Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Ibu Dini pulang dengan membawa 2 kantong belanjaan.
"Ibu dari pasar?" tanya Dini dengan membantu membawa kantong di tangan ibunya.
"Iya, kamu udah makan?"
"Udah, masak sama Andi tadi," jawab Dini.
"Makan dulu bu, Andi sama Dini masak nasi goreng tadi," ucap Andi sambil memberikan satu piring nasi goreng dan telor dadar pada ibu Dini.
"Makasih Ndi, kamu emang baik banget, cocok jadi menantu ibu," ucap ibu Dini yang membuat suasana menjadi canggung.
Andi hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan ibu Dini, sedangkan Dini tampak kesal namun hanya diam.
"Dini mau mandi dulu bu," ucap Dini lalu meninggalkan ibunya dan Andi di ruang tamu.
"Kamu udah punya pacar Ndi?" tanya ibu Dini pada Andi.
"Belum bu, belum mikirin itu," jawab Andi.
"Cewek yang biasanya sama kamu? bukan pacar kamu?"
"Itu Anita, teman SMA, Dini juga kenal kok bu!"
"Nggak tau kenapa ibu lebih percaya kalau Dini sama kamu daripada sama Dimas," ucap ibu Dini yang membuat Andi begitu terkejut.
Pasalnya selama ini hubungan Dimas dengan ibu Dini tampak baik baik saja, bahkan terlihat jika ibu Dini menyukai Dimas sebagai calon menantunya.
"Andi sama Dini kan udah deket dari kecil dan ibu juga baru kenal Dimas jadi wajar kalau ibu ngerasa kayak gitu, tapi ibu tenang aja, Dimas anak yang baik kok bu, dia bertanggung jawab dan serius sama Dini," ucap Andi.
"Apa selama ini kamu nggak pernah suka sama Dini Ndi? apa kamu nggak pernah ada rasa cinta sama dia? tolong jawab jujur Ndi," tanya ibu Dini yang membuat Andi semakin gugup.
Ia sudah menyembunyikan perasaan itu sejak lama, ia bahkan mengubur dalam dalam perasaan yang malah semakin tumbuh dalam hatinya. Kini pertanyaan ibu Dini terasa seperti mengoyak kembali hatinya yang sedang terluka.
"Andi...."
"Ikut aku Ndi!" ucap Dini yang tiba tiba datang dan menarik tangan Andi.
"Andi permisi bu," ucap Andi pada ibu Dini yang hanya dibalas dengan anggukan.
Dini dan Andi berjalan ke arah bukit, tempat dimana semua kesedihan dan kebahagiaan tercurahkan di sana.
Mereka duduk di bawah pohon yang menjadi saksi kebersamaan dan kedekatan mereka sejak kecil.
Jika pohon dapat berbicara ia pasti sudah mengutarakan pada Dini semua rasa yang Andi pendam selama ini.
"Gimana bisnis kamu Ndi?" tanya Dini pada Andi.
"Lancar Din, Dimas emang jago banget soal marketing," jawab Andi.
"Ndi, apa kamu tau do'a yang selalu aku minta sama Tuhan?" tanya Dini dengan memandang kosong di udara.
"Apa?"
"Selain buat ibu, aku selalu berdoa buat hubungan kita, aku, kamu sama Dimas, aku nggak tau apa yang akan terjadi di depan nanti, tapi harapan aku cuma satu, kita semua akan tetap berhubungan baik," jawab Dini.
Andi hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Dini.
"Kamu gimana? ada do'a tertentu?"
"Buat kamu, aku selalu berdo'a semoga kamu selalu dikelilingi kebahagiaan, karena bahagianya kamu itu yang paling penting buat aku," jawab Andi.
"So sweet banget sih, kalau cewek kamu yang denger pasti udah klepek klepek!"
"Sayangnya aku nggak punya cewek, kamu aja ya yang jadi cewekku, mau nggak?"
"Mau," jawab Dini cepat.
Andi yang pada awalnya hanya bertanya iseng sekarang menjadi mati kutu karena jawaban singkat Dini yang membuatnya semakin berdebar.
"Nggak cuma aku, semua cewek yang deket sama kamu pasti bahagia, aku merasa jadi cewek paling beruntung karena punya sahabat terbaik kayak kamu," lanjut Dini.
"Dan Dimas adalah cowok paling beruntung yang bisa miliki kamu seutuhnya," balas Andi.
"Jadi kamu nggak beruntung nih punya sahabat kayak aku?"
"Lebih dari itu Din, kamu itu sumber kebahagiaan aku," jawab Andi.
Dini hanya tersenyum dengan menatap mata sahabatnya itu. Sahabat yang telah menemaninya sejak kecil, sahabat yang selalu ada untuknya, sahabat yang selalu menjaganya dan mencintainya tanpa ia tau.
"Kamu sama Dimas gimana Din? baik baik aja kan?" tanya Andi, mengingat ucapan ibu Dini padanya beberapa waktu lalu.
"Baik, kita baik baik aja," jawab Dini dengan menundukkan kepalanya.
Ucapan ibunya semalam membuatnya berpikir jika hubungannya dengan Dimas tidak akan berjalan lancar.
"aku sama Dimas emang baik baik aja Ndi, tapi aku nggak tau apa yang bikin ibu tiba tiba minta aku jauhin Dimas, saat semua keindahan itu ada di depan mata, entah kenapa ada aja penghalang buat aku sama Dimas sampai di ujung keindahan itu," batin Dini dalam hati.
"Din, kamu nggak papa?" tanya Andi yang melihat Dini tampak bersedih.
Dini hanya mengangguk, masih menundukkan kepalanya. Andi lalu menggeser posisi duduknya dan merangkul bahu Dini lalu menariknya agar bersandar padanya.
"Aku masih sahabat kamu Din, jangan pendam sendiri masalah kamu selagi aku masih ada di sini," ucap Andi dengan membelai rambut Dini yang menutup wajahnya dan menaruhnya dibelakang telinga Dini.
"Apa yang jadi beban dan masalah kamu akan terasa berat kalau kamu simpen sendiri, aku di sini buat kamu Din, aku selalu di sini nemenin kamu," lanjut Andi dengan mengusap air mata di pipi Dini, air mata yang sudah ia tahan sejak semalam kini telah tumpah dalam dekapan Andi.
Tak ada sepatahkata pun Dini ucapkan. Ia akan berusaha untuk membicarakannya dengan sang ibu terlebih dahulu.
"Hari Minggu gini kamu nggak jalan sama Dimas?" tanya Andi berusaha mengalihkan kesedihan Dini.
Dini hanya menggeleng dengan tetap bersandar pada Andi.
"Kamu tau nggak, pelangganku ada yang sering dateng buat bawain Dimas makanan loh!" ucap Andi yang membuat Dini langsung mengangkat kepalanya dan menatap Andi dengan serius.
"Siapa?" tanya Dini dengan mengusap sisa air mata di pipinya.
"Namanya Gita, dia satu kantor kok sama kamu, tapi dia nggak tau kalau Dimas anaknya pemilik perusahaan tempat dia kerja," jawab Andi yang mulai berhasil memancing perhatian Dini agar melupakan kesedihannya.
Jika Dini tak mau menceritakan kesedihannya, Andi hanya akan menunggunya sampai Dini siap untuk bercerita dan ia akan berusaha mengalihkan kesedihan Dini bagaimanapun caranya.
"sorry Dim, gue nggak bisa jaga rahasia lo hehe," batin Andi dalam hati.
"Kenapa dia bawain makanan buat Dimas? apa mereka deket? Dimas nggak pernah cerita apa apa sama aku? mereka nggak......."
"Sssttttt..... kamu tenang aja, mereka nggak deket kok, emang Gita nya aja yang suka ngejar ngejar Dimas, tiap Dimas liat Gita dateng, dia pasti langsung sembunyi, Dimas nggak bakalan macem macem Din, tenang aja!" ucap Andi sambil menepuk nepuk punggung Dini.
"Tetep aja Ndi, namanya cewek kalau udah tergila gila sama cowok bakalan ngelakuin apa aja kayak Anita dulu, awas aja kalau Dimas macem macem, aku sumpahin dia buang air kecil lewat pori pori!" balas Dini kesal.
"Waduuhh, ngeri banget sih hahaha....."
"Biarin, nama panjangnya cewek itu siapa sih? dia kerja di bagian apa?"
"Mmmmmm.... aku lupa hehehe, besok deh aku liatin!"
"Dia gimana Ndi? cantik?"
Andi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Tapi nggak secantik kamu," lanjut Andi dengan melemparkan senyumnya pada Dini.
"Aku serius Ndi!" balas Dini dengan memukul lengan Andi.
"Aku juga serius Din, kamu tenang aja Dimas tuh udah bucin banget sama kamu, aku kenal Dimas Din, dia selalu fokus sama tujuannya dan tujuannya itu kamu, Andini Ayunindya Zhafira," balas Andi yang membuat Dini tersipu.
"Pulang yuk Ndi, aku mau sidang Dimas sekarang juga!" ajak Dini.
"Ayo!"
Merekapun berdiri dan meninggalkan bukit. Mereka pulang ke rumah masing masing. Sesampainya di rumah, Dini tidak mendapati keberadaan ibunya lagi.
Dini lalu masuk ke kamarnya dan mengambil ponselnya untuk menghubungi Dimas. Ia tau Dimas sedang sibuk hari itu, tapi ia tak peduli ia ingin segera bertemu Dimas saat itu juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Hanna Devi
Kasihan Dini 😭
2021-11-14
1
Miracle Tree
like
2021-10-09
1
Biji Bijian
semangat thor
2021-07-20
2