Posisiku di mata para murid laki-laki semakin kuat, di tahun keduaku ini, banyak siswa yang mulai menghormatiku, seiring dengan banyaknya perkelahian yang aku lakukan di luar sekolah.
Walaupun perkelahian ini sebenarnya tidak penting, tapi menjadi penting karena kebutuhanku untuk disetarakan dengan murid laki-laki yang lain.
Walaupun aku merasa dimanfaatkan, tapi aku senang karena aku merasa benar-benar dianggap sebagai cowok normal.
Aku merasa seperti orang cacat yang haknya disetarakan dengan orang normal. Aku mendapatkan pengakuan yang sama di mata mereka tanpa melihat fisikku lagi.
Kehidupan yang sudah normal juga tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, tapi juga di lingkungan sosial tempat tinggalku.
Untuk orang sepertiku memang membutuhkan sedikit tenaga ekstra untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Aku tinggal di rumah bersama Ayah, dua orang kakakku, dan satu orang asisten rumah tangga yang baik.
Kakak pertamaku laki-laki bernama Miki, tinggi 182 cm, berkulit putih, rambut lurus pendek, dan memiliki badan yang cukup atletis. Saat ini dia sedang kuliah dan menuju tahun kedua.
Menurutku wajahnya pas-pasan tapi banyak gadis menyukai dia. Mungkin saja dia tampan, karena aku bersamanya sejak kecil, aku terbiasa melihat wajahnya, jadi sulit untuk mengukur seberapa tampan dia.
Miki adalah seorang kakak yang cuek dan hanya peduli dengan dunianya. Dia termasuk orang yang culun dan jarang bergaul kecuali dengan komunitas satu hobinya yaitu billiard.
Kakak keduaku perempuan bernama Aya. Tinggi 158 cm sama sepertiku, rambut lurus panjang sampai ke pinggang, berkulit putih, dan memiliki paras yang cantik. Kakak harus berterimakasih padaku karena aku sudah menyebutmu cantik.
Tapi bagiku, dia adalah seorang kakak yang perhitungan. Jika tiba-tiba dia menawarkan sebuah bantuan, sebenarnya dia membutuhkan kita untuk bantuan yang lain.
Ayahku akrab dipanggil dengan sebutan 'Pak Yos' oleh warga disini, sebenarnya itu adalah sebutan versi warga sekitar untuk mempermudah penyebutan nama ayah yang cukup sulit untuk diucapkan.
Ayah selalu bekerja dari pagi hingga malam. Beliau adalah kepala divisi perusahaan asing.
Kami jarang bertemu. Jadi kami lebih dekat dengan asisten rumah tangga kami daripada ayah kami.
Tapi ayah selalu mengajak kami semua termasuk asisten rumah tangga kami untuk pergi makan-makan di sabtu malam, atau di hari minggunya. Ajakan ayah ini bersifat wajib dan tidak boleh ada kata tidak.
Sedangkan Ibu tidak bersama kami disini, melainkan tinggal di kampung halaman bersama dengan adik perempuanku. Lain kali akan aku ceritakan kenapa.
Asisten rumah tangga kami bernama Mba Dian, dia adalah orang yang sangat baik. Dia mengasuhku dari SD hingga sekarang. Tidak pernah melakukan kesalahan sedikitpun. Tidak sepertiku yang hanya membuatnya repot.
Rumah kami adalah rumah dinas fasilitas dari perusahaan tempat ayahku bekerja. Kami menempati rumah ini dari waktu aku masih duduk di bangku kelas 2 SD hingga sekarang.
Kehidupan bermasyarakat kami sangat baik. Saat ada rapat RT, ayahku sering tidak bisa hadir, dan sering diwakilkan oleh kakak laki-lakiku, atau terkadang aku sendiri yang mewakilkan jika kakakku malas.
Para warga disini sudah tahu soal kondisi fisikku, mereka tidak lagi menganggapku anak bawang hanya karena kemiripanku dengan perempuan. Aku sangat menyukai perlakuan yang seperti ini. Oleh sebab itu, aku tidak pernah absen untuk ikut ronda malam di hari sabtu.
Mengobrol dengan bapak-bapak di pos ronda ternyata sangat seru. Sambil menikmati kopi dan cerita seru dari Bapak Rohman, beliau bekerja di kepolisian dan tergabung dalam Sat Reskrim (Satuan Reserse dan Kriminal).
Apabila waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi, kami pulang ke rumah masing-masing, dan aku selalu berjalan pulang dengan Bapak Rohman karena rumah kami searah.
Apakah kalian sudah mengenalku sekarang? Tentu saja belum. Aku belum menceritakan semuanya hingga titik paling rendah dalam hidupku. Kalian nikmati saja aku bercerita, aku memang suka bercerita.
Sebenarnya masa-masa penyesuaianku di SMA sudah berakhir. Maksudku masa-masa dimana aku harus menyesuaikan diri supaya tidak dipandang sebelah mata.
Sebenarnya ini adalah masa-masa penyesuaian bagi teman-temanku juga. Mereka juga membutuhkan waktu untuk tidak menganggapku berbeda.
Walaupun terkadang aku merasakan sedikit adanya diskriminasi terhadapku, tapi ini bukanlah sebuah diskriminasi yang negatif.
Misalnya ada temanku bernama Rian, dia itu bagaimana ya... jika dia bertemu dengan Harry, teman sekelas di luar sekolah, maka sapaan Rian kepada Harry terdengar sangat akrab
"Halo coy, ngapain lo disini? Ayo cari makan, tapi lo yang traktir gue hahahaha" kata Rian menggunakan bahasa khasnya.
Tapi pada saat aku bertemu Rian di mall, bahasanya bisa berbeda.
"Eh ada Rai, kamu lagi ngapain disini? udah makan belum?"
Dengan bahasa yang dilembut-lembutkan, dia merasa sedang berbicara dengan seorang gadis, jadi dia merasa harus menjaga setiap tutur katanya agar tidak menjatuhkan reputasinya di depanku.
Sekali dua kali aku bisa maklum, tapi jika terjadi berulang kali, lama-lama aku protes juga.
"Eh bentar coy, gue mo muntah denger bahasa lo, maksud lo apa ngomong pake bahasa kek gitu?" protesku.
"loh kok kamu ngomongnya gitu sih Rai?" tanyanya bingung
"Ya itu, bahasa lo, pake 'aku kamu' segala... Lo pikir lo lagi pedekate apa?" teriakku sambil menunjuk hidungnya.
"Kaga tuh, gue biasa aja ngomongnya, elo kali yang mikirnya aneh-aneh" jelas Rian
"Nah, ini baru normal. Inget... Lo harus pake bahasa ini kalo ke gue yah... ini nggak sekali dua kali lo ngomong pake dilembut-lembutin gini, maksud lo apa?" tanyaku lagi
"Yah sori Rai, gw kadang suka lupa bro hehehe" jelas Rian.
"Maksud lo boy? jangan bilang lo lupa kalo gue cowok ya? Gue bisa bikin lubang di kepala lo tau?" ancamku
"Enggak lah, gila apa, lo jangan marah dulu. Maksud gue itu, gue lupa kalo lo itu preman sekolah, gw suka lupa itu... Gw ingetnya lo tuh anak baek-baek Rai, jadinya bahasa gue ke lo selalu sopan... abisnya muka lo nggak mencerminkan muka preman sih. Makannya jangan marah dulu lo nya" jelas Rian menenangkan.
"hmm jadi gitu, masuk akal" pikirku.
Tapi aku pikir, soal kegilaan di sekolah selama 2 tahun ini, tidak ada satupun orang yang tidak mengenalku dan Jacky.
Bagaimana bisa Rian melupakan tokoh legenda rusuh di sekolahnya sendiri? Aku yakin dia hanya ngeles... Alasan yang sebenarnya adalah dia lupa kalau aku cowok.... Akhirnya aku menyadari ini, dan berbalik bertanya
"Bentar deh..."
Tapi dia sudah menghilang entah kemana. Dasar Rian, dia sudah memperhitungkan kalau aku akan menyadari hal ini. Dia mengenal otakku yang lemot dan memanfaatkan situasi itu untuk kabur.
Kali ini aku maafkan, yang penting dia tidak ada maksud buruk, dia hanya lupa siapa aku.
Sebegitu hinanya kah aku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Mr Im
sabar Rai, Rian mungkin nggak tegaan aja pake bahasa lo-gue ke wajah cantik wkwkwk
atau mungkin dianya mau jaga imej di luar sekolah, kan yang tau pasti ente cowok hanya warga sekolah, di luaran sana pasti mikirnya ente cewek cantik
2021-10-01
5
Eva Pudjiastuti
lanjut thor
2021-09-25
1
Jane Fujiati
ini cerita soal kehidupan sosialnya
2021-09-18
1