Bian yang mendapatkan laporan dari salah satu anak buahnya yang menjaga Nia, segera menelpon anak buahnya yang menjaga Elsa. Bian sangat marah dan memutuskan segera kembali dari perjalanan bisnisnya.
"Berani-beraninya kamu memukul adek kamu Elsa?" Marah Bian ketika melihat Elsa yang tengah duduk sambil membaca majalah bersama mamanya.
"Ada apa mas? Mas duduk dulu." Kata Tamara yang mencoba menenangkan Bian, dan pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
"Tanya sama anak kamu." Kata Bian ketus
"Papi jalan sama perempuan lain mi." Jawab Elsa
"Kamu selingkuh mas?" Tanya Tamara marah.
"Jangan sembarangan ngomong kamu Tamara. Aku masih waras. Nggak mungkin kamu nggak tahu aku jalan sama siapa? Nggak usah akting. Kamu pikir aku nggak tahu, kamu nempatin orang buat mata-matain aku. Selama ini aku diam saja karena aku malas ribut. Tapi kalau kamu sama Elsa nyakitin anak ku dan Lily, aku nggak akan tinggal diam." Kata Bian sinis.
"Tapi Elsa nggak suka papi jalan sama orang lain. Anak papi tuh Elsa. nggak ada yang lain." Kata Elsa dengan suara yang meninggi.
"Kamu punya adek beda ibu Elsa. Ingat itu !. Nia itu adek kamu. Seharusnya kamu menyayangi adek kamu. Jangan egois." Kata Bian marah mendengar perkataan Elsa.
"Elsa nggak perduli. Elsa nggak punya saudara. Papi adalah papinya Elsa." Kata Elsa lagi sambil menangis, yang selalu menjadi kelemahan Bian. Bian paling tidak bisa melihat Elsa menangis.
"Maafin papi Els. Tapi kamu juga harus paham. Paling nggak, jangan ganggu Nia." Kata Bian dengan suara yang mulai lembut sambil memeluk Elsa untuk menenangkannya.
"Kalau papi janji nggak jalan dengan dia lagi, Els nggak akan ganggu." Kata Elsa sambil mendongakkan wajahnya menatap Bian, dan Bian hanya mengangguk dengan berat hati.
Sesudah menenangkan Elsa, Bian menuju ruang kerjanya, menghubungi Nia dan menanyakan kondisinya. Bian juga menyampaikan kalau dalam waktu dekat ini, Bian tidak akan menemui Nia, dan Nia menyetujuinya, toh selama ini Nia baik-baik saja hidup tanpa Bian.
Nia yang memang dasarnya bunglon, tidak pernah merasa terbebani dengan kejadian yang menimpanya. Walaupun banyak yang berbisik-bisik mengatakan kalau Nia simpanan om om, Nia tidak perduli.
"Kamu nggak risih Ni, di gosipin sama Cantika?" Tanya Dian.
"Kucing mengeong, kafilah tetap berlalu." Jawab Nia sambil mengunyah nuget pesanan Dian.
"Bukannya guguk menggonggong ya?" Tanya Oget heran.
"Biar sopan aja." Jawab Nia yang kembali memasukkan nuget ke mulut mungilnya.
"Itu mulut aja yang mungil, tapi kayak truk tangki, muatannya banyak." Protes Dian karena sudah hampir satu porsi Nia makan Nuget pesanannya, dan hanya di jawab cengiran yang memperlihatkan gigi Nia yang berbaris putih dan rapi, seperti model iklan pasta gigi.
"Bang Oget, kalau pesan sekalian ya, Nugetnya dua porsi. Nih uangnya." Kata Nia sambil mengeluarkan uang 50.000 dari kantong celananya.
"Udah, abang aja yang bayar, pantang bagi bang Oget nerima duit cewek. Duit abang kan nggak ada nomor serinya." Kata Oget sambil menaik nurunkan alis matanya.
"Terserah deh. BTW, makasih ya bang." Kata Nia sambil tersenyum.
"Ni laporan kegiatan kita kemaren udah dikirim?" Tanya Rico.
"Udah bang, udah di periksa juga sama pak Oscar." Kata Nia.
"Dert...Dert..."
"Michiiinnnnn. Lo harus tolongin gue." Terdengar teriakan Sean begitu Nia menekan telpn hijau.
"Wa'alaikumussalam Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh Sean." Jawab Nia sambil tersenyum karena Sean melakukan VC.
"Gue panik. Assalamualaikum." kata Sean.
"Kenapa lagi?, ketahuan sama ibuk kalau Lo pacaran?" Tanya Nia.
"Ih... emang cenayang Lo ya. Kok tahu. Mami tahu gue pacaran, soalnya nggak sengaja ketemu mami di mall. Kartu gue di sita." Kata Sean dengan wajah sedihnya.
"Makanya jangan pacaran. Langsung nikah aja Lo." Kata Nia sambil tertawa yang membuat Sean semakin manyun.
"Sahabat nggak ada akhlak Lo ya. Temen lagi susah malah lo ledekin." Protes Sean.
"Ye.. Lo yang pacaran, terus kok gue yang nggak ada akhlak. Lo sakit ya?" Tanya Nia yang kembali cekikikan.
"Udah ah. Malas gue ngobrol sama Lo sekarang, bukannya ngasih gue solusi, malah bikin gue tambah emosi." Protes Sean lagi.
"Eleh eleh.. anak mami merujak. Ya udah, tinggal lo bujuk aja Ibuk, terus Lo bilang, kalau Lo nggak pacaran, cuma teman dekat doang. Sekali-sekali menikmati hidup kan nggak apa-apa. Lo ngomongnya sambil pasang watados Lo, gue yakin, ibuk pasti luluh." Kata Nia lagi.
"Iya juga ya..kok gue nggak kepikiran sangking paniknya. Ok deh. Thank you ya Chin.. lo emang daebak." Kata Sean lalu mematikan sambungan VCnya setelah mengucapkan salam.
"Siapa Ni?" Tanya Dian yang memang suka kepo.
"Sean, anak majikan aku." Jawab Nia.
"Keren kamu ya. Bisa sedekat itu sama anak majikan." kata Dian lagi.
"Iya, mau bagaimana lagi, kita berdua itu udah kayak sendal jepit." Jawab Nia sekemnanya.
"Kok sendal jepit?" Tanya Fian bingung.
"Ya selalu berdua, dari kecil sampai kita tamat SMA." jawab Nia.
"Sean itu ganteng nggak sih?" Tanya Dian penasaran.
"lihat aja di IGnya, nggak privat. Jadi siapa aja bisa akses lihat foto-fotonya Sean. Cari Aja OSean." Jawab Nia lagi, lalu Dian segera menjelajahi dunia maya untuk melihat Sean.
"Ya ampun Ni, ini mah ganteng banget. Kayak opa-opa korea. Mana imut banget gini wajahnya. Kamu suka gak sih sama Sean?" Tanya Dian lagi, yang hanya dijawab cengiran oleh Nia.
"Kebiasaan kamu jadi model iklan pasta gigi." Protes Dian.
"Sean itu banyak banget pacarnya, dan cantik semua. Aku ini apalah, cuma remahan rengginang." Kata Nia dengan wajah sedih.
"Tapi bohong" Kata Nia lagi lalu tertawa.
"Nia... kebiasaan kamu ya." Kata Dian sambil melemparkan tisu.
"Udah ah. ini cewek berdua kalau udah ngomongin cowok cakep, pasti aja rebutan. Nggak lihat ini ada bang oget yang gantengnya nggak bertepi." Kata Oget sambil membanggakan diri.
"Ganteng sih bang. Tapi kalau dilihat dari tugu monas pakai sedotan." Ledek Nia sambil tertawa yang di benarkan oleh Dian, Aldi dan Rico.
Nia melepas kaca mata bulat yang selalu Nia pakai, karena kaca matanya berembun akibat dari tadi Nia tertawa terus.
Dian, Rico, Oget dan Aldi tidak berhenti memandang Nia yang masih tertawa sambil mengelap kaca matanya, yang membuat Nia berhenti tertawa karena sadar kalau teman-temannya sedang memperhatikan.
"Kamu cantik Ni kalau nggak pakai kaca mata." Kata Rico tanpa sadar.
"Cewek, dimana-mana cantiklah." Kata Nia sambil memakai kembali kaca matanya.
"Kaca mata kamu minus?" Tanya Aldi.
"Nggak sih. Suka aja. biar kelihatan smart gitu." Kata Nia sambil tertawa.
"Kamu sama kak Elsa sama-sama cantik, bedanya kamu putih, kalau kak Elsa agak eksotis gitu. Indonesia banget." kata Dian.
"Aku itu dapat kontur wajahnya papa dan kulitnya ibuk. kalau kak Elsa dapat kontur wajah papa, sama kulitnya. hehehe" Kata Nia sambil nyengir.
Seperti itu hari-hari yang di lalui Nia. Sejak kedatangan Elsa yang melabrak Nia, Bian tidak pernah lagi menemui Nia, walau sesekali Bian akan VCan dengan Nia untuk melepaskan rasa rindunya. Bian tahu betul Elsa seperti apa, makanya Bian tidak mau mengambil resiko kalau Elsa akan mencelakai Nia, ketika Bian nekat bertemu dengan Nia. Walaupun begitu, Bian selalu mendapatkan laporan tentang Nia dari salah satu anak buahnya, yang ia perintahkan untuk mengikuti Nia, tapi tidak boleh diketahui Nia.
Tidak terasa sudah dua semester atau setahun Nia berpisah dari ibunya. Liburan kali ini Nia memutuskan untuk kembali ke kota B, menghabiskan waktu liburan yang lumayan lama.
"Aku sudah tebak, kalau IPK kamu bakalan cumlaude Ni. Selamat ya." Kata Rico sambil menjabat tangan Nia.
"Terimakasih. Ini juga karena ada sahabat-sahabat hebat aku yang selalu dukung aku." Kata Nia sambil memuji teman-temannya.
"Nia jadi balik ke kota B?" Tanya Dian.
"Jadi. Besok pagi berangkat. Udah pesan tiket." Jawab Nia.
"Kamu jadi liburan ke negara S Di?" Tanya Oget.
"Jadi. Ntar jadikan janjian ketemu di sana?" Tanya Dian sam Oget yang sama-sama akan liburan ke negara S.
"Wah seru. Aku mah liburan di sini aja. Soalnya papi sama Ami lagi sibuk." Kata Aldi dengan wajah sedih.
"Jangan khawatir bro. Aku juga nggak kemana-mana." Kata Rico sambil menepuk pelan bahu Aldi.
"Ogah liburan sama kamu. Masa jeruk makan jeruk." Protes Aldi yang membuat Nia, Oget dan Dian tertawa.
Hari ini seperti yang direncanakan, Nia akan kembali ke kota B, mengunjungi ibu yang sudah setahun tidak dipeluknya, yang hanya bisa Nia tatap melalui layar Hp.
Nia sengaja tidak memberitahukan tentang kepulangannya ke kota B, karena Nia ingin memberikan kejutan untuk ibunya.
Setelah menempuh perjalanan udara kurang lebih 2 jam, akhirnya Nia menginjakkan kakinya di kota B. Nia segera memesan transportasi online untuk mengantarkannnya ke alamat tempat ibunya berada.
Begitu turun dari transportasi online, Nia merasakan kalau hpnya bergetar, karena memang Nia lebih suka mensilentkan hpnya.
"Ck.. tau aja nih anak gue ada di kota B." Kata Nia begitu melihat nama Bian muncul.
"Cin lo di mana? Lo bisa balik ke kota B nggak?" Tanya Sean dengan nada suara panik.
"Gue di depan rumah Lo. Ini baru masuk rumah." Kata Nia yang baru masuk rumah Sean yang di jaga seorang satpam yang sangat mengenal Nia.
"Lo burun ke Rumah Sakit Melia. Nanti kalau udah sampai parkiran lo telpon gue." Kata Sean lagi.
"Tapi.."
"Nggak ada tapi-tapi. Buruan." Kata Sean lalu mematikan sambungan telponnya.
"Loh, non Nia pergi lagi?" Tanya satpam yang bernama pak Bambang heran.
"Iya nih pak, Sean nyuruh ke rumah sakit. Siapa yang sakit ya pak?" Tanya Nia bingung.
"Wah. kurang tau Bapak non. Tadi pagi semua sehat-sehat kok. Ibuk nya non sama nyonya tadi ke pasar, terus den Sean ke kampus dan tuan udah seminggu di kota J." Terang pak Bambang.
"Ya sudah, Nia ke rumah sakit dulu ya pak. Assalamualaikum." Kata Nia lalu masuk ke dalam transportasi online yang sudah datang.
Jarak rumah Sean dengan rumah sakit tidak terlalu jauh, ditambah jalanan yang lengang karena masih pagi.
"Gue udah diparkiran. Lo di mana?" Tanya Nia begitu keluar dari transportasi online.
"Lo langsung ke loby. Gue tunggu." Kata Sean lagi.
Nia segera melangkahkan kakinya ke rumah sakit, dan melihat Sean yang sedang berdiri celingukan menunggu Nia.
"Lo yang sabar ya Cin. Lo jangan panik. Ada gue sama mami." Kata Sean sambil menarik tangan Nia berjalan menuju UGD.
"Kenapa gue harus panik?" Tanya Nia bingung, tapi tetapengikuti langkah Sean.
"Tante Lily kecelakaan." Kata Sean yang membuat Nia melepaskan pegangan tangan Sean dan mematung di tempat ia berdiri.
"Becanda lo nggak lucu Sean." Kata Nia menolak, kalau ibunya mngalami kecelakaan.
"Gue nggak bercanda." Kata Sean lagi, lalu segera menarik Nia kembali berjalan ke UGD.
Sesampainya di depan pintu UGD, Sean membawa Nia masuk dan memakaikan gaun protektif ICU. Sean menuntun Nia ke tempat Ibunya berada, dimana Ibunya sudah tidak sadarkan diri, dengan beberapa alat medis yang terpasang.
"Bagaimana ibu saya dok?" Tanya Nia yang berusaha tegar.
"Kondisi pasien kritis karena benturan yang sangat keras. Saat ini pasien tidak sadarkan diri. Kami akan berusaha melakukan yang terbaik." Terang dokter jaga.
"Boleh saya lihat Ibu saya dok?" Tanya Nia dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya yang putih bersih.
"Silahkan. Tapi hanya satu orang." Terang dokter itu.
Nia segera memasuki ruangan tempat Lily terbaring dengan alat-alat medisnya. Nia segera menggenggam tangan Lily yang tidak ada peralatan medis.
"Buk. Ini Nia. Ibuk harus cepat sembuh ya. Nia akan jaga ibuk." Kata Nia sambil memegang tangan Lily.
"Ni..." Terdengar suara Lily lemah memanggil Nia.
"Iya buk. Nia disini. Nia akan jaga ibuk sampai ibuk sembuh. Ibuk yang kuat ya." Kata Nia dengan air mata yang terus mengalir.
"Maafin.... ibuk." Kata Lily dengan suara lemah dan berat.
"Ibuk jangan ngomong. Ibuk istirahat aja. Nia jagain ibuk." Kata Nia sambil meletakkan tangan Lily ke pipinya.
"Maafin... ibuk." Kata Lily lagi.
"Ibuk nggak salah. Nggak ada yang perlu di maafin. Ibuk adalah ibuk terbaik yang Nia miliki." Kata Nia masih dengan air mata yang nggak mau berhenti mengalir.
"Jaga... diri... kamu.. baik-baik. Maaf... ibuk... tidak bisa... jaga... kamu lagi."
"Ibuk jangan ngomong gitu. Ibuk pasti sembuh. Ibuk nggak perlu jaga Nia. Nia yang akan jaga ibuk." Kata Nia lagi.
"Cari... papa... kamu... Sampaikan... maaf ibuk." Kata Lily dengan suara yang terputus-putus.
"Ibuk sampaikan sendiri dengan papa. Nia udah ketemu papa. Ibuk yang kuat. Jangan tinggalin Nia." Kata Nia sambil menggenggam tangan Lily erat.
"Ibuk... capek... kamu... ikhlas...in...ibuk..."
"Ibuk jangan ngomong gitu." Kata Nia lagi, lalu terdengar Lily mengucapkan kalimat syahadat dengan suara pelan dan terbata-bata.
"Ibuk..... jangan tinggalin Nia buk. Jangan tinggalin Nia." Kata Nia yang mulai histeris karena suara patient monitor yang panjang dan menunjukkan garis lurus.
Sean segera menarik Nia keluar dan memeluk Nia erat, berusaha menangkan Nia, agar dokter bisa berusaha menyelamatkan Lily.
Setelah berusaha sekitar 10 menit, akhirnya dokter menyatakan waktu meninggal pasien dan menyampaikan kepada keluarga pasien.
"Itu nggak benar kan Sean? Ibuk cuma tidur kan Sean?" Tanya Nia kepada Sean, sambil melihat dokter dan suster yang mulai melepaskan peralatan medis yang terpasang di tubuh Lily.
"Lo yang sabar Cin. Ada gue. Gue yang akan jagain Lo. Ada mami dan papi juga. Kita semua jagain Lo. Lo nggak sendiri. Ikhlasin tante Lily." Kata Sean sambil memeluk Nia, dan mendongakkan wajahnya, agar air matanya tidak mengalir.
Sean membawa Nia keluar dari ruang ICU, mendudukkan Nia di bangku tunggu, dan segera memberikan air mineral kepada Nia yang memang tersedia tidak jauh dari tempat mereka duduk.
Karena terus terusan menangis, Nia membuka softlense hitam yang selalu dipakainya untuk menutupi iris emerald yang selalu disembunyikannya.
Lebih dari satu jam Nia duduk dengan air mata yang terus mengalir, sementara Sean sibuk mengurus jenazah Lily untuk dibawa pulang.
"Ayo Ni. Ibuk sudah di ambulans." Kata Sean yang membuat Nia mendongakkan wajahnya, menatap Sean sedih dengan mata emeraldnya yang membuat Sean terkejut, tapi tidak bisa banyak bertanya karena kondisi Nia yang syok.
Sean menuntun Nia untuk masuk ke ambulans, dan duduk di samping Nia. Menggenggam tangan Nia erat, menyalurkan kekuatan agar Nia bersabar.
Sesampinya di rumah Sean, sudah ada beberapa warga yang datang melayat, dan menyambut kedatangan jenazah.
Maminya Sean segera memeluk Nia erat dengan air mata yang terus bercucuran.
Beberapa warga membantu menurunkan jenazah untuk disemayamkan di rumah duka. Nia duduk disamping jenazah Lily, tanpa mengucapkan sepetah katapun, bahkan ketika orang-orang mengucapkan belasungkawa.
"Pemakaman sudah siap. Jenazah ibuk kamu juga sudah dimandikan di rumah sakit. Ada yang mau di tunggu Ni?" Tanya maminya Sean.
Nia kemudian teringat dengan papanya. Karena bagaimanapun Bian adalah suaminya Lily. Bian tidak pernah menceraikan Lily, walaupun dulu Bian mengusirnya.
"Pa..."
"Iya sayang. Kenapa suara kamu seperti orang nangis?" Tanya Bian panik.
"Ibuk... Ibuk..."
"Iya kenapa dengan Ibuk Ni?" tanya Bian lagi.
"Ibuk... Ibuk..."
"Iya, ibuk kenapa?" Tanya Bian bingung, karena Nia hanya mengucapkan kata ibuk dengan suara terisak.
Sean yang berada di sebelah Nia, segera mengambil HP Nia.
"Assalamualaikum om. Saya Sean, saya mau kasih tahu kalau tante Lily sudah meninggal."
"Apa?! Nggak mungkin. Bagaimana mungkin istri saya meninggal?" Tanya Bian panik.
"Tante Lily mengalami kecelakaan, dan nyawanya tidak bisa di selamatkan. Kalau Om mau lihat tante Lily sebelum dimakamkan, kami akan tunggu." Jelas Sean lagi.
Bian yang kebetulan berada di kota J yang tidak jauh dari kota B, segera menuju kota B. Dalam kurun waktu kurang dari dua jam, akhirnya Bian sampai ke rumah Sean.
Bian melihat Nia yang sedang menatap jenazah yang di tutupi selendang transparant.
"Ni..." Ucap Bian sambil menatap Nia. Nia yang mendengar suara Bian, segera mendongakkan wajahnya menatap Bian dengan air mata yang terus mengalir.
"Ibuk ninggalin Nia pa." Ucap Nia ketika Bian memeluknya erat. Bian berusaha menenangkan Nia yang terus saja menangis, shock dengan kejadian yang begitu cepat, membuat ia harus kehilangan sosok yang sangat dicintainya.
Bian melepaskan pelukannya dari Nia dan membuka selendang yang menutupi wajah Lily, istri yang sangat dicintainya, istri yang selama ini dicarinya, tetapi harus ketemu ketika Lily pergi meninggalkan Bian selama-lamanya. Bian mencium kening dan kedua pipi Lily untuk yang terakhir kalinya, karena bagaimanapun, tidak pernah ada kata talak sewaktu Bian dulu mengusir Lily karena emosi.
"Pemakaman tante Lily sudah siap om. Apakah tante Lily bisa segera kita antar ke peristirahatannya yang terakhir?" Tanya Sean.
"Iya. Kita harus segera memakamkannya." Kata Bian, lalu segera menutup wajah Lily.
Petugas yang membantu proses pemakaman, segera mengangkat Jenazah Lily untuk di sholatkan di mesjid yang ada di sekitar komplek perumahan, sebelum membawanya ke pemakaman.
Bian menuntun Nia yang masih shock dengan kepergian Lily.
Nia anak yang kuat dan tegar, karena Lily memang mendidik Nia untuk menjadi anak yang selalu ikhlas, tidak harus terus-terusan berkubang dengan kesedihan atau kemarahan, agar hidup mereka tidak penuh beban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Sri Wahyuni
pdhl siksa dlu pikiran dn hati nya s bian biar nyesel
2023-01-26
0
Sri Wahyuni
klau gue ogah ngakuin s bian dan maafin y
2023-01-26
0
Umar
ada ya mnusia goblok n idiot kyak nia, nrma papa yg dah jhat sma dia n ibunya, bnarkan smua pngrang novel itu orang saraf
2022-12-27
1