Lian pergi ke rumah temannya, Vira. Sepanjang perjalanan, di dalam mobil, Lian terus menangis tersedu-sedu. Pak Parman, sopirnya itu hanya bisa merasa kasihan. Pak Parman memberikan kotak tisu di atas dashboard pada Lian. Entah kenapa, Lian masih tetap berharap bahwa Raffi bisa mencintainya, menghargai perasaan tulusnya. Namun semuanya bagaikan mengharap bulan turun ke bumi. Mustahil, kata itu terus berputar dalam pikiran Lian. Meski Lian telah mempersiapkan hatinya dari jauh hari, pada kenyataannya, ia tetap tidak bisa berpura-pura tegar selamanya.
Lian mematikan ponselnya, ia tidak ingin di ganggu siapapun. Ia hanya ingin mencari pelampiasan kesedihannya, jika tidak, Lian merasa bisa jadi gila memikirkan Raffi. Tatapan dingin Raffi selalu membayang dalam ingatan Lian.
Mobil Lian sudah sampai di depan gerbang rumah Vira. Lian turun dan menekan bel di dinding gerbang rumah.
"Pak, bapak pulang saja! Jangan bilang sama Mama kalau Lian di sini. Lian mohon, bapak bisa, kan, bantuin Lian?" tanya Lian penuh harap.
Parman yang tidak tega melihat Lian memohon padanya, akhirnya mengangguk setuju.
"Terima kasih, Pak," ucap Lian.
Parman pun membawa mobilnya melaju meninggalkan gerbang rumah Vira. Lian mengaktifkan ponselnya dan menelepon Vira.
"Halo, Vi. Aku nunggu kamu di pintu gerbang. Aku tidak mau masuk ke dalam, jadi aku nunggu kamu disini. Temani aku jalan-jalan.!" Lian bicara tanpa memberi jeda untuk Vira menjawab. Lian berdiri di depan pintu gerbang. Setengah jam kemudian, Vira sudah siap dan merekapun pergi ke mall dengan menggunakan taksi.
***
Di rumah Steve.
Pak Parman pulang tanpa membawa Lian, membuat Violetta Martin, ibunya itu merasa cemas. Apalagi Parman bilang jika Lian sudah tidak ada di sekolah saat dijemput. Violetta pun menelpon rumah Daisy, karena biasanya Lian main kesana. Namun Lian juga tidak ada di sana. Ia pun menelepon Raffa dan Raffi. Ia sudah menelpon Raffa dan jawaban Raffa tidak tahu. Kini tinggal Raffi yang belum ia telpon.
***
Di kantor Raffi.
Ponsel Raffi bergetar di meja kerjanya. Raffi melihat ID pemanggil di layar ponselnya dan mengangkatnya.
"Halo, Tante," ucap Raffi menyapa Violet di ujung telepon.
"Halo, Raffi, apakah kau melihat Lian hari ini? Dia belum pulang ke rumah, sopirnya juga tidak tahu Lian kemana," ucap Violet dengan khawatir.
"Apa?!" Raffi terkejut sampai langsung berdiri dan pergi keluar.
"Tidak ada disana, ya? Ya, sudah. Tante tutup teleponnya, Tante mau menghubungi teman-temannya Lian," ucap Violet mengakhiri panggilan.
Raffi mencari sekretarisnya, Leni, untuk menyuruhnya membereskan kantornya. Setelah menemui Leni, Raffi segera pergi dengan mobilnya untuk mencari keberadaan Lian. Raffi memerintahkan sopirnya untuk pulang, Raffi ingin mencari Lian sendiri,
"Kemana gadis nakal itu pergi?" Raffi bergumam cemas di dalam mobilnya. Ia pun mengendarai mobilnya dengan ugal-ugalan. Tidak terbayang oleh Raffi, jika Lian berani pergi dari rumah karena dirinya. Raffi benar-benar cemas memikirkan kemana Lian pergi.
***
Di Mall.
Lian dan Vira menonton film di bioskop. Lian membeli tiket paling belakang agar bisa mengobrol tanpa mengganggu orang lain. Lian juga sengaja memilih film anak-anak, agar Lian bisa tertawa dan melupakan sejenak kesedihannya. Namun sialnya, hari ini, film yang diputar justru kisah persahabatan seperti kisah Lian. Mereka bermain bersama, bercanda ria selayaknya Lian dan Raffi juga Raffa waktu kecil.
"Hiks, hiks. Ah ... kenapa filmnya sedih begini sih? Kan jadi nangis, deh, hahaha," ucap Lian mencari alasan untuk menyembunyikan tangisnya.
"Menangislah! Di sini juga tidak banyak orang," ucap Vira. Vira tahu, Lian bukan bersedih karena filmnya tetapi memang sedang merasakan sakit hati. Dan Vira tahu siapa penyebabnya.
Lian menangis tersedu-sedu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Vira memeluk pundak Lian dan mengusap-usap untuk memberi kekuatan pada Lian.
Beberapa baris di depan Lian, ternyata ada seorang pemuda yang mendengar suara tangisan Lian. Pria itu menoleh dan menatap ke arah Lian yang masih terisak sambil menutupi wajahnya.
"Apa yang membuat dia menangis dengan memilukan seperti itu? Suara tangisannya begitu menyayat hatiku. Aku jadi penasaran, seperti apa wajah gadis itu?" gumam pria itu dalam hati.
Lampu bioskop dinyalakan kembali dan film yang diputar telah selesai. Lian menghapus sisa air mata di pipinya dengan tisu yang Vira berikan. Lian dan Vira berdiri lalu jalan bergandengan tangan menuruni anak tangga gedung bioskop. Pemuda yang tadi melihat Lian di kegelapan gedung itu belum beranjak dari tempat duduknya. Setelah Lian melewatinya, barulah ia bangun dari tempat duduknya dan mengikuti di belakang Lian dan Vira.
Keluar dari gedung bioskop, Vira mengajak Lian makan siang, meskipun jam makan siang sudah terlewat. Vira tetap memaksa Lian makan.
"Ayo makan! Kamu denger ya pedoman hidupku," ucap Vira.
"Ya, ya, sudah tahu! Pedoman hidupmu adalah 'Stress obatnya makan yang banyak' iya kan?" tanya Lian.
"Ya, kalau sudah makan kenyang, kan, jadi mengantuk, nah tinggal tidur deh, hahaha." Vira tertawa canggung karena Lian tidak tersenyum sedikitpun.
"Hahaha, prinsip konyol." Pemuda yang sejak tadi mengikuti Lian dan Vira itu tertawa mendengar ucapan Vira.
Mendengar ada yang menertawakannya, Vira bangun hendak menghampiri pemuda yang duduk di meja belakang mereka. Tetapi Lian menahan tangan Vira.
"Jangan membuat keributan di tempat umum, biarkan saja!" ucap Lian. Vira menurut dan duduk kembali. Mata Lian dan Vira seketika melebar sempurna saat melihat pemuda itu malah pindah ke meja mereka.
"Hai, perkenalkan, aku Mondy." Pemuda itu mengulurkan tangannya pada Lian.
"Yang mau kenalan sama kamu itu siapa?" tanya Vira sambil menepis tangan Mondy.
"Ck, aku juga tidak mengajakmu kenalan, tapi dia." Pemuda itu menatap wajah Lian dengan sangat intens.
"Maaf, kami banyak urusan. Vira, ayo kita pulang!" Lian menarik tangan Vira dan mengajaknya pergi meninggalkan pemuda itu.
Sampai malam hari tiba, Lian masih berjalan-jalan di dalam mall bersama Vira. Vira tinggal sendiri di rumahnya karena orang tuanya bekerja di luar negeri. Orang tua Vira hanya pulang setahun sekali saat libur natal. Jadi Vira bebas pulang jam berapa saja, dengan catatan tidak berbuat hal yang macam-macam.
"Vi, malam ini aku mau menginap di rumahmu, boleh kan?" tanya Lian.
"Boleh, kenapa tidak? Kamu ini seperti baru menginap di rumahku saja," ucap Vira.
Mereka sudah lelah dan memutuskan pulang. Vira menyetop taksi dan mereka pulang ke rumah Vira.
***
Raffi masih berkeliling di jalanan sejak sore tadi, saat Violet menelponnya, ia bergegas mencari Lian dan sampai malam hari, Raffi belum menemukan Lian.
"Kemana kamu sebenarnya? Tidak bisakah kau, jangan membuatku cemas dan khawatir," gumam Raffi.
Ia melaju ke klub malam setelah putus asa tidak dapat menemukan Lian. Raffi memesan minuman beralkohol di klub 'Keyo's'.
Klub itu dikelola oleh teman Raffi saat kuliah. Key, mengenal si kembar Raffi dan Raffa, mereka bertiga bersahabat. Teman Raffi yang lainnya, Seno, bekerja menjadi bartender di klub itu. Seno dan Key hanya bisa saling melempar pandangan, karena ini pertama kalinya mereka melihat Raffi memesan minuman beralkohol di klub. Biasanya ia hanya memesan softdrink.
------------------------------------------------
Hy readers
Tingglkan jejak kalian ya.
Author mo promo jg nih,
Cinta Ada Karena Terbiasa season 3 dah up.
Mohon dukungannya ya😍
Kasih like n bintang
Jangan lupa favoritkan juga.
Semoga kalian suka
Mampir juga di novel author yg lain juga.
Pengasuh Cantik Sang Putri CEO
Cinta Ada Karena Terbiasa
Kupilih Hatimu
Status Gantung Miss CEO
Putri Yang Tergadai
Dll
Yuk! Mampir😚😚🙂
Makasih buat yang sudah dukung novel ini.
Dkung terus ya dengan cara like, vote dan selalu krisannya Author tampung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Zes
nnti mampirrrr balik ke cerita aku ya
2020-07-02
1
Yuliana Lince
cerita ortu berulang kembali😃😃😃
2020-05-23
1
Seru kusnaini
lanjuttt
2020-04-05
1