Pria Menyebalkan

Syakira memang terlihat pendiam bahkan terbilang cuek, tetapi jika ada orang yang mengusik diri atau orang terkasihnya, maka tak segan ia akan melawan.

Gadis itu kembali menaiki anak tangga dan mengejar pria yang menurutnya kejam ke dalam gedung dengan napas memburu.

"TUNGGU!" teriak Syakira tepat saat pria itu akan memasuki lift. Tanpa disadari ia membuka masker dan topinya. Tampaklah hidung mancung dan wajah yang cantik serta rambut panjang terurai.

"Jangan mentang-mentang Anda orang kaya bisa seenaknya saja memperlakukanku seperti ini! Mana uang ganti rugi atas kerusakan kotak semirku!" hardik Syakira dengan tangan terulur.

"Cih! Wanita g*la!"

"Kau ...," Syakira hendak menarik jasnya, tetapi tiba-tiba Alex datang dan menahannya.

"Alex, urus wanita g*la ini!" titah pria berpostur tegap itu sambil memasuki lift.

Alex memakaikan masker dan topi Syakira. "Ikut Kakak," ucapnya seraya menarik tangan.

Mereka sudah ada di luar gedung dan Syakira masih bertahan dengan wajah kesalnya.

"Ada apa sebenarnya?" tanya Alex lembut.

Syakira menceritakan yang telah terjadi.

Alex membuang napas kasar. "Nanti Kakak perbaiki. Sekarang kamu bawa pulang saja, sepulang kerja Kakak ke rumah."

"Tidak usah, merepotkan Kakak," ucap Syakira sambil memunguti barang-barang miliknya, "siapa pria itu, Kak? Sya baru lihat," sambungnya.

Alex tersenyum seraya berkata, "Dia adalah Tuan Edric, Bos Kakak.

"Cih! Bos kelakuan mines, menyebalkan!"

Alex terkekeh, "Awas! Jangan benci, nanti kamu cinta sama dia. Kalau kamu cinta sama dia, nanti Kakak gimana?"

Syakira mengerutkan kening, "Maksud Kakak?"

"Eh, ma-maksud Kakak, sekarang Kakak ada meeting. Bye cantiknya Kakak!" Alex segera berlalu, meninggalkan tanya di benak Syakira.

"Lah ... dia pergi," gumam Syakira seraya menatap punggung Alex.

"S*al! Kenapa dada ini berdegup kencang? Bilang cinta saja tidak, ya Tuhan. Ini mulut juga, kenapa gak bisa ngrem, sih?" Alex merutuki kebodohannya sembari memasuki ruangannya.

Syakira masih menatap kotak yang menurutnya kotak ajaib dengan tatapan pilu. Kotak yang selama ini mendatangkan rezeki untuk diri dan adiknya.

"Besok aku kerja apa? Dasar cowok sombong. Awas aja kalo ketemu lagi! Ketemu lagi? Ih ... amit-amit deh, jangan sampe ketemu lagi sama orang gak punya hati seperti dia," gerutu Syakira sambil memunguti kembali barangnya.

Perlengkapan semir sudah Syakira masukan ke dalam keresek yang memang selalu ia bawa. Keresek yang ia fungsikan sebagai penutup kepala kala hujan sekarang berfungsi sebagaimana mestinya.

"Masih pagi, mau ngapain coba di rumah?" gumamnya sambil berpikir, "lebih baik aku ke makam mama saja," sambungnya sembari menyampir tali kotak.

Syakira meninggalkan gedung yang menjulang itu, tak lupa ia membeli setangkai bunga lili kesukaan mamanya.

***

Tiba di gerbang TPU, Syakira menarik napasnya dalam. Rasa sedih kerap kali menyapa saat menginjakkan kaki di tempat ini. Kejadian mengenaskan kembali mengusik pikirannya. Namun, rasa rindu mengalahkan semuanya, Syakira tetap melangkah masuk.

"Kakek Mus, apa kabar?" sapa Syakira kepada penjaga makam.

Kakek Mus mengerutkan dahinya mencoba mengingat siapa yang menyapa, "Ini sama Non ...,"

"Syakira, Kek," jawab Syakira cepat sambil membuka masker dan topi.

"Oalah, Non. Apa kabar? Kemana saja baru ke mari?" tanya Kakek Mus dengan antusias.

Syakira menyunggingkan senyum, "Baik. Iya Kek, Sya baru sempat. Kakek sendiri apa kabar?"

"Beginilah Non, umur sudah tua ... ya ada saja yang dirasa, meriang lah, encok lah."

"Sekarang bagaimana keadaan Kakek? Kita ke rumah sakit saja, yuk," ajak Syakira.

Ia sangat khawatir dengan Kakek Mus, karena beliaulah tempat selama ini ia bersandar selain kepada Alex. Kakek Mus sudah menganggap Syakira sebagai cucunya sendiri, pun sebaliknya.

"Sudah membaik, semalam minta dikerik sama Mang Udin."

"Syukur kalau begitu. Ingat, kalau ada apa-apa kasih kabar Sya."

Kakek Mus tersenyum memperlihatkan beberapa giginya yang sudah tanggal.

Syakira menyusuri jalan setapak diiringi semilir angin. Ia disuguhkan rumput hijau berpetak yang tertata rapi. Ya, pusara sang mama berada di TPU yang terbilang elit. Dulu, warga bahu membahu membantu biaya pemakaman mamanya. Sifat mamanya yang ramah, dermawan, mudah bergaul, membuat warga sekitar dengan sukarela membantu.

Air mata sudah menganak sungai ketika pusara sang mama sudah di depan mata. Syakira berjongkok dan meletakan bunga lili seraya mencium batu nisan.

"Apa kabar, Ma? Maaf ... Sya baru bisa datang. Sya sama Jo kangen sama Mama, ingin peluk Mama. Oh iya, Jo sekarang sudah besar. Lain kali Sya ajak Jo ke sini lagi."

Sejenak Syakira menghela napas dan terdiam.

"Mama tahu Kak Alex, kan? Laki-laki yang pernah Sya bawa ke sini. Dia sangat baik, kemarin Sya diberi uang tiga juta, Ma."

Syakira pun menceritakan semua kejadian yang menimpa Jonathan di sekolah termasuk pertemuannya dengan Tuan Muda tadi pagi layaknya ia bicara bertatap muka.

Ada rasa tenang dalam hati Syakira setelah meluapkan semua kekesalannya kepada mamanya walaupun hanya di pusaranya saja.

Syakira mengusap-usap batu nisan, seolah ia membelai surai sang mama.

"Mama do'ain kami ya, agar kami diberi kekuatan dan kesabaran melewati ujian hidup. Kalau begitu, Sya pulang dulu, mau jemput Jo. Miss you, Ma," pamitnya sembari berdiri.

Langkah Syakira meninggalkan pusara, tetapi netranya tidak berpaling dari batu nisan.

Semoga suatu saat nanti kita dipertemukan kembali, Ma. Batin Syakira.

Kini, ia yakin melangkah ke depan.

Setelah berpamitan kepada Kakek Mus, Syakira meninggalkan areal TPU.

Baru saja Syakira berjalan beberapa langkah ke luar dari TPU, terdengar suara teriakkan dari seorang wanita.

"TOLONG ... JAMBRET!"

Sosok lelaki membawa tas merah berlari ke arah Syakira. Ia yakin jika dialah pelaku pejambretan.

"Ini saatnya mempraktekkan jurus Taekwondo yang pernah aku pelajari dulu," gumam Syakira sambil menyimpan kotak semir.

Syakira menjegal kaki lelaki tersebut hingga ia jatuh tersungkur. Tak cukup sampai di situ ternyata, lelaki itu bangkit kembali.

"Kau punya nyali rupanya. Terima ini!"

Lelaki itu mengayunkan tinjunya ke arah Syakira. Dengan tangkasnya ia mengelak semua perlawanan meskipun sempat terjatuh.

"Woi!" teriak warga yang melintas di sekitar TPU.

Teriakan warga membuat pejambret itu tunggang langgang, meninggalkan tas merah yang tergeletak di tanah.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya salah seorang warga.

"Tidak apa-apa, Pak," sahut Syakira sambil menepuk kotor yang ada di pakaiannya.

"Syukurlah, kalau begitu kami permisi."

"Iya, Pak. Terima kasih."

Seorang wanita paruh baya menghampiri Syakira.

"Apa ada yang luka, Nak?" tanyanya dengan khawatir.

"Tidak," jawab Syakira, "ini tas Anda, Nyonya?"

Wanita itu mengangguk. "Betul," sahutnya, "tunggu! Tanganmu terluka, Nak," sambungnya sambil memegang sikut Syakira.

Syakira tidak menyadari jika kemeja bagian sikutnya sobek dan menyisakan luka karena terjatuh tadi.

"Ah ... iya." Syakira tersenyum seraya melihat bagian sikutnya.

"Sebentar, saya hubungi putra saya dulu. Kita ke klinik," tutur wanita itu seraya merogoh ponsel dalam tasnya.

Sambil menunggu putranya datang, mereka berbincang saling mengenalkan diri. Wanita paruh baya itu bernama Lidya, ia akan ziarah ke makam sahabatnya.

"Memangnya kerja di mana putra Anda, Nyonya?" tanya Syakira penasaran.

Lidya belum sempat menjawab. Suara klakson yang nyaring mengalihkan perhatian mereka.

"Nah, itu anak saya," ujar Lidya seraya menunjuk sebuah mobil mewah.

Mobil itu berhenti dan sang pemilik mobil turun menghampiri mereka.

Mata Syakira membulat sempurna dengan rahang mengeras.

Lelaki itu ... bukankah yang tadi pagi menendang kotakku? Menyebalkan! Ingin kucabik saja wajahnya. Batin Syakira.

Ya, dia adalah Edric Michael Anderson, CEO tampan yang terkenal angkuh. Namun, di balik keangkuhannya dia seorang penyayang.

"Saya permisi, Nyonya," pamit Syakira.

Lidya mencekal tangan Syakira. "Tidak! Kita ke klinik dulu, tanganmu terluka. Sepertinya itu harus dijahit."

"Ayok, Ed. Kita ke klinik," sambung Lidya sembari menuntun Syakira ke dalam mobil.

Edric hanya mampu menatap Syakira dengan malas. Tidak juga protes karena sang mama pasti akan marah besar.

"Ya, Tuhan, darahnya terus keluar. Tahan sebentar, Sayang," ucap Lidya panik.

Hati Syakira seketika merasa hangat karena perhatian yang diberikan oleh Lidya. Netranya menatap lekat wanita yang usianya tak jauh dari mamanya, jika masih ada.

"Kenapa Mama yang repot, si?" ketus Edric di balik kemudi.

"Diam kamu, Ed! Ini gara-gara kamu, lama. Dia sudah bantu Mama ngambil tas dari pencopet."

Adric tersenyum sinis, "Mama percaya? Bisa saja dia bekerjasama dengan pencopet itu!"

"Edric!" bentak Lidya.

"Ya, ya ... maaf."

Syakira hanya tertunduk. Sebenarnya ingin marah, tetapi tidak mungkin karena ia menghargai Lidya.

"Maafkan anak saya," ucap Lidya sembari menggenggam tangan Syakira.

Syakira tersenyum diiringi anggukan.

***

Tidak berselang lama, akhirnya mobil terparkir di depan klinik. Gegas Lidya dan Syakira turun.

Lidya mengetuk pintu depan. "Turun!" titahnya kepada Edric.

Dengan malas, akhirnya Edric mengikuti langkah dua wanita di depannya. Terdengar ponsel Lidya berdering pertanda satu panggilan masuk.

"Ed, tolong antar Syakira ke dalam," titah Lidya, "Mama angkat telepon dulu."

Mau tidak mau Edric mengantar Syakira dan menemaninya di ruang tindakan.

"Lukanya dalam sekali, Nona. Seperti kena tusukkan," ujar seorang dokter.

Syakira meringis menahan perih saat lukanya dibersihkan. Spontan ia membuka topi dan maskernya.

"Sepertinya saya jatuh mengenai batu, Dok."

"Cih! So jadi jagoan," ledek Edric sembari membalas pesan. Rupanya Lidya lebih dulu pulang karena ada hal penting.

Syakira mendelik Edric dengan tatapan sebal campur kesal.

"Jika saja tahu wanita itu ibumu, tidak akan aku membantunya!" sesal Syakira.

Dokter itu pun segera menjalankan tugasnya ditengah pertengkaran mereka. Benar saja, Syakira mendapatkan beberapa jahitan atas lukanya.

"Selesai. Lukanya jangan dulu terkena air, Nona. Sebisa mungkin jangan melakukan gerakan berlebih dan tiga hari lagi kontrol lagi ke sini, ya," tutur sang dokter.

Syakira dan Edric keluar ruang tindakan setelah menerima resep dari dokter.

Tidak menunggu lama, obat pun sudah diterima Syakira. Tentu saja semua biaya pengobatan Edric yang menanggung.

Tak ada satu kata yang keluar dari mulut mereka. Saat tiba parkiran, Syakira langsung membuka pintu mobil hendak naik.

"Heh! Siapa suruh kau naik? Awas!" Edric menarik tangan Syakira kemudian ia mengambil semua barang milik gadis itu dan melemparnya.

Syakira melongo atas tindakan Edric.

"Bisa, kan Anda tidak melemparnya? Itu barang berhargaku!"

Edric tidak peduli atas apa yang Syakira ucapkan. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan melemparnya ke arah Syakira kemudian masuk ke dalam mobil, lalu menancap gas meninggalkan Syakira yang berdiri mematung.

"Kurang ajar! Kau pikir aku mau menerima uangmu, hah! Dasar pria tidak waras!" teriak Syakira sambil menatap mobil Edric.

Syakira memunguti uang tersebut dan memberikannya kepada tukang parkir yang ada di sana. Napasnya memburu menahan amarah dan kadar benci kian bertambah untuk pria bernama Edric.

Terpopuler

Comments

Xianlun Ghifa

Xianlun Ghifa

lanjut

2021-09-30

0

Mamie Sekar (AsK)

Mamie Sekar (AsK)

nanti benci jadi cinta 🥰

2021-09-29

0

Mak Aul

Mak Aul

menggemaskan


salam tukang ojek itu jodohku

2021-09-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!