Lama Bian memeluk Nia, melepaskan semua kerinduan dan penyesalannya selama 17 tahun, menelantarkan darah dagingnya sendiri.
"Maafin papa." Kata Bian lirih sambil memandang wajah Nia, lalu mencium puncak kepala Nia.
"Jangan diam aja Ni, kamu boleh marah sama papa, caci papa, pukul papa bila perlu, tapi jangan diam saja sayang." Kata Bian yang mengusap air mata Nia yang mulai mengalir membasahi pipinya.
Nia terharu karena baru pertama kali merasakan dekapan hangat seorang ayah. Dekapan yang tidak pernah Nia rasakan selama 17 tahun ia hidup. Selama ini Nia hanya merasakan dekapan hangat ibunya, dan tidak pernah merasakan dekapan hangat ayahnya.
Bian mendudukkan Nia di kursi yang tadi ia duduki, lalu bersimpuh di hadapan Nia sambil menggenggam tangan Nia dan menghapus air mata Nia yang dari tadi tidak mau berhenti.
"Maaafin papa sayang." hanya kalimat itu yang dari tadi Bian ucapkan.
"Nggak ada yang perlu di maafkan. Nia bahagia kok hidup berdua dengan Ibuk, jadi bapak tidak perlu merasa bersalah." Kata Nia bijak.
"Panggil saya papa. Karena saya papa kamu sayang." Kata Bian lagi, lalu duduk di samping Nia.
"Maaf belum terbiasa." Kata Nia sambil tersenyum.
"Its ok sayang. pelan-pelan saja. Kita masih punya banyak waktu untuk membiasakan. Bagaimana kabar Lily?" Tanya Bian yang penasaran dengan kabar perempuan yang sangat dicintainya bahkan sampai sekarang.
"Ibuk alhamdulillah sehat." Jawab Nia.
Erik yang tidak ingin mengganggu pertemuan ayah dan anak, memilih duduk menjauh, tapi masih dilantai yang sama.
Bian memesan beberapa menu makanan favorit nya dan ternyata merupakan makanan favorit Nia juga. Bian menanyakan banyak hal tentang kehidupan Nia dan ibunya selama tidak bersama Bian. Bian juga menceritakan penyesalannya dan pencarian yang sudah ia lakukan selama ini.
Tidak terasa waktu kebersamaan yang dirasa Bian sangat cepat, sudah mulai beranjak sore.
"Apakah papa bisa bertemu Ibu kamu sayang? Karena bagaimanapun Ibu kamu masih istri papa. Papa tidak pernah mengurus perceraian kami." Kata Bian.
"Nanti Nia coba pelan-pelan bilang ke Ibuk ya Pa. Papa tahu kan kalau ingatan cewek itu sangat bagus? Ibuk pasti ingat betul detail hari, jam dan kapan waktu papa usir ibuk sama Nia." Kata Nia.
"Jangan ingatkan papa tentang kebodohan papa Nia." Kata Bian dengan wajah sedihnya.
"maaf pa, Nia nggak bermaksud.."
"Its ok sayang. Kamu nggak perlu minta maaf. Kamu tinggal di rumah papa aja. Rumah papa dan ibuk kamu dulu tinggal. kalau papa kangen kalian, papa pasti kunjungi rumah itu." Kata Bian semangat.
"Nggak pa. Nia di asrama aja. Kata Ibuk jangan ganggu papa dan keluarga papa. Itu syarat supaya Nia bisa kuliah di kota P." tolak dan jelas Nia.
"Baiklah. Papa nggak maksa. Tapi nanti kalau papa berhasil bujuk ibuk kamu untuk balik lagi sama papa, kita akan tinggal di rumah itu lagi." Kata Bian
Lalu Nia pamit untuk kembali ke asrama, tapi Bian seolah-olah enggan berpisah dari putrinya, dan terus memeluk Nia erat.
Sejak hari itu, Bian sering menemui Nia diam-diam. Mengajak Nia makan siang atau jalan-jalan ke taman hiburan yang tidak pernah dilakukannya bersama Nia.
Keakraban Bian dan Nia sering membuat orang-orang yang melihat mereka salah sangka, menduga bahwa Bian adalah sugar dadynya Nia. Tapi Bian tidak perduli, karena toh Nia memang putri kandungnya, bukan sugar babynya.
"Papa nggak risih lihat orang-orang mandangin kita aneh?" Tanya Nia sambil tertawa sewaktu melihat Bian habis memelototi rombongan ibu-ibu yang menatap sinis Nia.
"Masa bodoh sih. Tapi papa nggak suka, kalau mereka berpikiran jelek tentang kamu. Apa harus di tulis di jidat ya, kalau papa ini papanya kamu?" Tanya Bian kesal.
"Sekalian aja tulis di punggung pa, 'papanya Nia' biar nggak ada yang menatap kita aneh lagi." Kata Nia masih sambil tertawa yang membuat Bian bahagia melihat tawa Nia.
"Good idea. Nanti papa suruh Erik buat kaos atau jaket yang ada tulisannya 'papa Nia' sama 'putri cantiknya Bian', baguskan?" Kata Bian sambil tersenyum membayangkan dia dan Nia berjalan memakai kaos yang ada tulisannya.
"Ih, malu ah pa. Nia kan cuma bercanda." Tolak Nia.
"Tapi bagus loh sayang. Nanti papa suruh designer kondang yang designkan kaosnya, jadi nggak kayak kaos couple yang pasaran gitu." Kata Bian lagi sambil tertawa.
"No no no. Nia ngundurin diri jadi anak papa kalau gitu." Kata Nia dengan wajah serius, membuat Bian semakin tertawa dan merangkul Nia, dan mengacak rambutnya.
Erik yang berjalan di belakang mereka turut bahagia, melihat Bian bisa tersenyum dan tertawa bahagia bersama Nia. Senyum dan tawa yang tidak pernah Erik lihat selama ia bekerja bersama Bian.
Tanpa Bian dan Nia sadari, ada seseorang yang mengabadikan kedekatan Bian dan Nia, dan mengirimkan beberapa foto dan Video ke nomor ponsel seseorang.
Sudah seminggu, Nia tidak bertemu Bian, karena Bian sedang melakukan perjalanan bisnis ke negara tetangga. Walaupun tidak bertemu, tapi Bian selalu menghubungi Nia untuk bertanya apa saja yang Nia lakukan setiap hari. Bian ingin menebus kebersamaan selama 17 tahun yang tidak pernah mereka rasakan karena kebodohan Bian.
Walaupun Nia mahasiswa baru yang biasa-biasa saja, tetapi Nia mempunyai banyak teman. Itu karena sikap Nia yang selalu baik sama siapa saja dan aktif di beberapa organisasi kampus.
"Ni, tugas kelompok mau dikerjakan kapan?" Tanya Rico yang merupakan teman sekelas Nia.
"Hari ini aja, selesai makulnya pak Yoyok." Jawab Nia.
"Ok. Di kantin aja sekalian makan siang. Aku yang traktir. Kamu hubungi teman yang lain ya Ni." Kata Rico lalu pergi meninggalkan Nia karena ada hal yang harus di urusnya.
Nia segera menghubungi anggota kelompok yang lain, dimana tugas kelompok yang diberikan pak Oscar, dosen yang terkenal galak harus dikerjakan berkelompok yang terdiri dari 5 orang.
Kelompok Nia beranggotakan Rico sebagai ketua, Nia, Aldi, Dian dan Oget, yang aslinya bernama Odie Getasaki yang keturunan Jepang sebagai anggotanya.
Nia senang bisa satu kelompok dengan mereka, Rico yang tegas dan bijaksana, Aldi yang suka bergaya cool namun bertanggung jawab, Dian yang pemalu tapi pintar, serta Oget yang nggak bisa diam seperti ulet keket, ditambah Nia si bunglon yang bisa jadi apa saja.
Selesai mata kuliah terakhir, Nia dan kelompoknya segera menuju ke kantin kampus, yang walaupun namanya kantin, tapi memiliki suasana yang nyaman seperti cafe, dan menyediakan beberapa private room untuk yang nggak nyaman dengan keramaian.
"Kita kerjakan di meja sana aja, kayaknya seru." Kata Nia sambil menunjuk meja bulat yang melingkari pohon yang lumayan besar, sehingga tempatnya teduh walaupun hari siang.
"Nggak private room aja?" Tawar Rico
"Seru di luar tau. Lagian kalau di dalam ntar si Oget nggak nyaman." Kata Nia lagi.
"Wah.. dedek Nia pengertian banget dengan babang Oget, jadian aja yuk Neng?" Kata Oget senang sambil menaik turunkan alisnya menggoda Nia.
"Jadian jadian. Bukan pengertian, tapi Nia paham kalau bang Oget nggak bisa dipisahkan dari pohon, kan ulet keket." Kata Nia sambil tertawa begitu juga dengan yang lainnya, membuat Oget segera memanyunkan mulutnya tanda protes.
"Nggak usah dimanyunkan juga kali tu bibir bang, nggak seksih ini." Kata Nia lagi yang masih meledek Oget.
"Bibir aku seksih tau. Cipokable juga. Banyak tuh yang ngantri pengen di cium. ya kan Di?" Kata Oget mencari pembenaran kepada Dian.
"Au ah elap." Jawab Dian sambil menaikkan bahunya, yang membuat Rico Nia, dan Aldi kembali tertawa.
Oget sebenarnya memiliki wajah yang cukup tampan, kulit putih bersih, rambut hitam yang sedikit curly dan berantakan dan mata sipit yang memang diwariskan dari nenek moyangnya yang berasal dari gunung Fuji, membuat Oget cukup menjadi pusat perhatian. Tapi tingkah konyol yang sering ditampilkan Oget, membuat orang suka ilfil dan menjauh dari Oget, tapi tidak dengan Nia dan teman-temannya, justru mereka senang kalau ada Oget. Karena dunia sepi tanpa candaan receh Oget yang lebih sering garing dari pada lucu.
Setelah sampai di tempat yang ditunjuk oleh Nia tadi, mereka segera mengambil posisi ternyaman dan mengeluarkan laptop masing-masing.
"Laptop kamu keren Ni? ini termasuk fasilitas beasiswa?" Tanya Aldi yang memang suka Kepo dan menyukai elektonik bermerk.
"Nggak. Ini hadiah ulang tahun aku yang ke 17 tahun beberapa bulan lalu." Jawab Nia sambil menggulung rambutnya asal-asalan ke atas, sehingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih, yang membuat Rico yang berada di sebelah Nia, menelan salivanya dengan kasar.
"Sumpah kamu Ni, baru 17 tahun beberapa bulan yang lalu?" Tanya Dian tidak percaya, karena di antara murid yang lain Dian merasa kalau dirinya yang paling muda dan paling imut.
"Bener. Mei tahun ini punya KTP." Kata Nia tersenyum bangga sudah punya KTP.
"Ya elah neng. Baru punya KTP doang udah bangga." Protes Oget.
"Bangga dong. Berarti sudah di akui jadi diri sendiri." Jawab Nia.
"Laptop ini harganya nggak murah loh Ni. Ortu kamu baik banget ya? Aku aja mintak laptop ini juga waktu baru keluar nggak dikasih." Kata Aldi lagi.
"Bukan Ibuk yang beliin. Tapi ini hadiah dari majikan Ibuk aku." Jawab Nia santai.
"What? Majikan?" Tanya Dian bingung.
"Iya. Ibuk aku tuh asisten rumah tangga. Aku sama Ibuk tinggal di rumah majikannya ibuk. Majikannya Ibuk itu baik banget. Beliau nggak pernah beda-bedain orang berdasarkan kasta atau derajat. Bahkan beliau nggak beda-bedain aku sama anaknya. Soalnya Sean juga dikasih laptop yang sama." Terang Nia sambil mulai membuka program Ms. Word.
"Jadi Kamu anak pembantu?" Tanya Dian lagi.
"Iya. Memangnya kenapa? Kamu malu temanan sama aku yang cuma anak pembantu?" Tanya Nia heran, tapi tetap tersenyum.
"Nggak malu sih. Tapi amazing aja." Jawab Dian.
"Udah ah. Cerita mulu. Emangnya kita mau buat proposal hidupnya Nia?" Tanya Rico menengahi suasana yang mulai terasa tidak enak.
"Diam-diam bae. Aku ketinggalan cerita apa?" Tanya Oget yang muncul dengan nampan yang berisi makanan dan menuman yang baru saja di pesannya.
"Ketinggalan cerita tikus nangkap kucing." Jawab Nia asal yang membuat Oget tertawa.
"Sableng nih orang." Kata Nia yang geleng-geleng kepala melihat tingkah Oget.
"Kamu yang sableng. Dimana-mana kucing nangkap tikus." Protes Oget.
Mereka segera membicarakan tema untuk proposal yang akan mereka buat dan juga membicarakan tempat yang akan mereka jadikan untuk observasi bahan proposal mereka. Sambil menikmati makan siangnya, Nia sesekali sibuk mengetikkan beberapa ide dan nama tempat yang menjadi calon tempat untuk mereka melakukan observasi.
"Plak" terdengar suara tamparan yang cukup keras, membuat teman-teman Nia terkejut dan melihat perempuan cantik yang baru saja menampar Nia dengan keras, sehingga menyebabkan kaca mata Nia jatuh.
Rico, Aldi dan Oget bermaksud menolong Nia, tapi segera di tahan oleh beberapa orang berbadan besar yang menggunakan pakaian serba hitam.
"Dasar ayam kampus. Berani-beraninya lo goda papi gue, apa sih bagusnya Lo, cantikan juga mami gue. Karena lo muda aja kali ya, makanya Papi mau sama lo?" Kata perempuan cantik yang habis menampar Nia.
Nia yang sudah janji dengan ibunya tidak akan mengganggu keluarga barunya hanya diam saja sewaktu di caci maki sedemikian rupa, bahkan perempuan itu kembali menampar Nia yang membuat sudut bibirnya berdarah.
"Lepasin. Ini kejahatan namanya. Kalian bisa saya laporkan ke pihak berwajib." Teriak Rico yang masih berusaha melepaskan pegangan bodyguard perempuan yang menampar Nia.
"Non, tuan mau bicara." Kata salah satu pria berpakaian hitam kepada perempuan yang menampar Nia tadi.
"Lo jangan anggap urusan kita selesai. Tinggalin papi, atau gue akan lakukan hal lebih dari ini. Dasar cewek murahan." Kata Perempuan itu lalu pergi meninggalkan Nia dan teman-temannya.
"Kamu nggak apa-apakan Ni?" Tanya Rico yang langsung mendekati Nia dan memberikan Nia minum.
"Its ok." Kata Nia pelan.
Dian membantu Nia membersihkan sudut bibirnya yang terluka.
"Gila tuh cewek. Siapa sih dia?" Tanya Oget heran.
"Hellow.. masak sih kamu nggak kenal. Itu kak Elsa Malika Khaylee, kakak tingkat kita, dan dia anak pemilik kampus ini." Terang Dian yang walaupun pendiam tetapi selalu mengikuti berita kampus.
"Kenapa kak Elsa bilang kamu ayam kampus Ni?, Kamu nggak beneran jalan dengan pemilik kampus kan?" Tanya Aldy mulai kepo.
"Pantasan aja punya barang bermerk, nggak taunya sugar baby." Ejek salah seorang perempuan yang memang nggak suka dengan Nia, karena Nia yang biasa-biasa aja, tapi malah selalu jadi pusat perhatian dosen yang mengajar.
"Eh nenek sihir. Diam aja kamu. Nggak usah banyak bacot." Kata Rico galak.
"Kenyataan di depan mata. Dasar orang-orang munafik, mau-mau aja berteman dengan dengan sugar baby. Atau jangan-jangan kalian kecipratan karena dia jual diri?" Kata Perempuan yang bernama Cantika sinis.
"Bisa diam nggak sih Lo. Kalau nggak tahu apa-apa nggak usah nyambar kayak bensin Lo." Kata Nia yang mulai kesal, karena sebenarnya Nia adalah anak yang pemberani, bukan anak lemah seperti yang sering ia perlihatkan selama ini.
"Wew, sugar baby berani bela diri. Kampus harus keluarin kamu cewek nggak bermoral. Eh, tapi nggak bisa dikeluarin sepertinya. Soalnya sugar dadynya pemilik kampus sih. hahahaha" Kata Cantika sambil tertawa dengan teman-temannya.
"Pergi nggak Lo, nggak usah urusin hidup gue. Yang jelas hidup gue benar kok. Memangnya kenapa kalau gue jalan dengan pemilik kampus? Salahnya dimana?" Tanya Nia lagi.
"Ya salah lah. Lo jalan sama suami orang, walaupun pemilik kampus masih ganteng, tapi tetap aja udah om-om. Seharusnya dia lebih cocok jadi orang tua kamu, bukan pacar kamu." Kata Cantika lagi.
"Ya memang dia papa aku. Memangnya salah aku jalan sama papa aku?" Tanya Nia lagi.
"Idih ngaku-ngaku. Aku kenal sama keluarga om Bian, Om Bian cuma punya satu putri. Anaknya tante Tamara cuma satu, kak Elsa doang." kata Cantika lagi.
"Lo amnesia ya? Coba lo ingat-ingat lagi nama gue." Kata Nia lagi.
"Idih, nggak penting aku ingat nama kamu. Cewek pelakor mah pelakor aja." Kata Cantika lagi.
"Wait... Kamu beneran anak pemilik kampus ini Ni?" Tanya Rico yang ingat nama lengkap Nia.
"Udah pergi aja lo. Malas gue berdebat dengan lo. Nggak guna ini juga." Kata Nia lalu menutup laptopnya dan memasukkan ke dalam tas ranselnya.
"Kita lanjut besok aja. Aku nggak mood. Maaf." Kata Nia lalu berdiri bermaksud meninggalkan kantin, tetapi cantika menahan ransel Nia.
"Ck. Apa lagi sih lo?" Tanya Nia sambil menghempaskan pegangan tangan Cantika dari ranselnya.
"Mau kabur kemana kamu pelakor?" Kata Cantika lagi, yang membuat Nia kesal lalu menampar Cantika yang membuat Cantika memegang pipinya yang memerah, dan dibantu di pegangin sama teman-temannya.
"Kok kalian megangin aku sih. Balasin dong sama tuh pelakor, berani-beraninya dia nampar aku." Kata Cantika lalu segera mendekati Nia.
"Yakin Lo berani sama gue? Gini-gini gue pemegang sabuk hitam untuk beberapa ilmu bela diri. Lagian sekali lagi Lo bilang gue pelakor, gue cabein mulut lancang lo. Ya nggak mungkinlah, gue pacaran sama papa gue sendiri. Lo ingat nama gue baik-baik. Nama gue Ghania Khansa Khaylee. Nggak semua orang bisa sembarangan menggunakan nama Khaylee asal lo tau." Kata Nia lalu segera pergi menuju asramanya.
Hal itu tentu saja membuat teman-temannya benar-benar terkejut, melihat Nia yang biasanya lemah lembut, dan periang, menjadi perempuan galak dan mnyeramkan.
"Itu beneran Nia?" Tanya Oget sama teman-temannya.
"Ho oh." Jawan Dian.
"Emang bunglon tuh anak." Kata Oget lagi yang terus memandang punggung Nia yang menghilang di sebalik pintu masuk kantin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments