Pagi itu, sama seperti pagi yang biasanya bagi sebagian orang. Namun, pagi itu menjadi pagi yang tidak biasa untuk Lilian. Gadis berusia delapan belas tahun yang akrab dipanggil Lian. Pagi ini, Lian datang ke rumah Denis, tetapi hanya berdiri di depan gerbang. Ia menunggu seseorang yang dia rindukan.
Tak lama sebuah mobil putih keluar dari gerbang, Lian segera menghadang mobil itu. Sopir yang membawa mobil itu menghentikan mobilnya. Di kursi penumpang, Raffi bertanya.
"Kenapa berhenti, Pak?" tanya Raffi.
"Itu, Tuan. Non Lian menghadang di depan mobil," ucap sopir.
"Ck, apa lagi maunya?" Raffi memijat pelipisnya. Ia melirik jam di tangannya, lalu menurunkan kaca mobil.
Lian segera menghampiri Raffi dan bicara dari samping mobil.
"Kak Raffi, Lian mau bicara. Sebentar saja, Lian mohon," ucap Lian.
"Apa kamu tidak punya pekerjaan? Harusnya, kamu sudah berangkat ke sekolah, tapi malah nongkrong di sini," ucap Raffi dengan nada acuh.
"Lian mohon, sebentar saja," ucap Lian kembali.
"Mau apa?" tanya Raffi sambil membuka pintu mobil dan keluar. Raffi berdiri dua langkah dari Lian.
Raffa keluar dari garasi dengan mengendarai mobil hitamnya. Ia berhenti di depan gerbang, karena mobil Raffi menghalangi.
"Kenapa Raffi berhenti di depan gerbang? Tunggu! Itu Lian. Mau apa Lian pagi-pagi kesini?" gumam Raffa. Ia keluar dari mobil sambil tersenyum hendak menyapa Lian.
"Lian, suka sama Kak Raffi," ucap Lian.
Langkah Raffa terhenti mendengar pengakuan Lian pada Raffi. Senyumnya menghilang.
"Lalu?" tanya Raffi dengan dingin.
"Hah? Lian mau jadi kekasih Kakak. Kakak mau, kan, jadi kekasih Lian?" tanya Lian dengan penuh harapan.
"Kamu menghadang mobilku hanya untuk mengatakan hal konyol seperti ini. Waktuku sangat sempit, aku sangat sibuk, dan kau ...." Ucapan Raffi berhenti dan ia bertolak pinggang dengan satu tangan, tangan yang lain mengusap wajahnya dengan frustasi.
"Kau, menghadang, menggangguku, hanya untuk pernyataan cinta yang konyol seperti ini. Dengarkan jawabanku baik-baik! Aku tidak akan pernah menyukaimu sebagai wanita, sekarang kau sudah mendengar jawaban dariku. Pergilah!" Raffi masuk ke dalam mobilnya dan mobil itupun berlalu meninggalkan gerbang rumah.
"Hiks ... hiks hiks." Lian menangis dengan penolakan kasar Raffi.
Raffa mengepalkan tangannya dan melangkah ke arah Lian yang sedang menangis, berdiri di tengah gerbang.
"Aku tidak menyangka, seleramu jelek sekali. Sejak kapan kamu menyukai pria dingin itu?" tanya Raffa meledek Lian.
"Kak Raffa! Menyebalkan. Aku baru saja mendapatkan penolakan cinta dan Kakak malah meledek. Pria dingin itu duplikat Kak Raffa," ucap Lian cemberut, tetapi ledekan Raffa membuat tangis Lian berhenti.
"Duplikat wajahnya saja, lihat saja baik-baik. Kepribadiannya berbeda sekali denganku. Kenapa tidak pacaran denganku saja?" goda Raffa sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Tahu, ah. Lian mau berangkat sekolah," ucap Lian dengan kesal. Lian berbalik pergi dan masuk ke dalam mobilnya. Lian tidak pernah membawa mobilnya sendiri karena tidak mendapat izin dari ayahnya, Steve, untuk mengendarai mobil.
Raffa masuk ke dalam mobil setelah Lian pergi. Raffa melaju ke kantornya dengan pikiran menerawang. Ia tidak menyangka jika ternyata, Lian menyukai Raffi. Dulu mereka selalu bermain bersama, tetapi tiba-tiba Raffi berubah setelah masuk SMA. Entah apa yang membuat Raffi jadi berubah pada Lian. Padahal Raffi masih mengingat dengan jelas, kejadian sepuluh tahun yang lalu. Saat ia rela terjatuh dari pohon dan patah tulang hanya untuk mengambilkan Lian kupu-kupu.
Raffa pernah mendengar dari temannya Raffi, Seno. Seno pernah bilang pada Raffa bahwa Raffi menyukai seseorang. Namun, Seno tidak pernah tahu siapa gadis yang telah mencuri hati Raffi yang dingin.
***
Di SMA Dewi Sartika.
Lian dihukum berdiri di lapangan karena terlambat datang ke sekolah. Lian berdiri di dekat tiang bendera, ia menunduk menghindari teriknya sinar matahari.
Asha, musuh bebuyutan Lian, datang menghampiri dan meledek Lian.
"Aduh, panas sekali ya? Mau aku belikan es tidak? Hahaha." Asha meminum es jeruk di depan Lian.
"Pak Guru, Asha tidak belajar, nih, Pak!" Lian berteriak memanggil guru BK yang sedang berdiri di depan gerbang.
"Kamu, awas, ya!" Asha mengancam sambil menunjuk ke arah Lian.
"Hei! Kamu mau dihukum, kenapa tidak masuk ke kelas?" tanya Endang, guru BK yang tadi dipanggil Lian.
Asha segera berlari saat mendengar teriakan Pak Endang. Lian tertawa melihat Asha berlari ketakutan. Tetapi tawanya langsung berhenti saat Pak Endang juga meneriaki Lian.
"Kamu, kenapa tertawa?" tanya Endang.
"Tidak, Pak," jawab Lian.
Lian tidak merasa buruk dihukum berdiri di lapangan, toh masih panas matahari pagi. Lian menganggapnya sebagai olahraga, berjemur di pagi hari. Lian kembali menunduk, ia kembali mengingat penolakan Raffi tadi.
"Jahat sekali," gumam Lian. Ia mencoba tegar tetapi matanya tidak bisa berkompromi dengan hatinya. Hati Lian mencoba tabah, tetapi matanya mengkhianati Lian. Matanya mulai berair, perlahan air mata itu jatuh di kedua pipi Lian. Lian segera menghapusnya, tapi airmata itu malah semakin deras mengalir. Bahu Lian terlihat turun naik, menandakan dirinya sedang terisak sambil tertunduk.
Meskipun begitu, Lian tetap ingin memperjuangkan cintanya pada Raffi. Karena Lian tahu, di sisi Raffi belum ada pendamping. Lian merasa, dirinya masih memiliki kesempatan untuk membuat Raffi menerima cintànya.
***
Di kantor Raffi.
Raffi duduk di kursinya dengan serius memandang layar laptopnya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!" ucap Raffi.
Raffa masuk ke ruangan Raffi dengan emosi.
"Fi, kenapa kamu harus berkata se-kasar itu pada Lian?" tanya Raffa.
"Kamu suka Lian? Kalau suka kamu saja sana yang pacaran dengan Lian!" Raffi menjawab tanpa menatap Raffa.
"Bukan seperti itu, hanya saja aku ... tidak suka kalau kau membuatnya menangis. Kita sudah berteman dengannya sejak kecil. Apa harus menolaknya dengan kata-kata kasar?" tanya Raffa.
"Aku sibuk, pergilah! Kau juga seorang Presdir, apa kau tidak punya pekerjaan." Raffi mengusir Raffa dari ruangannya. Raffa keluar dari ruangan Raffi dan berjalan ke loby, Raffa selalu kesal jika Raffi membuat Lian menangis. Dengan perasaan kesal, Raffa mengendarai mobilnya meninggalkan gedung kantor Raffi.
Di dalam kantornya, setelah Raffa pergi, Raffi menutup laptopnya dan menyandarkan punggungnya ke kursi. Ia mendongak melihat langit-langit kantornya. Leni, sekertaris Raffi, masuk ke dalam ruangan Raffi setelah mengetuk pintu tetapi tidak ada jawaban.
"Selamat pagi, Presdir," ucap Leni. Raffi tidak menjawab dan melamun menatap langit-langit kantornya dengan muram.
"Kenapa suram sekali?" gumam Raffi pelan.
"Ya. Apa maksud Presdir catnya? Saya akan menyuruh seseorang mengecat ulang," jawab Leni.
Mendengar suara Leni, barulah Raffi sadar. Dia duduk tegap kembali dan menatap sekretarisnya.
"Ada apa?" tanya Raffi.
"Ini Presdir, Anda harus menandatangani berkas ini," ucap Leni.
"Berkas pembangunan apartemen Asri yang ada di Bandung?" tanya Raffi lagi.
"Ya, Presdir," jawab Leni.
Raffi menandatangani berkas itu. Setelah mendapat tanda tangan Raffi, Leni pun keluar dari ruangan Raffi. Raffi kembali sibuk dengan pekerjaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Kamaleea Sae Riche
seneng ternyata ada sequelnya
2020-04-16
1
Asha
semangat thor 😊
2020-04-11
3
Ani Kardianingsih
lanjut thor,,, semangat 😃😃
2020-03-18
1