02

Aluna menghabiskan waktu bersama Lea. Mereka berkeliling kota masih dengan mengenakan pakaian kebaya. Terkadang mereka bernyanyi dengan suara keras. Lea berusaha membuat Aluna melupakan sejenak kesedihannya. Aluna sangat berterimakasih pada Lea.

Mereka sampai di apartemen Aluna. Lea bahkan mengantar Aluna hingga ke depan pintu dan masih bersikeras untuk menemaninya malam ini. Aluna menggeleng kuat dan mendorong tubuh Lea agar pulang dan tak mengkhawatirkannya.

"Kalau ada apa-apa dan butuh teman telpon aku. Kamu nggak sendiri" kata Lea sambil memeluk sahabatnya.

"Terimakasih untuk hal gila hari ini," Aluna membalas pelukan Lea.

"Oke, sana masuk! Aku pulang dulu. Daaah!" Lea melambaikan tangannya yang dibalas Aluna sambil tersenyum.

Aluna masuk dan menutup pintu di belakangnya. Ia segera ke kamar mandi, membersihkan diri dan lagi menumpahkan rasa sakit yang masih tersisa di hati. Air mata kembali mengalir di kedua pipinya.

Setelah mandi ia duduk di kamarnya. Terasa sepi dan hening. Biasanya ia menghabiskan waktu berjam-jam menelpon Dirga. Terkadang sampai ia tertidur dan keesokan paginya ia akan meminta maaf pada Dirga. Kini ruangan itu hening dan hampa. Seperti hatinya.

Aluna beranjak, menarik bantal dan selimutnya menuju sofa di depan televisi. Ia memutar drama korea genre komedi. Meskipun matanya mengarah pada layar tapi tidak dengan pikirannya.

Mungkin malam ini Dirga menghabiskan waktunya dengan istri yang telah sah. Mereguk manisnya malam pertama, memadu kasih. Sementara dirinya nelangsa, menghabiskan waktunya menonton drama hingga larut malam. Mengasihani diri sendiri dan masih menangis.

Lea menelponnya. Aluna mengabaikannya, ia ingin sendiri.

***

Waktu menunjukka pukul 07.00, Aluna selesai beberes. Ia hanya bisa tidur sebentar. Lalu setelah solat subuh ia merapikan kamarnya. Memasukkan foto-foto dan semua hadiah dari Dirga kedalam sebuah box. Bukan ia tak menghargai pemberian Dirga, tapi ia ingin melupakan semua kenangan yang pernah diberikan oleh Dirga. Biar bagaimanapun Dirga kini sudah menjadi suami orang.

Setelah beberes ia langsung mandi, setelah mandi bel berbunyi. Ia pikir itu Lea. Ia memang sengaja menelpon Lea agar datang ke apartemenya dan sarapan bersama.

"Ayo masuk... eh kamu?" Aluna memicingkan matanya menatap Dirga yang kini berdiri di hadapannya.

"Bisa kita bicara?" Dirga bertanya. Aluna menggeleng.

"Tidak, ini salah Ga. Kamu nggak boleh di sini,"

"Sebentar aja, please."

"Nggak! Sana...! Dan jangan pernah ke sini lagi!" Aluna mendorong tubuh Dirga dan ia segera menutup pintu.

Lama-lama ia bicara dengan Dirga hanya membangkitkan kenangan yang ingin ia lupakan. Belum lagi nanti ia akan merasa lemah bila Dirga memohon maaf. Tidak. Ia belum siap untuk itu, mungkin nanti bila ia sudah bisa menata hatinya.

Lima belas menit kemudian Lea datang. Aluna menangis sambil memeluknya.

"Heiii... Ada apa?" tanya Lea

"Dirga tadi ke sini,"

Lea menarik napas lalu merangkul Aluna, membawa gadis itu menuju sofa ruang tamunya.

"Ngapain dia?" Tanya Lea sambil meletakkan bungkusan sarapan untuk mereka. Ia tahu Aluna tak akan sempat memasak.

"Dia mau ngomong tapi aku nggak kasih kesempatan. Ini salah, kenapa dia datang sehari setelah dia nikah? Mau apa lagi dia? Nggak cukup dia nyakitin aku," kata Aluna

"Sssst... Tenang dulu, aku ngerti. Maaf ya aku telat tadi. Udah lupain dulu, kamu harus kuat, Lun!" Lea menguatkan.

"Thanks,Le! Maaf, aku cengeng banget" Kata Aluna mengelap air matanya.

"Emang, udah ah... Nggak usah sedih lagi, sarapan dulu. Nanti kamu sakit." Lea mengambil bungkusan di atas meja dan membawanya ke dapur. Menuang bubur ke mangkuk dan diberikan ke Aluna.

"Makan dulu, ntar kalau udah kuat baru cerita," Lea menyodorkan mangkuk. Aluna meraih mangkuk dan menatap Lea penuh rasa terimakasih.

Mereka makan dalam diam, hanya ditemani suara berita di televisi.

"Sesudah makan, temanin aku ya," kata Aluna.

"Kemana?"

"Tuh, mau dimusnahkan," tunjuk Aluna pada kardus berisi foto dan semua hal tentang Dirga.

"Sebanyak itu?" tanya Lea. Aluna mengangguk.

"Terlalu banyak kenangan Le, udah jangan protes. Aku nggak mau barang-barang itu. Kalau kamu mau ambil aja," Kata Aluna.

"Yeeee... buat apa? Ini juga, buat apa non? Ogah banget!" katanya mengangkat sebuah foto berbingkai berisi foto Aluna dan Dirga yang sedang tersenyum ke arah kamera.

"Siapa tau untuk jimat," kata Aluna mengangkat bahunya dan tersenyum tipis. Senyum tulus pertama sejak dia tahu tentang Dirga dan pernikahannya.

"Kurang kerjaan banget, eh tapi yang lain masih bermanfaat tuh!" kata Lea yang memasukkan foto tadi secara asal ke dalam kardus.

"Maksudnya?"

"Udah ah, buruan makan. Hari ini kerja outdoor. Buruan!" kata Lea. Aluna menghabiskan buburnya dengan terpaksa. Sejujurnya ia belum ada ***** makan, tapi melihat bagaimana sahabatnya membawakan dan mendukungnya ia harusnya berterimakasih.

Ia meletakkan mangkuk bubur dan berlalu ke kamar. Mengganti celana santai dengan celana kulot, memakai jilbabnya dan meraih jaket. Mereka berdua membawa dua kardus yang telah dipilih Lea untuk dibawa. Mereka meletakkannya di bagasi lalu segera pergi ke taman.

Taman kota saat itu ramai karena mungkin memang hari libur. Lea menghentikan mobilnya dan membuka bagasi belakang, lalu ia menyusun boneka, aneka pernak-pernik kalung, gelang dan jam tangan oleh-oleh dari Dirga yang jarang di pakai Aluna, juga barang pajangan lainnya.

"Ini mau diapain?" tanya Aluna

"Dijual," jawab Lea pendek.

"Haaah? Serius?" janya Aluna

"Emang aku lagi becanda? Udah ah, ikutin aja" katanya sambil mencoba menawarkan pada setial orang yang lewat dengan harga yang relatif murah.

"Le, ini kayaknya keterlaluan nggak sih?" tanya Aluna.

"Nggak dong," jawabnya sambil menghitung kembalian karena banyak orang yang membeli.

"Tapi kaaaannn..."

"Daripada dibuang, polusi tau!" katanya "Terimakasih mbak" Ia tersenyum ke arah pembeli terakhir. Dalam dua jam barang dagangan itu habis tak bersisa.

"Nah gini caranya menggunakan pikiran non, yuk hitung uangnya" ajak Lea. Aluna manut aja.

"Uangnya mau diapain?" tanya Aluna.

"Ini mau kita kasih yang membutuhkan Lun, itung-itung buang sial hehehehehe" Lea terkekeh sambil merapikan uang tersebut. Gadis yang agak tomboi ini memang serba bisa, gerakannya gesit dan mampu berpikir cepat.

"Ke siapa?"

"Udah ah, ikut aja yuk!" Lea menarik tangan Aluna, mereka kembali membelah jalanan. Setelah melakukan perjalanan selama 30 menit, mereka sampai pada sebuah rumah. PANTI ASUHAN KASIH IBU. Aluna membaca plang yang ada di depannya. Berdua mereka memasuki halaman dan bertemu dengan seorang anak yang sedang membaca buku di bawah pohon ceri.

"Dek, ibu Asih ada?" tanya Lea.

"Ada bu, sebentar ya saya panggilkan," Gadis kecil itu berlari tanpa alas kaki menuju belakang panti. Tak lama keluar seorang ibu berbadan kurus menggunakan jilbab panjang.

"Bu Asih?"

"Lea?" wanita yang diperkirakan bernama Bu Asih bertanya seolah tak percaya. Lea menghampirinya dan menyalaminya dengan takzim. Aluna mengikutinya.

"Siapa ini?" tanya bu Asih.

"Saya Aluna, bu."

"Ayo masuk, kita ngobrol di dalam," ajaknya pada Lea dan Aluna. Aluna masih bertanya-tanya tentang Lea dan juga panti asuhan ini. Meski begitu ia mengikuti keduanya masuk.

Terpopuler

Comments

bundanya Fa

bundanya Fa

good idea lea. barangnya jd lebih bermanfaat. tentunya lebih barokah dan menyenangkan hati karena busa menyenangkan hari anak panti.

2022-10-11

0

Nur hikmah

Nur hikmah

mntap lea.....otakmu brilliaan...hihihi...ky suthorya....

2021-12-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!