Atiqah terlambat bangun, alarm ponselnya lupa ia setting. Buru buru ia menarik handuk yang menyandar rapih di kursi belajarnya, keluar kamar.
"Dek, kok kamu gak bangunin mba sih? mba telat nih" Atiqah kesal dengan adiknya Robi. Adiknya sudah berpakaian rapih duduk di ruang makan. Ayahnya sudah pagi sekali berangkat mengantar ibunya ke pasar untuk berjualan dan membantu disana saat jadwal kerjanya sift malam.
"Aku udah bangunin mba tadi, tapi gak bangun bangun. Salah sendiri. Aku berangkat dulu mba" Robi selesai sarapan lalu memakai tas ranselnya pergi ke sekolah. Sekolahnya dekat dengan rumah, cukup melewati gang dan menyeberang. Robi anak SD kelas 3 yang memang dipaksa untuk mandiri, karena Ayah Ibunya sibuk mencari nafkah pagi pagi sekali.
Atiqah mandi bebek alias mandi kilat tanpa keramas. Ia basahi dengan vitamin rambut agar terlihat fresh dan wangi.
"Atiq...telat lagi?" Fajar kebetulan lewat depan rumahnya setelah mengantar ibunya ke sekolah.
"Iya mas" ucap Atiqah sambil memutar kunci rumah lalu memasukkannya ke dalam tas ransel.
"Mas anter aja, biar gak telat banget. Angkot didepan udah sepi" Fajar memutar motornya ke arah saat dia datang.
"Gak papa mas? nanti pacar mas Fajar marah" belum dijawab, Atiqah sudah mengambil helm di kaitan. Langsung memakainya dan nangkring di atas jok motor. Fajar tersenyum dengan kebiasaan Atiqah yang suka berbasa basi tapi mau.
"Enggak...pacar mas udah pulang tadi pagi. Sama ibuk gak boleh lama lama, pamalih katanya" jawab Fajar sedikit berteriak karena mereka sudah berada di jalan raya.
"Ooh...berarti bener yang kemaren sabtu itu pacarnya mas Fajar" gumam Atiqah, hatinya mencelos.
Sudah terlambat bangun dan harus buru buru, sialnya ia harus mengetahui kenyataan pahit soal wanita yang bersama Fajar kemarin. Cinta pertamanya semakin sulit di raih.
"Kok diem aja?" tanya Fajar saat berhenti di lampu merah.
"Hah?? Apa mas?" Atiqah sedang melamun.
"Kok diem aja dari tadi. Kamu kecewa mas punya pacar?" lampu merah disana memang lama sekali. Atiqah sudah terlambat 5 menit, padahal jaraknya masih lumayan untuk sampai di sekolahnya.
"Sedikit mas. Mas Fajar mau nikah sama pacarnya?" pertanyaan yang sulit untuk Fajar jawab. Fajar terdiam cukup lama.
"Kok gantian diem aja. Bukannya kalau udah pacaran gitu, tujuannya nikah?" Atiqah kembali bertanya karena Fajar masih diam.
"Belum tentu. Sebenernya mas bingung. Pacar mas anak orang kaya di Bandung. Mas gak pede sama keluarganya" Atiqah menempelkan dagunya di bahu kanan Fajar agar lebih jelas mendengar ucapan laki laki didepannya itu.
"Jangan patah semangat dong mas. Kalau cinta harus diperjuangin. Jangan gak pede gitu dong. Mas Fajar kan ganteng, itu satu modal yang cukup" padahal Atiqah senang mendengar perkataan Fajar yang tidak berniat untuk menikah dengan pacarnya. Ada kesempatan untuk dirinya tapi mulutnya berkhianat, sok bijak memberi semangat dan masukan untuk Fajar. Dan perkataannya yang terakhir adalah ucapan jujur, karena memang Fajar dimata Atiqah sangat tampan.
"Ganteng doang tapi gak berani ngajak serius" ucap Fajar, jargon yang lagi hits. Merek berdua tertawa keras sampai tidak sadar ada sepasang mata yang mengawasi mereka dari lampu merah.
Tembok besar sekolah negri favorit berwarna biru sudah terlihat. Fajar menghentikan motornya didepan gerbang yang sudah tertutup.
"Udah setengah jam kamu telatnya" Fajar melihat jam tangan di pergelangan sebelah kiri.
"Iya mas, mati aku! Pelajaran pertama Bu Asih, mas tau sendiri kan killernya gimana" Fajar yang alumni SMA itu tau bagaimana karakter Bu Asih guru matematika.
"Wah, beneran tamat riwayatmu Atiq. Terima aja hukumannya, dari pada bolos. Makin runyam nanti. Bisa bisa paklek sama bulek dipanggil ke sekolah. Kamu gak mau kan?!" Fajar menyebut orangtua Atiqah dengan sapaan Paklek Bulek karena mereka berasal dari tanah Jawa, tepatnya Magelang.
"Iya mas. Yaudah, aku masuk dulu. Makasih buat tumpangannya, meskipun tetep aja aku telat. Hiks hiks" dengan langkah lemah Atiqah berjalan menuju gerbang sekolah yang tertutup dan digembok.
"Atiq...Helmnya" teriak Fajar masih diatas motor. Atiqah meraba kepalanya yang terasa besar dan berat.
"Astaghfirullah...lupa aku mas. Maaf maaf" Atiqah berlari menghampiri Fajar, memberikan helm.
"Makanya fokus. Pasti belum sarapan. Sarapan dulu di kantin, biar kuat jalanin hukumannya" Fajar meledek Atiqah lalu melambaikan tangannya ke atas, pergi meninggalkan Atiqah yang menekuk wajahnya.
ttinn...
suara klakson motor mengagetkan Atiqah.
"Bengong aja, entar kesambet penunggu sekolah baru tau rasa" Ardi datang dengan motor gedenya, ia sama terlambatnya. Atiqah mendengus kesal harus bertemu dengan Ardi. Penolakannya Jumat lalu kembali teringat.
"Sial! kenapa harus telat bareng dia sih" gerutu Atiqah menatap ke halaman sekolah, mencari pak Imron security.
"Halo...pak Imron. Bisa bukain gerbangnya gak? tadi Papa udah bilang ke kepala sekolah, saya telat" ucap Ardi menghubungi security sekolah dengan ponsel keluaran terbaru, lambang buah yang tergigit setengah.
"Dasar orang kaya, enak banget. Telat sekolah tapi gak kena omelan. Asem" Atiqah kembali menggerutu, masih menatap ke arah dalam halaman sekolah.
Tak lama pak Imron berlari tergopog gopoh dari sudut gedung. Pintu samping sekolah.
"Maaf den Ardi, saya tadi lagi di kantin. Maklum belum sarapan" meringis sambil merogoh kunci gerbang di saku celana sebelah kanan.
"Gak papa pak. Bisa minggir gak? aku sama motorku mau lewat" ucap Ardi ketus pada Atiqah.
"Ish..iya iya" Atiqah bergeser lalu berjalan masuk setelah Ardi dan motornya masuk terlebih dulu.
"Neng Atiqah telat juga?" tanya pak Imron, kembali menutup gerbang.
"Udah tau, nanya!" Atiqah langsung berlari masuk ke kelasnya di lantai 3.
Baru satu lantai, kaki Atiqah sudah lemas. Nafasnya ngos ngosan. Sesaat kemudian tubuhnya didorong ke atas.
"Eh...apaan nih?" Atiqah masih terus naik ke lantai 2 dengan bantuan Ardi.
"Loyo banget sih. Belum sarapan?" Ardi masih mendorong punggung Atiqah dari 1 anak lantai dibawahnya. Atiqah mendengus kesal, tebakan Ardi memang benar.
"Bener ya?" Atiqah masih diam dan perutnya bunyi keroncongan. Ardi menarik tangan Atiqah turun kembali ke lantai dasar.
"Lho...lho...kenapa turun? kelas aku di lantai 3. Aku udah telat banget" masih mengikuti kemana Ardi membawanya.
"Belum sarapan kan? udah gak usah takut. Nanti aku yang bilang sama Papa buat ijinin ke Bu Asih. Kalau kamu telatnya sama aku" mengedipkan satu matanya.
Kok bisa tau jam pertama Bu Asih? anak indigo kali ah. Gerutu Atiqah dalam hati.
"Duduk! mau makan apa? bubur ayam, bakso, mie ayam atau nasi goreng?" tanya Ardi lagi setelah mereka sudah sampai di kantin sekolah. Kantin yang besar dan lengkap.
"Nasi goreng. Emm...boleh sama telur dadar? juga irisan cabe rawit dan gak pake acar?" meringis, menggaruk kepala belakangnya yang mendadak gatal. Gara gara gak keramas jadi gatel gini kepalaku. Batin Atiqah.
"Oke siap. Tunggu disini, jangan kemana mana!" Atiqah mengangguk. Benar kata Ardi, Atiqah kesambet penunggu sekolah. Dia menuruti semua perkataan Ardi. Padahal Atiqah sangat membenci Ardi.
Bersambung...
*****
Jangan lupa like, komen dan *gift***nya gaes. Biar aku makin semangat ☺🤗**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Rindu masa2 SMA,hehe...
2021-08-12
1
JaneOrivile
Enak bangett jd atiqah.Dianterin sama fajar terus sarapan sama ardi
2021-07-13
0
𝕸y💞𝕄𝕆𝕆ℕ🍀⃝⃟💙
mampir lagi 😂
2021-07-12
0