Dimas dan Dini masih berada di kafe. Entah kenapa Dimas merasa suasana kafe mendadak mencekam sepeninggalan klien nya.
Ia merasa sepasang mata siap menerkamnya saat itu juga.
"Mau pesen lagi?" tanya Dimas berbasa basi.
"Nggak usah, ayo keluar!" jawab Dini.
Dimas menurut, setelah mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar, ia segera meninggalkan kafe.
"Kamu baik baik aja sayang?" tanya Dimas ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
"Baik, aku baik baik aja, karena aku sekarang nggak perlu khawatir lagi sama tunanganku ini," jawab Dini dengan tersenyum, bukan senyum manis seperti biasa, melainkan senyum yang mengandung racun bagi Dimas.
"Mmmm... kenapa?" tanya Dimas ragu.
"Karena tiap hari selalu ada yang nganterin makan siang buat tunanganku, iya kan, sayang?" ucap Dini dengan menekankan kata "sayang".
"Andi, lo cari mati ya!" batin Dimas yang sudah menduga jika Dini diberitahu Andi tentang hal itu.
"Itu..... dia cuma klien kok, dia....."
"Klien macam apa yang setiap hari bawain makan siang Dimas? kamu pasti tau lah kalau dia suka sama kamu, iya kan?"
"Aku selalu hindarin dia Andini, aku nggak pernah makan makanan yang dia kasih!"
"Bohong!"
"Iya, awalnya aku terima, aku cuma......"
"Tuh kan bohong!"
"Cuma sekali sayang, aku nggak tau kalau besok besoknya dia jadi sering dateng dan bawain makanan, aku udah nolak tapi dia tetep dateng, itu kenapa aku selalu ngajak kamu makan siang bareng, tapi kamu nggak pernah mau!"
"Aku nggak pernah makan siang di luar Dimas, kamu tau itu!"
"Aku tau sayang, makanya aku nggak maksa kamu, kamu nggak pernah mau aku anter juga aku nggak maksa kan? aku tau kesibukan kamu dan aku menghargai keputusan kamu," ucap Dimas yang masih berusaha menahan emosinya karena ia tau gadisnya sedang cemburu saat itu.
"Dia cantik?" tanya Dini.
"Cantik, tapi aku lebih pilih kamu," jawab Dimas.
"Andi bilang dia kerja di perusahaan papa kamu juga!"
"Iya, asisten manajer di divisi kamu," jawab Dimas.
"asisten manajer divisi pemasaran? berarti yang Andi maksud mbak Gita Kintana, duuuhh saingan berat, udah cantik banget, mulus, seksi, pinter, asisten manajer lagi, kalau di liat secara fisik emang cocok sih sama Dimas, aaahhh enggak enggak, cuma aku yang cocok sama Dimas, mbak Kintan kan usianya 3 tahun di atasku, nggak mungkin kan Dimas mau sama tante tante, tapi kalau tante tantenya kayak mbak Kintan sih siapa yang nolak, huuuaaaa aku harus gimana!!!!" batin Dini yang tanpa ia sadar ekspresinya membuat Dimas menahan tawa.
Bagaimana tidak, bola mata Dini bergerak gerak seolah sedang memikirkan sesuatu, sesekali keningnya mengekerut dan raut wajahnya yang tampak berpikir keras itu membuat Dimas semakin gemas.
"Sayang, aku milik kamu, selamanya cuma buat kamu, nggak ada seorangpun yang bisa ganti posisi kamu di hati aku, nggak peduli seberapa cantik dan hebatnya perempuan lain, hatiku tetap pilih kamu, kamu percaya kan sama aku?" ucap Dimas dengan menggenggam tangan Dini.
"Beneran ya?"
"Apa kamu ragu sama aku?"
Dini menggeleng.
Dimas tersenyum lalu memeluk Dini.
"Aku sayang banget sama kamu Andini, tinggal selangkah lagi buat kita sampai di tujuan kita, aku harap nggak akan ada masalah yang bikin kita salah paham, selalu komunikasikan apapun yang mengganggu pikiran kita, oke?"
"Iya, aku minta maaf kalau hari ini aku terlalu menyebalkan buat kamu," ucap Dini dengan melepaskan dirinya dari pelukan Dimas.
"Kamu nggak menyebalkan, kamu menggemaskan," balas Dimas dengan mencium kening Dini.
Dini hanya tersenyum, Dimas lalu melajukan mobilnya ke arah rumah Dini.
"Ibu lagi nggak di rumah, kamu langsung pulang aja ya!" ucap Dini ketika mereka sudah sampai di depan rumah Dini.
"Ya udah kalau gitu, nanti malem aku jemput ya!"
Dini mengangguk, ia segera turun dari mobil setelah Dimas mencium keningnya seperti biasa.
Setelah Dimas pergi, Dini segera masuk ke dalam rumah. Ia tau ibunya sedang berada di rumah dan memperhatikannya dari balik jendela.
Ia sengaja berbohong pada Dimas karena untuk sementara waktu, ia akan menjauhkan Dimas dengan ibunya.
"Dini pulang!" ucap Dini dengan melangkahkan kakinya memasuki rumah.
"Ibu mau ngomong sama kamu!" ucap ibu Dini lalu duduk di sofa ruang tamu.
Dini pun mengikuti sang ibu duduk, namun memilih sofa yang berbeda dengan sang ibu.
"Din, ibu mohon sama kamu, turuti permintaan ibu buat....."
"Jauhin Dimas? nggak bisa bu, ibu harus kasih alasan yang jelas kenapa Dini harus jauhin Dimas!"
Ibu Dini diam, ia tak ingin anak semata wayangnya mengingat kembali masa lalu kelamnya ketika masih kecil.
"Bu, Dini sama Dimas udah berkomitmen buat serius sama hubungan kita, kita udah tunangan bu, kita akan menikah setelah semua impian kita tercapai, tolong jangan halangi hubungan Dini sama Dimas bu," ucap Dini memohon.
Ibu Dini masih diam, pandangannya menatap nanar ke depan.
"Apapun masalah ibu, ibu harus cerita, nggak cuma sama Dini tapi juga sama Dimas dan keluarganya, kita selesaikan semuanya baik baik bu, Dini yakin akan ada jalan keluar kalau ibu mau cerita," lanjut Dini.
"Satu satunya jalan keluarnya adalah selesaikan hubungan kamu dengan Dimas dan keluarganya, kamu bisa kerja di perusahaan lain, dengan kemampuan kamu ibu yakin nggak akan susah buat kamu dapat kerjaan baru!"
"Dini nggak bisa egois kayak gitu bu, gimanapun juga hubungan Dini udah melibatkan dua keluarga, bukan cuma antara Dini dan Dimas, Dini nggak mau kecewain keluarga Dimas yang udah baik sama Dini bu!"
"Jadi kamu lebih pilih buat nggak kecewain keluarganya Dimas dan kecewain ibu kamu sendiri?"
"Enggak bu, bukan gitu maksud Dini, Dini nggak mau kecewain siapa siapa, Dini sayang sama ibu lebih dari siapapun, tapi Dini nggak bisa turutin kemauan ibu yang satu ini, tolong ibu mengerti posisi Dini bu," ucap Dini dengan bersimpuh dan menggenggam tangan ibunya.
"Ibu kasih kamu waktu 3 bulan buat kamu resign dan selesaikan hubungan kamu sama Dimas dan keluarganya!" ucap ibu Dini dengan menarik tangannya dari genggaman Dini lalu masuk ke kamarnya, meninggalkan Dini yang masih bersimpuh di lantai.
Dini hanya diam dengan air mata yang menggenang di kedua sudut matanya. Tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikirannya jika sang ibu akan menentang hubungannya dengan Dimas setelah pertunangannya.
Toookk Toookk Toookk
Suara ketukan pintu membuat Dini segera menghapus air mata yang belum sempat menetes. Ia mengibas ngibaskan tangannya berusaha menghilangkan kesedihan di wajahnya.
Ia segera membuka pintu dan mendapati Andi berdiri di hadapan rumahnya dengan membawa batu karang di tangannya.
"Rumahnya Anbi," ucap Andi dengan menunjukkan batu karang buatan yang ia bawa.
Dini hanya tersenyum lalu mempersilakan Andi masuk.
"Kamu baik baik aja Din?" tanya Andi sebelum ia memasukkan batu karang ke dalam akuarium milik Dini.
Dini hanya diam dengan menundukkan kepalanya, ia sudah berusaha menyimpan kesedihannya namun rupanya tak bisa.
Andi yang menyadari jika Dini sedang tidak baik baik saja segera mendekat dan membawa Dini ke dalam pelukannya, membuat Dini meluapkan semua tangisnya dalam pelukan Andi.
Tanpa Andi dan Dini tau, ibu Dini melihat kejadian itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Hanna Devi
GK kebayang punya emak kayak ibunya Dini 😬
2021-11-14
1
Neti Jalia
aku mampir kk, mampir jg dikaryaku ya🤗🙏
2021-09-13
1
Alifah Ardian
apakah peran Anita akan digantikan sama mbak2 Gita? 😐
2021-07-20
4