Bik Susi pulang setelah mengobati luka Bella. Bella berdiri, menutup rapat pintu dan jendela. Meringkuk di sudut dengan ruangan dengan mata redup.
Tes.
Tes.
Air mata kembali jatuh tanpa diminta. Rasa sakit yang teramat. Sedih dan marah semua bercampur jadi satu. Bella ingin mengadu, ia sangat rentan saat ini. Teringat tidak ada siapapun di rumah ini, Bella berdiri dan melangkah gontai.
Jika di Berlin, masih ada Daddy, Mommy, Helen, dan Key untuk tempat bersandarnya. Tapi kini ia hanya seorang diri.
Terlintas di pikiran Bella untuk kembali ke Jerman. Ah tidak! Bella langsung membantah pikirannya sendiri.
Tidak. Kini pikiran Bella mulai jernih. Masih ada Allah yang selalu bersama dengannya. Selesai menunaikan shalat dhuha, Bella membaca kitab suci Al-Qur'an. Hatinya mulai tenang, amarahnya telah pudar. Tapi kesedihan masih ada.
Bella masih bertanya-tanya, apa sebabnya perilaku buruk adiknya. Apakah karena kurang perhatian dan kasih sayang? Jika berubah karena uang, selama ia bekerja, Bella rasa uang yang ia kirim sudah lebih dari cukup untuk biaya hidup nenek dan adiknya.
Selesai membaca ayat suci Al-Qur'an, Bella menyimpannya juga mukena dan sajadahnya. Duduk di tepi ranjang dekat dengan meja. Bella meraih ponselnya, menghidupkan ponsel yang sudah terisi penuh.
Bella sedikit membulatkan mata melihat puluhan papan pemberitahuan memenuhi ponselnya setelah aktif. Semua pesan dan panggilan dari keluarga angkat dan Anjani, terutama Louis dan Key.
Bella mengabaikan itu sejenak, membuka kontak dan menghubungi Nesya. Tidak dijawab. Berulang kali juga tidak dijawab. Wajah Bella menggelap langsung, dengan cepat mengambil laptop yang masih tersimpan di dalam ransel.
"Jambi?"gumam Bella dingin. Ternyata adiknya pergi keluar pulau.
"Hahahaha."
"Aku gagal. Bella kau gagal menjadi seorang Kakak!"
Bella kemudian meninggalkan pesan untuk Nesya. Barulah menghubungi Mommy.
"Halo Mom."
"Abel! Mengapa baru memberi kabar? Kami semua khawatir denganmu! Ponselmu mati, apa kau baik-baik saja?"
Bella diam. Hatinya menghangat dengan perhatian itu. Tersenyum tipis, "maaf Mom. Ponselku kehabisan daya. Juga ada peristiwa tak terduga. Maaf membuat Mom dan yang lain cemas."
"Tapi kau baik-baik saja, bukan?"
"Baik Mom. Sama seperti saat aku di bandara."
"Syukurlah."
"Oh iya, mana Nenek dan adikmu? Mom ingin berbicara dengan mereka."
Bella menghela nafas pelan.
"Sepertinya itu tidak akan terwujud, Mom. Nenek baru saja meninggal, adikku juga masih shock dan sulit diajak bicara."
Setengah kebenaran dan setengah kesedihan.
"Astaga! Nenekmu meninggal? Kapan, Bel?"
"Kemarin, Mom."
"Abel, Mom minta maaf. Mom tidak tahu." Nada menyesal.
Bella tersenyum simpul. "Pasti kamu sangat sedih. Ah begini saja, Mom dan Daddy akan segera ke sana. Sebentar Mom panggil Daddymu dulu."
"Ah tidak perlu, Mom. Aku nggak mau merepotkan dan membuat urusan Mom dan Daddy tertunda. Aku baik-baik saja, Mom. Aku sudah ikhlas nenek pergi."
Walaupun masih ada penyesalan.
"Tapi Bella, Mom sangat khawatir padamu. Atau Mommy suruh saja Louis menemanimu di sana."
"Tidak-tidak Mom! Tidak perlu, jangan suruh Kak Louis. Abel baik-baik saja Mom. Tidak perlu secemas itu. Dengar, Abel sudah berbicara seperti biasa. Mommy percayakan sama Abel?"
"Abel … baiklah. Mama percaya padamu. Mommy turut berduka cita. Berharap nenekmu pergi dengan tenang dan bahagia di alam sana."
Bella tersenyum kecut mendengar harapan itu.
Aku juga berharap begitu.
*
*
*
"Apa?" Louis berteriak kaget saat tahu dari Mommy mengenai Bella.
"Itu serius Mom? Neneknya Abel meninggal?" Louis memegang pundak Mommy.
"Untuk apa Mama bohong, Louis?"sahut Mommy ketus.
"Padahal Abel pulang demi neneknya tapi neneknya malah pergi di saat ia pulang. Kasihan Abel. Kakak nggak kuat kalau jadi dia," ucap Helen, memeluk Key yang tidur dengan mata sembab.
"Sudah takdir. Abel juga sering cerita neneknya itu sering sakit. Daddy hanya bisa berharap yang terbaik untuk Abel, apapun itu."
Daddy menghela nafas berat, tatapannya menerawang jauh, ada kelegaan juga kesedihan di sana.
Louis sadar dari lamunannya dan segera menyambar kunci mobil dan terlihat ingin menghubungi seseorang.
"Apa yang ingin kau lakukan, Louis?"
"Louis akan menyusul Abel ke Indonesia, Mom. Abel pasti sangat terpuruk dan butuh tempat bersandar!"jawab Louis.
"Carl siapkan pesawatku, aku akan terbang ke Indonesia!" Louis memberi perintah pada seseorang.
"Tunggu, Louis. Mom rasa itu tidak perlu. Abel mengatakan dia baik-baik saja. Mom takut, Abel akan marah jika kamu nekat menyusulnya. Mom percaya sama Abel. Pasti bisa mengendalikan dirinya."
"Tapi Abel sendirian di sana Mom. Tidak ada sanak saudara. Louis akan tetap pergi dan membawa Abel pulang. Tidak ada alasannya untuk tetap di sana. Abel lebih baik tinggal di sini, bersama dengan kita!"tegas Louis.
"Louis tindakanmu hanya akan membuat Abel semakin menjauh. Hargai keputusannya. Jangan memaksa atau kau akan benar-benar kehilangan Abel!"tegur Leo yang sedari tadi diam.
"Mom, Kak?"
"Benar kata Leo dan Mommy, Louis."
"Abel tahu apa yang ia lakukan. Keputusannya juga bulat. Jika ingin ke sana, sebaiknya kita atur waktu. Kita pergi bersama-sama."
"Dad?"
Senyum Louis terbit. Daddy dan Louis saling tatap.
"Baiklah. Aku setuju."
Louis meletakkan kunci mobilnya.
"Carl batalkan perintahku tadi!"
*
*
*
"Apa yang kau pikirkan, Max?"
"Aku merasa waktu tidak ingin membongkar semua ini. Waktu ingin semua tetap menjadi rahasia yang terkubur rapat. Hilang ditelan masa."
"Apakah itu yang terbaik?"
"Yang terbaik? Itu tergantung kita, Rose."
"Jika menurutmu itu yang terbaik, maka itulah yang terbaik."
*
*
*
"Carl aku ada tugas untukmu!"ucap Louis melalui sambungan telepon pada sekretarisnya.
"Apa yang bisa saya bantu, Tuan?"
"Cari tahu semua tentang Abel. Sedetail-detailnya!"
"Abel? Maksud Anda Nona Bella, Tuan?"
"Apa kau tuli?"
"Baik, Tuan. Akan segera saya kerjakan!"
"Kabari aku secepatnya!"
Louis menutup telepon.
Terlihat terlambat? Tidak. Tidak sama sekali. Selama ini Louis tidak pernah mencari tentang siapa Bella. Hanya tahu dari masa kuliah sampai kerja di perusahaan. Tidak pernah mencari tahu tentang keluarga, hanya tahu dari cerita Bella.
Bukan tanpa alasan. Louis tidak ingin Bella marah padanya. Louis ingin Bella nyaman padanya. Tapi Louis sering lupa. Senyaman apapun mereka, tidak mungkin bisa bersama.
Abel. Jika bisa aku ingin membawamu kembali ke sisiku. Adikmu ikut juga tidak masalah. Hidup dengan bahagia di sini, selalu bersama walaupun kita hanya bisa berhadapan, bukan berdampingan.
Abel, aku sungguh-sungguh mencintaimu. Rasa ini tidak hilang, semakin menjadi dari waktu ke waktu biarpun perbedaan kita terlihat jelas.
Ku harap, suatu hari nanti ada sebuah keajaiban.
*
*
*
Halo semua
Semoga suka ya dengan This Our Love.
Jangan lupa dukung penulis ya dengan like, comment, favorit, vote, dan hadiah ya.
Thank you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
°•Anne's chaa•°
Seru🥳😘
2021-09-02
1
Quora_youtixs🖋️
sabar ya bell semangat
2021-08-21
3
Emak Femes
Love 💟💟
next
2021-08-11
2