Aku selalu membuang banyak waktu untuk menjawab setiap pertanyaan pada saat memasuki komunitas baru. Pertanyaan itu adalah
“Kok lo kaya cewek?”
“Gue kira lo cewek”
“Lo beneran cowok?”
“Gue nggak percaya lo cowok”
Pertama-tama, aku harus menjelaskan tentang kondisi medisku kepada mereka. Aku benci mengulangi jawaban yang sama.
Ingin rasanya jika satu sekolah mendengarkan penjelasan yang aku ucapkan lewat sebuah toa raksasa. Jadi aku tidak perlu bertemu ribuan pertanyaan yang sama dari orang yang berbeda-beda.
Untuk menjelaskan kondisiku secara garis besar, biasanya memakan waktu hingga satu jam agar mereka mengerti.
Jika selama hidupku aku bertemu seribu orang yang bertanya, maka aku kehilangan seribu jam sia-sia.
Tidak hanya sampai disitu, penjelasanku akan memancing 'sesi tanya jawab'.
Sesi tanya jawab tidak jauh-jauh dari pertanyaan
“Lo kalo ke toilet, toilet mana?”
“Lo normal kan?”
“Lo pernah pacaran nggak?”
"Pacar lo cowok ato cewek?"
Aku yakin kalian bisa menjawab semua pertanyaan ini, karena aku sudah menjelaskan panjang lebar sebelumnya. Tapi bagi yang belum tau, pertanyaan itu akan selalu muncul. Pertanyaan yang sama, dari orang yang berbeda-beda.
*****
Karena berita soal aku langsung viral di sekolah, pertanyaan yang sama itu juga datang dari kelas lain, juga dari para guru yang bergantian mengajar mata pelajaran yang berbeda.
Kalian bisa bayangkan betapa stresnya aku. Kenapa kalian selalu menanyakan itu?
Tidak adakah orang yang membantuku menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Apa iya, aku harus menyebarkan selebaran yang berisi informasiku?
Belum lagi sindiran dan ejekan yang timbul seiring dengan berjalannya waktu.
Perlakuan mereka terhadapku sangat berbeda dibanding sebelum mereka tahu bahwa aku adalah laki-laki.
Aku merasa menyesal sudah membongkar jati diri. Tapi juga tidak mungkin aku menyembunyikan ini pada semua orang. Sebelumnya mereka sangat welcome, tapi sekarang tidak. Kecuali teman sekelasku, ingat... kecuali teman sekelasku.
*****
Saat teman sekelas pertama kali melihatku memakai celana abu-abu, reaksi awal mereka adalah bingung.
Beberapa orang ada yang agak menghindar, mungkin mereka jijik, bisa jadi. Aku sudah terbiasa menghadapi orang yang jijik kepadaku.
Untunglah ada temanku bernama Jacky. Dia sebenarnya adalah orang yang baik, tapi sebenarnya nggak terlalu baik-baik amat, karena dia termasuk tukang rusuh. Seenggaknya dialah yang menyelamatkan aku dari status sosial yang hina T_T.
Aku ditanyai macam-macam dengan kondisi aku masih berdiri lumayan lama. Padahal dalam hati "hey guys. Gue bingung mo naroh tas dimana. Siapa yang bakal jadi temen sebangku gue? Emangnya enak disuruh berdiri terus?"
Nah, Jacky ini adalah 'makhluk aneh' yang pertama kali menyadari keadaan ini. Lalu dia berteriak padaku "Woi, sini lo, duduk sama gue sini". "Fiuh, akhirnya gue bisa duduk" kataku dalam hati lega.
Jacky langsung memberi nasehat untuk anak-anak kelas "Man.. man... lo tuh semua jangan terlalu kepo. Kasian ini anak orang, belom juga duduk".
"Gue juga mo ngomong gitu" gumamku.
Setelah aku duduk, Jacky mengatakan "Nah, lo udah duduk sekarang, silahkan semua lanjutin pertanyaannya hahaha" lalu dia pergi.
"Kurang ajar lo Jek" gumamku.
Jacky adalah seorang yang arogan, berkulit gelap, tingginya 173cm, berambut agak panjang layaknya berandal, tak lupa dia menumbuhkan sedikit jenggot.
Jacky memiliki persamaan denganku, persamaan kami adalah kami sama-sama memiliki banyak musuh. Bedanya, musuhku berasal dari hinaan terhadap bentuk fisikku, sedangkan musuh Jacky berasal dari semua makhluk hidup.
Pada minggu pertama, aku sudah berkelahi dengan seseorang dari kelas sebelah. Orang yang bernama Jefri itu.
Jacky semakin yakin bahwa dia tidak salah memilih teman sebangku. Dia pikir, aku akan mudah dimintai tolong untuk tawuran suatu saat nanti.
Padahal masalahku sudah banyak Jack, berpasangan sebangku dengamu adalah sebuah malapetaka. Memang harus diakui soal kebar-baran, kami nomor satu di sekolah.
Kekurangan kami hanya satu. Diantara kami berdua tidak ada yang pandai.
*****
Saat kelas kami menghadapi ulangan harian, Jacky tidak lebih dari sebuah parasit yang harus dimusnahkan.
Selalu meminta contekan. Padahal masih lebih baik jika yang dimintai contekan adalah anak yang pandai di kelas, dan aku bukan salah satunya. Tapi jika contekan yang aku berikan adalah jawaban yang salah, dia selalu ngomel.
"Udah lah Jek, mendingan lo tanya yang laen, gantian lo lah yang nyari contekan, masa gue mulu" Kataku sambil berbisik kepadanya sembari mengawasi gerak gerik guru.
"Ya elo lah yang nyari, seberang lo kan anak pinter" kata Jacky sambil menunjuk ke arah Stevie.
Stevie adalah anak pandai di kelas, smester lalu dia rangking 3. Stevie memiliki paras yang cantik dengan kulit putih.
Jika anak-anak kelas ditanya "siapa cewek yang paling cantik?" semua akan menjawab Stevie.
Tapi jika pertanyaannya diubah "Siapa yang paling cantik?" Semuanya akan menjawab "Rai".
Jadi menurut teman-teman terkutuk itu, Stevie menempati peringkat ke-2 setelah aku. Kumohon berhentilah untuk menempatkan aku kedalam kategori yang aneh-aneh.
Bangku Stevie kebetulan berada di sebelahku, kami hanya dipisahkan oleh jalan setapak. Dia memilih tempat duduk di tengah-tengah, sama sepertiku.
Menurutku ini agak aneh karena biasanya anak yang pandai selalu memilih duduk di depan dekat guru. Entah kenapa dia justru memilih bangku di tengah.
Sebenarnya Stevie bukan anak yang pelit jika dimintai contekan, tapi Stevie terlalu takut jika ketahuan oleh guru karena akan merusak reputasinya.
Tapi begitu guru meninggalkan ruangan sebentar, Stevie tidak segan-segan untuk memberikan contekan kepada para fakir yang membutuhkan.
Orang yang baik seperti Stevie normalnya akan memiliki banyak penggemar, dan aku adalah salah satunya.
Tapi sebisa mungkin aku menghindari untuk menjalin hubungan dengan siapapun. Aku tidak akan tahan dengan omongan pedas orang-orang di sekitarku, misalnya "cewek naksir cewek" "lesbian berkedok".
Belum lagi hinaan yang akan diterima oleh Stevie jika orang tau bahwa aku menggemarinya. Dia tidak boleh terseret ke dalam masalahku. Aku harus selalu bersikap netral kepada semua orang.
Singkat cerita, aku mendapatkan beberapa jawaban ujian dari Stevie, dan aku tidak memberi tau Jacky.
Dalam ujian tertulis, aku bisa saja menjadi penolong maupun pengkhianat tergantung siapa orang yang sebangku denganku.
Kalau dengan Jacky, hmm... bagaimana ya? Sejak awal hubunganku dengan dia memang tidak ada simbiosis mutualisme. Jadi untuk nasib nilai ujian Jacky, dia harus ikhlaskan. Tinggal mencari alasan kenapa nilai ujianku lebih tinggi.
*****
Cara sebagian dari kami mengisi waktu setelah pulang sekolah adalah dengan nonkrong di salah satu rumah teman sekelas.
Kali ini kami nongkrong di rumah Willy. Dia berasal dari keluarga yang mapan karena ayahnya adalah seorang dokter spesialis.
Kami ber-enam masuk ke kamar Willy untuk mengobrol santai.
Tetapi khusus untuk aku pribadi, aku harus minta ijin kepada orang tua temanku untuk masuk ke kamarnya, karena fisikku seperti ini, dan meyakinkan orang tuanya kalau aku tidak seperti yang mereka kira.
Rutinitas menjawab pertanyaan seperti ini sudah aku jalani dari di bangku SD. Yang paling menyebalkan adalah dimanapun aku berada, selalu ada provokator. Mereka benar-benar mempertanyakan kebenaran kelaminku.
Kali ini provokator itu bernama Willy, sang tuan rumah. Pacarnya lebih dari satu, padahal wajahnya pas-pasan.
Bukan karena dia anak orang kaya, lalu dia bisa mendapatkan banyak pacar, tidak... Tapi karena kemampuannya dalam berargumen, memainkan kata-kata, yang lebih mudah kita sebut dengan gombal.
Willy bertanya padaku "Emangnya lo beneran punya 'burung' Rai? Gue serius nanya" tanya Willy.
'Burung' yang dimaksud adalah kelamin pria. Pertanyaan ini di hadapan kurang lebih 5 orang temanku yang lain.
"Ya punya lah" jawabku.
"Mana? Gue belum percaya kalo belom liat" tanyanya lagi.
"Emangnya lo punya?" balasku balik bertanya
"Ya jelas lah, semua juga tau kalo gw cowo" balas Willy.
"Gue gak percaya juga kalo belom liat" balasku sambil memutarbalikkan fakta. Karena menurutku tidak semua hal yang tidak terlihat, bisa dibuktikan.
Willy berusaha memprovokator temanku yang lain "Selama ini kan kita cuma percaya aja sama yang diatas kertas... Memang gue akuin Rai secara sifat emang cowok banget. Tapi kalo ngeliat bentuknya dia kaya gini, dia lebih cantik dari semua pacar gue... Masa sih cowo bisa ngalahin cantiknya cewe, jangan-jangan Rai itu sebenernya cewek asli. Kalo lo nggak berani buktiin, berarti lo tuh cewek beneran, ayo ngaku".
"Ya gue malu lah, masa suruh buka celana? Emangnya kalo lo jadi gw, lo mau buktiin? Lo gak malu?" tanyaku.
"Ngapain malu? Cowok kok malu segala" jawab Willy.
"Ya udah kalo lo gak malu, coba lo buka celana di jalan raya, malu nggak?" tantangku.
"Ya nggak di jalan raya juga..." Jawab Willy.
"Makannya gue bilang, cowo itu harus punya malu" kataku menasehati dia.
Willy melakukan polling "Gini aja deh, ini cuma diantara kita ber-enam aja, yang setuju Rai membuktikan 'kejantanannya' harus bersedia membuka 'kejantanannya' juga supaya impas, yang setuju angkat tangan".
Semua orang mengangkat tangan kecuali aku. "Mampus gue kena skak matt" gumamku terpojok.
Aku harus berpikir dari sudut pandang lain, kalau memang sama-sama cowok, kenapa aku harus malu? Sebenarnya bukan malu, lebih tepatnya adalah canggung.
Pada saat aku duduk di bangku SMP juga ada pembuktian aneh semacam ini. Jadi ini bukan kali pertamanya.
Jadi ya terpaksa, oh terpaksa, aku harus menyetujui hasil polling tidak jelas itu.
*****
Setelah ritual aneh itu selesai, para orang aneh itu keheranan satu sama lain dengan apa yang mereka lihat.
Kata Willy "Rai, sorry sebelumnya gw sempet nggak percaya sama Lo, sekarang gw percaya kalo lo adalah cowok tulen... Tapi kalo gw boleh tanya, lo tuh sebenernya makhluk apa sih Rai?"
Kaget, bercampur marah, bercampur bingung, itulah yang aku rasakan ketika mendengar pertanyaan itu. Siapa sih, yang tidak terkejut mendengar orang yang mempertanyakan spesies kita?
"Siapa? Gue? Gue adalah makhluk utusan dewa buat ngeluarin kalian dari jalan kegelapan" jawabku.
"Jadi dewa itu beneran ada?" tanya mereka percaya
"Gila lo, gitu aja percaya hahah, bisa gila gue disini" Kataku.
"Gila lo Rai, kirain beneran" Kata mereka lega
"Pokoknya tugas lo semua sekarang jadi saksi gue, kalo ada yang pengen liat punya gue lagi, lo semua harus yakinin mereka karena kalian udah pernah liat, oke?" kataku mengajak mereka kerjasama.
"Oke siap, deal" kata mereka serempak setuju.
Tapi mengingat ini bukan kali pertamanya aku mengalami hal ini, bagiku cukup aneh.
"Emangnya sepenting apa sih pembuktian aneh semacam ini? Apa data murid nggak cukup buat kalian? Gue serius nanya" tanyaku.
Willy sang tuan rumah menjawab "Gini Rai, tadinya tuh gue nggak percaya karena liat fisik lo, apalagi suara lo... Menurut gue, semirip miripnya cewek, pasti suaranya tetep cowok... Kalo suara lo cowok, gak perlu ada pembuktian macem gini gue udah percaya... Gue merasa terhina tadinya, abisnya lo lebih cantik dari semua pacar gue, dan suara lo lebih lucu dari semua pacar gue... Jadi menurut gue, pembuktian itu penting. Gue sekarang jadi percaya kalo spesies kaya lo emang beneran ada"
"Gitu ya... baru kali ini gue denger alasan yang sebenernya, setelah sekian lama gw penasaran. Thanks guys, terutama lo Wil, cuma lo satu-satunya monyet yang bisa menjawab rasa penasaran gue". kataku
Lalu kami semua tertawa lepas, dan melupakan kejadian tidak berfaedah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Mr Im
ya gitu lah cowok
kalau nggak lihat langsung, nggak bakal percaya
untungnya nasib ane nggak separah si Rai, wkwkwk
kalau semua cowok musti macho atau suka bar-bar, cewek-cewek manis nggak bakal laku lah
2021-10-01
2
Hesty Yolfi
kayaknya seru ini thor
2021-09-29
1
Vanesa Wijayanti
unik juga Thor ceritanya
2021-09-22
1