Setelah acara kelulusan sekolah, Nia baru menyampaikan ke ibunya kalau ia akan melanjutkan kuliah ke kota P. Awalnya ibu Nia tidak setuju Nia kuliah ke kota P, Nia boleh kuliah ke mana saja, ke luar negeri sekalipun asal jangan ke kota P, karena Papanya Nia tinggal di kota P.
Lily tidak pernah menutupi tentang Bian kepada Nia. Nia kecil pernah bertanya pada ibunya mengenai ayahnya, tetapi Lily memberikan pengertian, bahwa suatu hari nanti kalau Nia sudah agak besar, Lily akan menceritakan semuanya kepada Nia. Nia yang memang pengertian, sejak itu tidak pernah bertanya tentang ayahnya, sampai akhirnya Lily menceritakan tentang ayahnya dan yang terjadi dengan mereka.
Lily juga mengatakan kalau dia mempunyai seorang kakak perempuan yang usianya sekitar 2 tahun di atas Nia. Lily tidak pernah tahu dan tidak ingin mencari tahu tentang kehidupan Bian dan keluarga barunya. Ketika Bian mengusirnya, Lily hanya tidak ingin mengusik keluarga Bian, tetapi Lily juga tidak pernah mengajarkan Nia untuk membenci ayahnya. Walaupun Bian tidak mengakui Nia sebagai anaknya, tapi bagaimanapun juga, Nia adalah darah daging Bian, hidung mancung, wajah bulat, alis tebal, bulu mata yang panjang dan lentik, serta dagu yang memiliki belahan di wariskan Bian kepada Nia. Hanya kulit putih halusnya saja yang ia warisi dari Lily dan tidak tahu dari siapa iris emerald yang dimiliki Nia.
Pengumuman penerimaan mahasiswa unggulan di salah satu kampus yang ada di kota P sudah keluar. Nia yang mendapatkan surat pemberitahuan dari wali kelasnya, menerima surat itu dengan penuh syukur.
"Buk, ibuk izinkan Nia ya..? Please.. Nia nggak bermaksud mencari ayah di kota P. Bahkan Nia tidak ingat kalau ayah ada di kota P. Tapi kalau Nia kuliah jadi mahasiswa undangan di universitas yang ada di kota P, Nia nggak perlu bayar uang kuliah, bahkan uang kos untuk tempat Nia tinggal buk." Jelas Nia kepada Ibu nya.
Lily menatap wajah memelas putri semata wayang yang sangat dicintainya. Menangkup wajah Nia dengan kedua tangannya, memandang iris emerald yang menenangkan, lalu menghembuskan nafasnya pasrah.
"Ya udah. Ibuk izinkan. Tapi kamu harus janji sama ibuk, jangan cari ayah atau datangi keluarga ayah. Kalaupun kamu tidak sengaja ketemu ayah atau keluarganya, tetap hormati mereka. Satu lagi, jadilah selalu seperti anak ibuk yang sekarang, jangan pernah tunjukkan mata emerald kamu ya sayang." Kata Lily sambil memeluk Nia dengan air mata yang meluncur membasahi wajahnya yang masih kelihatan cantik.
"InshAllah buk. Nia akan ingat semua pesan ibuk." Kata Nia yang juga menangis dalam pelukan ibunya.
Sebelum keberangkatan Nia ke kota P yang hanya tinggal beberapa hari lagi, membuat Sean semakin gusar. Sean terus saja membujuk Nia untuk tetap kuliah di kota B.
"Ayolah Cin.. Lo jangan tinggalin gue ya.. Please..." Kata Sean dengan wajah memelasnya.
"Sean gue udah nggak mungkin batalin. Suratnya sudah ada. Lo baik-baik di sini tanpa gue. Jangan banyak lagi pacar lo. Satu aja. Kak Aisyah itu baik. Dia tulus sayang sama lo. kalau yang lain modus semua. Nanti kalau liburan, gue akan main ke sini. Lo boleh telpon gue setiap hari, gue akan dengar semua cerita lo. Tapi nggak pas jam kuliah ya." Kata Vanila panjang lebar.
"Lo tega sama gue. Lo nggak sayang gue." Rajuk Sean.
"Gue sayang, cinta malah sama lo." Kata Nia dalam hati, dan hanya memperlihatkan senyumnya kepada Sean.
"Jadi kapan lo berangkat?" tanya Sean yang mencoba mengalah menerima keadaan.
"Lusa." jawab Nia.
"What?! cepat banget. Bukannya perkuliahan masih sekitar 2 bulan lagi?" tanya Sean terkejut.
"Itu tempat dan kota baru Sean, gue perlu waktu buat adaptasi." terang Nia menjadikan adaptasi sebagai alasan, padahal Nia sudah tidak sanggup berlama-lama ada di dekat Sean. Perasaan cintanya yang terpendam membuat hati Nia sakit, apalagi melihat Sean dekat dengan perempuan lain.
"Kalau gitu, lo hari ini harus nemanin gue jalan-jalan. Tidak ada penolakan." Kata Sean lagi, yang hanya di jawab anggukan dan senyuman oleh Nia.
Akhirnya seharian itu mereka habiskan untuk berjalan-jalan, mengunjungi beberapa tempat wisata yang indah. Sean bahkan diam-diam sempat mengabadikan beberapa foto Nia yang sedang memandang pemandangan. Mengeditnya sedikit agar tidak kelihatan wajah Nia, karena Nia tidak pernah mau wajahnya kelihatan, dan hanya memperlihatkan siluet hitam, tetapi foto itu terlihat sangat cantik walau hanya menampakkan siluet hitam.
Sean memposting foto itu di medsosnya dengan caption yang cukup sedih, sehingga segera di banjiri like dan coment para folower nya.
Hari ini Nia berangkat meninggalkan kota B, kota tempat ia di besarkan, kota yang memberikan rasa bahagia sekaligus rasa sakit karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Setelah menempuh penerbangan kurang lebih selama 2 jam, akhirnya Nia sampai di bandara kota P. Nia menunggu untuk mengambil travel bagnya yang memang tidak terlalu besar, karena Nia tidak membawa banyak barang. Setelah menunggu sekitar 10 menit, akhirnya Nia melihat travel bagnya yang ada di konveyor ujung, tapi Nia terkejut ketika tasnya di ambil oleh seorang laki-laki yang tampan, menggunakan kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya, bibirnya yang kissable dan berwarna cerah, namun tidak ada senyuman dan bahkan kelihatan judes, tapi wajah judesnya tidak membuat ketampanannya berkurang.
"Tuan maaf. Itu punya saya." kata Nia ragu-ragu sambil menunjuk tasnya. tapi laki-laki itu hanya menaikkan alisnya sambi memandang Nia dari atas sampai bawah.
"Kenapa sayang?" Tanya seorang wanita yang langsung menggandeng lengan laki-laki itu dengan manja. Wanita dengan penampilan modis dan terlihat sangat cantik. Mereka berdua pasangan serasi sekali di mata Nia dan orang-orang sekitarnya.
"Ini tas kamu bukan?" tanya laki-laki itu ramah sambil tersenyum.
"iya." jawab wanita itu sambil melihat tas yang di perlihatkan oleh laki-laki itu.
"Ini tas tunangan saya." kata pria itu jutek.
"Maaf nona, coba dilihat lagi. ini tas saya, karena ada sticker kecil nama saya dekat handle pegangannya. kalau tidak percaya silahkan anda lihat." terang Nia sopan.
Lalu laki-laki dan perempuan itu segera memeriksanya dan benar ada tulisan "Ghania Khansa K" di tas itu.
Laki-laki itu segera menyerahkan tas Nia tanpa mengucapkan sepatah katapun dan kembali melihat konveyor dan mengambil tas yang benar.
"Maaf" kata Nia lalu pergi meninggalkan laki-laki yang menurut Nia nggak sopan karena sudah salah ambil tas tapi tidak minta maaf.
Laki-laki itu hanya memandang Nia yang sedang ngomel-ngomel nggak jelas karena laki-laki tadi.
"Ayo sayang" Kata perempuan cantik itu sambil menggandeng tangan laki-laki itu, pergi meninggalkan bandara.
Nia menuju asrama kampusnya dengan menggunakan transportasi online. Sesampainya di asrama kampus, Nia segera melapor agar ia bisa segera mengistirahatkan tubuhnya.
Penjaga asrama menyambut Nia dengan ramah dan mengantarkan Nia ke kamarnya. Kampus itu merupakan kampus terbaik di kota P dengan fasilitas yang lengkap. Kebanyakan yang kuliah di sana adalah anak-anak pintar atau anak orang-orang berduit yang kuliah karena donasi orang tuanya.
Walaupun memiliki asrama, tapi jumlah kamarnya tidak begitu banyak. Asrama itu hanya untuk mahasiswa undangan seperti Nia, dan mereka memang tidak menerima banyak mahasiswa undangan.
"Terimakasih bu" Ucap Nia ramah ketika Ibu penjaga asrama mengantarnya.
"Sama-sama. Semoga kamu betah di sini. Oh iya kalau mau ke mesjid, mesjidnya ada di sebelah kanan asrama. Kalau sekarang belum terlalu ramai, soalnya masih banyak yang libur." terang ibu asrama yang bernama bu Yuni ramah, lalu pamit meninggalkan Nia.
Baru saja Nia ingin merebahkan tubuhnya sebentar, merasakan tempat yang akan menjadi peraduannya selama kuliah, tiba-tiba telponnya bergetar.
"Michiiiiinnn. Lo udah sampai? Kok nggak bilang gue kalau lo berangkat pagi-pagi?!" protes Sean karena Nia memang tidak pamit dengan Sean sewaktu dia berangkat.
"Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh Sean." sindir Nia karena Sean tidak ucapkan salam.
"Oh iya Assalamualaikum Wa Rohmatullahi Wa Barakatuh." Katanya ketus.
"Alhamdulillah gue udah sampai dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Gue nggak mau ntar lo nangis-nangis di bandara. malu-maluin gue." Kata Nia sambil tertawa.
"Lo kira gue cowok apaan, bakal nangis di bandara?" Protes Sean.
"Udah ah. Nggak bisa di ulang ini juga. Lo baik-baik nggak ada gue. Jangan sampai mami lo kena serangan jantung tau tingkah anak sholehnya di luar tidak sama dengan di rumah." Kata Nia sambil tertawa.
"Kampret lo. Makanya lo jangan ninggalin gue." Kata Sean lagi.
"Udah ya Sean, gue mau istirahat dulu. Ntar gue telpon lagi.... kalau sempat" Kata Nia sambil tertawa karena membayangkan muka antusias Sean kemudian kecewa, dan segera mematikan sambungan telpon setelah mengucapkan salam, tanpa menunggu jawaban salam dari Sean.
Setelah beristirahat sekitar satu jam dan menyusun pakainnya di lemari, Nia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar asrama dan melihat-lihat kampus yang ternyata sangat luas.
Nia bertemu beberapa orang yang berada di kampus. Walaupun libur kuliah ternyata di kampus masih cukup banyak orang dengan berbagai keperluan.
Nia mendatangi perpustakaan dan membaca beberapa buku di sana. Perpustakaan yang nyaman seperti berada di cafe buku, membuat Nia betah berlama-lama di sana.
Setelah selesai membaca beberapa buku, Nia segera pergi ke mesjid yang berada di samping asrama untuk melaksanakan ibadah sholat Zuhur, lalu segera kembali ke kamarnya.
Asrama tempat tinggal Nia juga menyediakan fasilitas makan siang bagi yang tinggal di asrama, sehingga Nia tidak perlu repot-repot untuk makan di luar.
Asrama itu memiliki ruang makan yang besar dengan meja dan kursi panjang seperti berada di Hogwarts-nya Harry Potter. Walaupun asrama cowok dan cewek terpisah di sisi kiri dan kanan ruang makan, tapi ruang makan berada di tengah asrama dan tidak memisahkan penghuni asrama cewek atau cowok untuk makan.
"Boleh Nia bantu bu?" Tanya Nia pada bu Yuni yang terlihat sedang repot menata makanan di meja makanan.
"Jangan ah. Kamu kan baru sampai, pasti masih capek." Tolak buk Yuni ramah.
"Nggak apa-apa. Nia biasa kok bantu Ibunya Nia di rumah majikannya." Jawab Nia yang tidak ingin menyembunyikan kehidupannya, dimana ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga.
"Nggak usah. Ibu bisa kok." Kata buk Yuni lagi.
"Nia bantu angkatin piring kotor aja ya?" Kata Nia lalu segera mengambil piring-piring dan gelas kotor yang ada di meja, karena beberapa penghuni asrama yang tidak libur selesai makan siang.
Bu Yuni hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat Nia yang begitu bersemangat membereskan meja makan yang kotor.
"Kamu sudah makan?" Tanya bu Yuni ketika melihat Nia meletakkan piring dan gelas terakhir di wastafel.
"Belum. Ini Nia mau makan. Ibu sudah makan?" Tanya Nia balik.
"Ibu Yuni mah kalau soal makan nomor satu neng." Celetuk salah satu pegawai asrama yang sedang cuci piring.
"Alhamdulillah. Kalau gitu, Nia makan dulu ya bu." Kata Nia lalu segera menuju meja tempat makanan dihidangkan. Nia mengambil makanan sesuai porsinya.
Selesai makan, Nia segera membereskan gelas dan piringnya serta mencuci sendiri tempat makannya.
"Itu makanannya masih banyak. Untuk makan malam ya bu?" Tanya Nia pada bu Yuni.
"Nggak. Menu sarapan, makan siang dan makan malam berbeda. Makanan yang tersisa akan di bungkus dan dibawa pulang karyawan yang kerja disini. Sisanya lagi nanti dibuatkan nasi kotak dan akan dibagikan untuk anak-anak jalanan yang ada di rumah singgah, dekat jembatan layang yang nggak jauh dari sini." Terang bu Yuni.
"Boleh Nia bantu packing dan antar?" Tanya Nia antusias.
"Boleh. Kebetulan Tio yang biasa ngantar ke sana sedang KKN. Minggu depan dia baru balik." Terang bu Yuni.
Selama di asrama dan belum mulai kuliah, Nia selalu membantu bu Yuni dan membaca buku-buku yang ada di perpustakaan. Nia juga sudah akrab dengan beberapa pengurus mesjid yang perempuan, karena Nia suka merapikan mukenah yang sudah selesai di pakai, tapi tidak di susun kembali.
Sudah dua bulan Nia berada di asrama, Sean setiap hari menelpon Nia, meminta Nia untuk kembali ke kota B, dan juga bercerita tentang pacar-pacarnya dengan berbagai macam tingkah.
"Terus, gimana lo mutusin kak Cintya?" Tanya Nia.
"Nah itu dia gue bingung. Nggak ada lo buat omel-omelin Cintya, jadi gue belum putus. Dia penuntut banget. Apa-apa maunya cepat, gue kan nggak bisa di paksa-paksa. Mau gue putusin tapi nggak tega, karena kan biasanya lo si super tega yang mutusin pacar-pacar gue. Lo balik sini aja deh Cin." Rengek Sean lagi tetap usaha agar Nia kembali.
"Nggak bisa Sean. Lagian hari senin gue udah aktif di kegiatan MaBa. Lo belajar dong hidup tanpa gue. Kan nggak mungkin selamanya kita sama-sama. Kita nanti akan punya kehidupan dengan keluarga masing-masing." Terang Nia.
"Ih. Lo mikirnya jauh bener. Baru tamat sekolah ini. Komitmen mah, masih lama. Mau puas-puasin main dulu sambil berusaha cari yang terbaik." Terang Sean sambil nyengir.
"Serah Lo deh. Yang jelas gue nggak mau ya, terlibat lagi dengan dosa-dosa lo yang hobi nyakitin cewek." kata Nia lagi.
"Tapi Cin, bantuin gue putusin Cintya sama Dena, gue janji ini yang terakhir." Kata Sean sambil memperlihatkan wajah memelasnya karena mereka sedang VC-an.
"Ya udah. Janji ini yang terakhir ya?" Kata Nia sambil menghela napas pasrah, karena akhirnya ia bersedia membantu cinta bertepuk sebelah tangannya.
"Janji" kata Sean sambil memperlihatkan jari kelingkingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments