Bukan Pertemuan Menyenangkan

Pelangi terlukis indah menghias cakrawala. Rupanya alam sedang memperlihatkan kuasa-Nya, membuat takjub bagi siapa saja yang memandang.

Perbedaan warna indah pelangi menggambarkan bahwa hidup manusia sudah seharusnya bisa menghargai perbedaan, baik agama, suku, bahkan si kaya dan si miskin. Sudah sepatutnya kita menjadikan perbedaan itu sebagai motivasi untuk menjadikan hidup rukun walaupun berbeda. Damai seperti pelangi yang selalu bersatu dalam keragaman warnanya.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Sesuai janji Syakira kepada sang adik, akhirnya mereka pergi ke kota untuk membeli perlengkapan sekolah.

"Cieee ... yang lagi seneng," ledek Syakira.

Jonathan tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang rapi, "Iya, Kak. Jo seneng, akhirnya sebentar lagi Jo pakai perlengkapan sekolah yang serba baru."

"Maafin Kakak ya, Dek," ucap Syakira.

"Boleh peluk Kakak?"

Keduanya menghentikan langkah. Syakira menoleh kepada sang adik yang sedang digandengnya, "Tentu, kenapa tidak?"

"Terima kasih, Kakak selalu ada buat Jo, selalu buat Jo bahagia. Aku sayang Kakak," ujar Jonathan seraya memeluk.

"Kakak juga sayang sama Jo, sayaaaaang banget. Berjanjilah sama Kakak, kamu harus jadi anak pintar. Buktikan kepada dunia kalau kamu hebat, tidak mudah diremehkan. Kejar cita-citamu, jangan mudah menyerah. Satu lagi yang terpenting, jadilah orang jujur," tutur Syakira.

"Iya, Kak. Aku akan buktikan semua sama Kakak."

Syakira melerai pelukan, "Kita lanjutkan perjalanan, nanti keburu malam."

***

Setelah tiga puluh menit menempuh perjalanan dengan berjalan kaki, akhirnya mereka tiba di pusat kota. Banyak toko yang berjejer dengan menawarkan berbagai macam produk juga diskon yang menggiurkan.

Kedua netra kakak beradik itu menyisir satu persatu toko yang dilewati. Namun, tiba-tiba saja ada sepasang pemotor berhenti tepat di samping mereka disertai dengan jatuhnya beberapa buah apel. Syakira juga Jonathan membantu memunguti apel tersebut.

"Ih ... Abang gimana sih, kok rem mendadak? Jatuh kan apelnya," ucap seorang wanita sembari turun dari motor.

"Maaf, Yang. Abang gak sengaja." Pria yang disebut Abang itu ikut turun.

Sambil berjongkok, pria itu mengecek kondisi motornya, "Yaaah ... bannya kempes, Yang."

"Kok, bisa? Emangnya aku gendut, ya?"

Tangan mengusap tengkuk, bibir meringis seperti berat untuk menjawab pertanyaan sang pujaan hati. Akan tetapi, meskipun kekasihnya super gemuk, ia harus menjaga perasaannya agar tidak tersinggung.

"E-enggak kok, Sayang. Ha-hanya saja tiap jalan sama kamu ban motor aku harus isi angin lagi. Uh! Motor jelek emang," ucap si Abang sembari menendang ban.

"Hahahahaha...." Seketika tawa pecah dari mulut Jonathan, "Abang, kata Kakak, kita itu harus jujur, jang-" Ucapan Jonathan terhenti karena Syakira membekap mulutnya.

"Ish! Adek, bisa diam gak!" bisik Syakira.

Si Abang tersenyum menatap Syakira. Tampaknya ia terpesona pada pandangan pertama. Namun, dengan cepat kilat tangan wanita berbobot ekstra itu mendarat ke telinganya.

"Heh, Mbak! Asal Mbak tau ya, kata dokter aku kena penyakit THTG," tutur wanita bertubuh gempal dengan ketus.

Syakira terhenyak, "A-apa itu, Kak?"

"Tambah hari tambah gemuk, gak nular sih, cuma susah sembuh aja," sahutnya dengan mata mendelik sembari memalingkan muka dengan angkuhnya.

Jonathan kembali tertawa sedangkan si Abang tertunduk.

"Ini Kak, apelnya. Maaf, kami permisi," pamit Syakira.

Syakira menarik tangan Jonathan agar segera pergi dari sana, meninggalkan pasangan kekasih itu yang sedang berseteru.

Seiring menjauhnya langkah kaki, tawa Jonathan mulai terhenti.

"Udah ketawanya?" tanya Syakira.

"Hehe ... baru aja berhenti, Kak. Kenapa?"

"Kamu ngetawain apa?"

"Ya lucu aja, Kak. Mbak itu gemuk banget. Kan, kasian motornya jadi kempes," sahut Jonathan dengan polosnya.

Syakira menepuk keningnya, "Dengerin Kakak ya, Dek. Kamu jangan menertawakan orang karena kekurangannya atau menurut kamu itu tidak sempurna. Bagaimana kalo suatu saat nanti Kakak atau kamu yang gemuk, lalu orang-orang ngetawain kita. Kamu mau? Gak sakit hati?"

Seketika Jonathan menghentikan langkahnya. Ia tertunduk menyadari kesalahannya, "Maafin Jo, Kak."

Syakira mengulum senyum, "Adek gak salah, hanya saja Adek harus pintar jaga perasaan orang."

Jonathan mendongak dan menatap wajah sang kakak, "Lalu, kenapa Abang tadi berbohong? Kan, kata Kakak kita harus jujur."

"Seperti yang Kakak katakan barusan, ada ini yang harus dijaga," sahut Syakira seraya menunjuk dada Jonathan, "kelak kamu akan mengerti, Dek," sambungnya.

Jonathan mengangguk dan tersenyum.

Mereka melanjutkan perjalanan, hingga akhirnya sampai di toko yang dimaksud. Jonathan dengan antusias melangkah masuk kedalamnya.

Tangan Jonathan memilih sepatu dan tas mana yang menurutnya cocok. Sempat bingung, karena menurutnya bagus semua. Hingga akhirnya, Syakira memilihkan dua pasang sepatu dan dua tas.

Setelah selesai berburu semua keperluannya, kini saatnya melakukan pembayaran di kasir.

"Total semuanya satu juta lima ratus ribu rupiah," ucap seorang kasir.

Syakira merogoh uang dalam tas pinggangnya. Namun, tiba-tiba saja Jonathan menahan tangannya. "Jo kembalikan sepatu sama tasnya lagi, Kak," ucap Jonathan seraya mengambil.

"Eeeh... simpan lagi!" seru Syakira.

"Tapi mahal sekali, Kak. Sayang uangnya, dengan uang itu Kakak tidak usah semir sepatu lagi untuk beberapa bulan. Kita pakai untuk makan, tidak apa-apa Jo pakai yang bolong saja," tutur Jonathan.

Pernyataan Jonathan membuat haru sang kasir, "Kakak gratiskan untuk Adek."

Seketika Syakira dan Jonathan menoleh ke arah kasir. "Gratis?" tanya Syakira memastikan.

"Iya, gratis ... tis ... tis..." jawabnya, "ini sudah rezeki Adek, ambillah!" Kasir tersebut memberikan tiga kantong kepada Jonathan.

Dengan sigap Jonathan mengambilnya. "Terima kasih banyak, Kak. Jo do'akan semoga tokonya banyak pembeli."

"Aamiin, sama-sama Sayang. Sekolah yang rajin, ya."

"Sekali lagi, terima kasih. Kalau begitu kami permisi," pamit Syakira dan mereka pun meninggalkan toko.

Tanpa Syakira dan Jonathan ketahui ternyata seorang lelaki tampan keluar dari persembunyiannya.

"Jadi, semuanya berapa?"

"Satu juta lima ratus, Tuan."

Dia adalah Alex. Ia tidak sengaja melihat Syakira dan Jonathan memasuki toko saat dirinya akan ke restoran tak jauh dari sana.

"Terima kasih atas kerjasamanya, Mbak," ucap Alex setelah melakukan transaksi pembayaran kemudian keluar dari toko.

Alex tersenyum menatap punggung orang-orang yang ia sayangi kemudian pergi.

Di tengah perjalanan pulang, Jonathan meminta kepada Syakira untuk membeli sate, ayam goreng, es kelapa, donat dan coklat.

"Ternyata seperti ini kalau jadi orang kaya, Kak? Sudah belanja barang lalu beli makan yang banyak," ujar Jonathan.

"Orang kaya tidak serakah begini, Jo," sahut Syakira.

"Hehehehe ... kan, Jo juga mau nyobain makanan yang enak, Kak. Tidak melulu telur dadar."

"Iya, tapi jangan setiap punya rezeki banyak kamu seperti ini ya, Jo. Bukan Kakak pelit, tapi jangan rakus!" tegas Syakira.

"Iya, Kak," sahut Jonathan.

***

Langkah kaki mengantarkan mereka ke depan rumah. Rumah yang sederhana walaupun hanya berpenghuni dua orang, tetapi terasa hangat dengan canda tawa mereka.

"Gimana, enak tidak? tanya Syakira saat mereka menikmati makanan yang tadi dibeli.

Jonathan mengacungkan jempolnya, " Enak pake banget, Kak."

"Makan yang banyak, biar cepet gede."

"Dengan senang hati, Kak. Pokoknya malam ini Jo bisa tidur dengan nyenyak."

"Ish! kemarin-kemarin tidur sambil ninggalin iler di bantal, bukan nyenyak namanya?" ejek Syakira.

"Hehehe ... sepertinya iler malam ini akan membuat pulau lebih banyak, Kak."

Syakira bergidik jijik, "Iihhh!"

Makanan sudah mereka nikmati, sepatu dan seragam pun sudah Jonathan coba sambil mematut di depan cermin. Kini, kedua insan saling menyayangi itu berbalut dalam selimut dan bergelut dalam mimpi.

***

Tepat pukul empat pagi alarm berbunyi, menyadarkan Syakira dari alam mimpi. Gegas ia beringsut dan beranjak ke kamar mandi. Laiknya seorang ibu rumah tangga, ia mengerjakan semua pekerjaan rumah, memasak juga mengurus seorang anak-Jonathan.

Aktivitas pagi Jonathan tak jauh sebagimana umumnya anak masih bersekolah. Bangun tidur, mandi dan sarapan pagi.

"Kakak mau semir sepatu lagi?" tanya Jonathan saat duduk di kursi makan.

"Tentu. Ini sudah mata pencaharian Kakak, memangnya mau ngapain lagi?" jawab Syakira sambil menata piring di meja.

Sambil bertopang dagu, Jonathan berkata, "Kan, uang Kakak masih banyak, kenapa harus capek-capek kerja, Kak?"

"Ish! Kamu ini, jangan mentang-mentang kita diberi rezeki banyak lalu kita hanya duduk santai hanya berpangku tangan di rumah. Tidak seperti itu, Dek. Kita jangan mengharap orang lain akan memberi. Lebih baik tangan di atas dari pada tangan di bawah," tutur Syakira.

"Artinya?" tanya Jonathan.

"Lebih baik kita memberi dari pada menerima, gitu," jawab Syakira.

Syakira mendudukkan bokongnya di kursi, "Satu lagi yang harus kamu ingat, ketika tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu tahu."

"Apalagi itu artinya?"

"Saat kita memberi apa pun itu kepada seseorang, orang lain tidak perlu tahu. Kita tidak perlu sesumbar atas apa yang sudah kita lakukan. Kelak, kalau kamu sudah besar, kamu akan mengerti maksud Kakak. Ya sudah, sekarang kita makan," ujar Syakira.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring memenuhi ruangan.

Setelah sarapan selesai. Keduanya gegas beranjak bersiap akan menyambut awal hari dengan suka cita. Jonathan sudah memakai sepatu dan tas sudah ia sampirkan di pundak. Begitu juga dengan Syakira, tali kotak semir sudah bergelayut di pundaknya.

Syakira tersenyum menatap Jonathan, menampakkan barisan giginya yang putih. Polesan lip teen pada bibirnya menambah aura kecantikannya. Pun dengan Jonathan, membalas senyum sang kakak. Usia boleh masih anak-anak, tetapi ketampanan sudah terlihat jelas. Hidungnya yang mancung, alis tebal dan tatapan mata yang tajam bak elang. Bagaimana tidak, darah bule mengalir dalam darah mereka, tepatnya sang ayah.

Mereka dikenal oleh warga sekitar dengan sebutan bule lokal karena penampilan mereka mencolok. Tentu saja karena rambut berwarna coklat ditambah dengan mata berwarna hazel.

"Berangkat!" seru keduanya serempak.

Menapaki jalan menyusuri gang sempit dan melewati barisan rumah mewah sudah menjadi santapan mereka setiap hari. Entah sudah berapa ratus langkah atau bahkan ribuan, tapi tidak membuat mereka mengeluh.

Setelah mengantar Jonathan ke sekolah, Syakira melanjutkan langkahnya menuju kota.

***

Setibanya di kota, langkah cepat membawanya ke sebuah gedung. Kakinya menaiki anak tangga menuju pintu masuk.

Sekarang, gadis berkulit putih itu sudah duduk di singgasana kebesarannya menunggu kaki-kaki orang kaya menginjak kotak semirnya.

"Semir, Tuan," tawar Syakira kepada salah seorang pria ketika ia akan memasuki gedung.

Langkahnya pun terhenti, "Boleh, kebetulan sekali."

Dengan semangat Syakira mulai memoles sepatu pelanggan pertamanya.

"Sudah belum? Saya ada meeting pagi ini, Tuan Muda pulang dari Singapura."

"Sudah, Tuan. Bagaimana, sepatu Anda tampak seperti baru, kan?"

Hanya anggukkan dan senyum yang diberikan pria tersebut. Ia melihat dengan seksama sepatunya bahkan dirinya memberi uang jasa lebih dari kata cukup pertanda ia puas dengan polesan Syakira.

Tidak berselang lama, satu, dua, sampai sepuluh orang berdatangan menunggu giliran sepatu mereka disentuh tangan Syakira. Alasannya sama, ingin tampil sempurna disaat meeting dengan Tuan Muda. Namun, tiba-tiba saja suara bariton memecah antrian.

"Ada apa ini?"

Semua orang menoleh ke arah suara tak terkecuali Syakira.

"Se-selamat pagi, Tuan."

"Selamat datang, Tuan."

Begitulah sapaan dari semua karyawan sambil membungkukkan badan mereka.

"Maaf, Nona. Tidak jadi, lain kali saja," ucap salah seorang karyawan. Akan tetapi, malah diikuti oleh semua.

"Eh ... Tuan, kembalilah!" teriak Syakira memanggil semua pelanggannya yang kabur.

"Ini perusahaan ternama, tak sepantasnya tukang semir di sini!"

Syakira berdiri dan menghampiri, "Maaf, Tuan. Saya sudah tiga tahun membuka lapak di sini dan sudah mendapatkan izin."

"Cih! Tidak yang berhak memberikan izin selain aku!"

Syakira tersenyum, "Kalau begitu saya meminta izin kepada Tuan sekarang."

"Tidak bisa!" sarkasnya sambil menendang kotak semir Syakira hingga kotak itu menggelinding menuruni tangga, sedangkan sang pelaku pergi.

"Kotakku ... tidak!" Syakira berlari menuruni anak tangga hendak mengambil kotak.

"Ya Tuhan, kotaknya rusak. Bagaimana ini?" gumamnya dengan pilu, "apa dia Tuan Muda yang mereka maksud? Kalo dari Singapura berarti Bosnya Kak Alex, dong. Aarrrrgh! Bos menyebalkan!" sambungnya dengan kesal.

Terpopuler

Comments

sdng mimpi

sdng mimpi

nice

2021-10-27

0

Xianlun Ghifa

Xianlun Ghifa

ceritanya bagus banget

2021-09-30

0

Mamie Sekar (AsK)

Mamie Sekar (AsK)

aku salut dengan Syakira Thor
manusia seperti Syakira saat ini hanya ada satu dlm seribu
bahkan GK ada yang seperti dia

2021-09-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!