu kesal pada ibunya yang membiarkan Dimas menunggu tanpa memberi tahunya.
Biasanya, ketika Dimas datang ibu Dini akan segera memanggil Dini atau meminta Dimas masuk ke kamarnya jika mereka tidak ada rencana keluar. Namun malam itu berbeda, ibu Dini bersikap dingin pada Dimas dan membiarkan Dimas menunggu di ruang tamu tanpa memberi tahu kedatangan Dimas pada Dini.
Dini segera menyambar tas dan ponselnya lalu keluar dari kamar begitu saja, meninggalkan Andi yang masih berdiri di depan kamarnya.
"Dimas!"
Dini lalu duduk di samping Dimas dan memeluknya.
"Maaf aku lama, tadi lupa naruh HP," ucap Dini berbohong.
Dimas melepaskan pelukan Dini dan tersenyum, meski dalam hatinya merasa jika ada sesuatu yang terjadi tanpa ia tau.
"Ndi, kita berangkat dulu ya, bilangin sama ibu!" ucap Dini dengan menarik tangan Dimas.
"Lo aku belum izin tante sayang!" protes Dimas.
"Udah aku izinin, ayo!" balas Dini dengan memaksa Dimas keluar dari rumahnya.
Mereka lalu masuk ke mobil, meninggalkan rumah Dini. Dimas melajukan mobilnya ke arah kafe langganan mereka. Sesampainya di sana, mereka segera turun dan duduk di bangku yang berada di sudut ruangan.
"Kamu kenapa nggak angkat telfon ku?" tanya Dini.
"HP ku ketinggalan, Andini, apa ada sesuatu yang aku nggak tau?" jawab Dimas sekaligus bertanya pada Dini.
"Sesuatu apa? nggak ada!" jawab Dini berbohong, ia belum siap untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Dimas.
"Jangan bohong Andini, cerita sama aku!"
"Nggak ada Dimas, kamu kenapa tiba tiba tanya gitu sih?"
Dimas diam. Sikap ibu Dini padanya membuatnya merasa berkecil hati. Ibu Dini yang biasanya begitu ramah padanya tiba tiba bersikap dingin padanya. Sangat berbeda dengan sikapnya pada Andi yang begitu hangat.
"Aku cemburu," ucap Dimas dengan menatap gelas di hadapannya.
"Cemburu? Andi?"
"Mungkin cuma perasaan aku aja, aku ngerasa sikap ibu kamu berubah, ibu kamu keliatan welcome banget sama Andi, tapi sama aku enggak," jawab Dimas.
"Ibu lagi 'dapet' mungkin, jangan dipikirin!"
"Tapi biasanya nggak gitu Andini, ibu kamu nggak pernah kayak gini sebelumnya, apa aku ngelakuin kesalahan yang bikin ibu kamu marah?"
"Enggak, nggak ada yang salah sama kamu, ibu cuma lagi banyak pikiran aja, maafin ya!" balas Dini dengan menggenggam tangan Dimas di atas meja.
"Kasih tau aku kalau aku nggak sadar sama kesalahanku sayang, ya!"
"Iya, tapi sekarang emang nggak ada yang salah sama kamu, kecuali kalau kamu suka genit sama klien kamu!" balas Dini dengan melepaskan tangan Dimas dari genggamannya dan berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Aku nggak pernah genit sayang!" balas Dimas.
"Kenapa harus kamu sih yang ketemu klien, kenapa bukan Andi?"
"Kamu tanya aja sama sahabat kamu itu, kenapa dia selalu suruh aku ketemu klien, bukan dia sendiri!"
"Jadi Andi yang nyuruh kamu?"
Dimas hanya mengangguk sambil menyeruput minumannya.
"Besok bisa makan siang bareng nggak?" tanya Dini.
"Bisa bisa, bisa banget," jawab Dimas bersemangat.
"Jangan telat ya, aku nggak mau kerjaanku numpuk nanti!"
"Makan siang nggak akan bikin kerjaan kamu numpuk sayang, tenang aja!"
"Kalau bisa diselesaiin cepet kan lebih baik Dim!"
"Iya, tapi kamu juga harus jaga kesehatan kamu sayang, jangan terlalu sibuk kerja sampe lupa jaga kesehatan!"
"Iya, kamu juga!"
Dimas mengangguk.
Biiippp Biiippp Biiippp
Ponsel Dimas berdering, sebuah pesan masuk. Dimas mengernyitkan dahinya melihat siapa yang mengirim pesan padanya.
Ia lebih terkejut lagi melihat isi dari pesan itu. Sebuah foto Dini yang sedang berpelukan dengan Andi, tertulis tanggal dan waktu dari pengambilan foto itu adalah tadi siang.
Apa mereka cuma berteman? -isi pesan ibu Dini-
Dimas membawa pandangannya ke arah Dini, ia tidak mengerti apa maksud dan tujuan ibu Dini mengirimkan foto itu dan bertanya hal seperti itu padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Hanna Devi
boom like KK 😍😍
2021-11-14
1
Sopi_sopiah
kesel banget sama ibunya dini😏
2021-10-17
2
Miracle Tree
Like, Rate, dan Fav..
ditunggu feedback-nya kaka author..
Salam Dari "Memilih Cinta Yang Sempurna"
2021-10-09
1