Bella duduk tertidur di kursi rotan ruang tamu. Tangannya memeluk sebuah boneka, matanya terpejam rapat dengan sisa jejak air mata yang masih terlihat. Kipas angin yang dipasang di platform rumah berputar memberi angin. Televisi juga hidup dengan volume yang cukup keras.
"Ayah, Ibu, Nenek, aku gagal." Bella mengingau dan setetes air mata kembali turun.
*
*
*
Bella membuka matanya kala mendengar pintu diketuk dengan keras.
"Assalamualaikum!"
"Nenek! Kakak! Nesya pulang!"
"Nenek … Nek, buka pintunya Nek."
Bella masih diam, menatap pintu dengan perasaan rumit. Menyingkirkan boneka dari pangkuannya, Bella berdiri dan melangkah dengan langkah yang berat. Tatapannya mata kosong, menyentuh knop pintu lalu mengerjap sekali.
"Nenek! Kakak! NESYA PULANG! Yuhuuu!"
Ceklek!
Bella membuka pintu dan Hap!
Seorang perempuan mengenakan celana sport berwarna hitam dengan sweater dan jilbab berwarna abu-abu memeluk erat Bella. Bella mematung, tangannya tetap berada di sisi jahitan celana dengan tatapan kosong ke depan.
Penampilan yang sama saat video call juga dari postingan dan story medis sosial Nesya, sopan dan menutup aurat.
Bella tersenyum miring.
"Kak Abel! Akhirnya Kakak pulang juga. Nesya sangat-sangat merindukan Kakak! Delapan tahun, akhirnya Nesya bisa meluk Kakak lagi! Kakak jangan pergi lagi ya."
Bella tidak menjawab, memejamkan matanya.
"Tapi Kakak kok nggak ngasih tahu Nesya? Kalau nggak kan Nesya bakal jemput Kakak di bandara. Oh iya Nenek mana?"
Mata Bella terbuka, tangannya bergerak, mendorong Nesya menjauh, kemudian menutup rapat pintu. Bella berbalik dan kembali duduk di kursi rotan. Kembali memeluk bonekanya.
Nesya, perempuan berusia 22 tahun itu mirip dengan Bella. Hanya saja, Bella lebih tomboy daripada Nesya yang terkesan feminin, mungkin.
Nesya menatap bingung sang Kakak, melangkah masuk dengan ransel hitam yang ia jinjing masuk.
"Dari mana kamu?" Akhirnya setelah beberapa lama, Bella bertanya.
"Dari PKL kak, untuk penyusunan skripsi. Tapi seharusnya belum waktunya Nesya pulang. SMS Kakak yang buat Nesya pulang lebih awal."
"PKL? Skripsi?" Bella terkekeh mendengarnya.
"Kamu pergi PKL saat nenek sakit? Apa kamu nggak punya hati, Nesya?"
Biarpun datar, Nesya merasakan emosi besar di sana.
Nesya menunduk, takut dengan tatapan Bella. Delapan tahun berpisah, membuat Nesya lupa tentang seberapa seram jika Bella marah. Kali ini, hanya tekanan kecil sudah membuat hatinya ciut.
"Nesya juga nggak mau pergi Kak. Tapi nenek maksa. Kata nenek, nenek nggak mau buat Nesya ketinggalan skripsi. Kakak jangan marah sama Nenek ya. Ini salah Nesya."
Bulir air mata turun. Nesya menangis.
"Kamu tahu apa yang terjadi selama kamu pergi?" Nada datar yang dijawab gelengan kepala.
"Nenek! Nenek ada di mana Kak?"
Nesya berdiri dan langsung menuju kamar nenek Marissa. Tentu saja tidak ada.
"Kakak Nenek mana? Apa Nenek di rumah sakit? Kakak jawab dong. Nesya khawatir sama Nenek!"
Dengan nadas terengah-engah Nesya bertanya pada Bella.
"Kamu ingin tahu di mana Nenek?"
"Iya Kak! Ayo ke rumah sakit Kak!"
"Baiklah." Satu kata dan Bella segera bangkit. Meraih helm juga kunci motornya. Bella mengeluarkan motor dari rumah kemudian memanaskannya sejenak.
"Ayo!"
Nesya naik dan memeluk erat pinggang Bella.
Bella yang emosinya sudah mencapai puncak, langsung saja mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Telinganya seakan tuli mendengar seruan takut Nesya.
*
*
*
"Kakak kenapa kita ke pemakaman?" Nesya turun dari motor dan menatap rumit gapura pemakaman.
Bella tidak menjawab, meletakkan helmnya kemudian masuk ke dalam makam. Nesya mengikut dengan langkah berat dan hati tak karuan. Pikiran buruk langsung menyeruak masuk.
"Ini Nenek!" Bella berdiri di samping sebuah makam yang tanahnya masih basah. Papan nisan belum diganti, masih berupa papan kayu dengan tulisan pulpen.
Nesya menatap gundukan tanah itu, berjongkok untuk melihat nama pemilik makam itu.
...Marissa ...
...Binti ...
...Dave...
...Lahir:--,--,----...
...Wafat:--,--,---...
"Nenek?"
"Nggak! Nggak mungkin! Nggak mungkin ini Nenek!" Nesya menggeleng keras, ia terhuyung dan terduduk di tanah. Matanya kembali berkaca-kaca.
"Perlu ku bongkar makamnya untukmu?"
Nesya mendongak menatap Bella. Perasaan sedih dan ganjil. Mengapa Kakaknya selalu berbicara datar setelah bertemu? Apa Kakaknya semarah itu? Tapi, biarpun begitu seharusnya Bella tidak bersikap dingin begini. Harusnya kakaknya ini memeluknya, memberi support agar ia ikhlas.
Sorot mata Bella? Kosong yang menandakan sebuah kekecewaan.
"Ada apa lagi? Bukankah kau ingin bertemu dengan nenek? Temui dia, katakan apa yang ingin kau sampaikan!"
"Kakak mengapa sikapmu begini padaku? Aku akui aku salah tapi ini juga bukan keinginanku!"
"Oh apa kau dokter hewan yang PKL di alam liar?" Bella tak mampu lagi menahan amarahnya.
"Apa? Apa maksudmu, Kak? Aku memang PKL di kampung terpencil, tapi bukan di alam liar. Di Labuhan Bajo, aku PKL di sana!" Nesya membantah ucapan Bella.
"Oh benarkah?"
"Kalau Kakak nggak percaya, tanyakan saja pada temanku. Sebentar aku hubungi dia dulu!"
Nesya mengambil ponsel dari tasnya. Namun segera Bella merebut ponsel tersebut dan membantingnya ke tanah.
"Kakak!" Nesya berteriak marah pada Bella. Bella menatap dingin Nesya.
"Jadi maksudmu, kau sebelum pulang, kau kehilangan ponselmu? Kau di Labuhan Bajo sedangkan ponselmu di Gunung Kerinci, Jambi? Begitu maksudmu?"
Bulir keringat dingin keluar. Nesya jelas kalah telak jika berdebat dengan Bella.
"Gunung Kerinci? Kak aku benar-benar tidak tahu apa yang bicarakan!"
Masih berkilah.
Nenek sudah tiada, hanya beberapa orang saja, mudah bagiku meyakinkan Kakak. Tapi, bagaimana Kakak bisa tahu aku di Gunung Kerinci? Aduh aku mati kutu jika berdebat dengan Kakak. Apa? Apa yang harus aku jawab. Tatapan Kakak sungguh dingin seakan menusuk jantungku.
"Alasanku pergi karena nenek dan kau, begitu juga dengan alasanku kembali. Tapi aku tak pernah berharap alasanku untuk pergi lagi adalah sebuah kekecewaan. Harapanku hancur saat melihat nenek terbaring kaku di rumah. Bukannya pelukan hangat yang ku dapati malah sebuah kesedihan. Saat malam, aku baru sadar kau tidak di rumah, aku bertanya pada tetangga dan kau tahu apa jawaban mereka?"
"Kak. Kakak jangan percaya mereka Kak! Sebelum pergi aku sudah meminta Bik Susi menjaga Nenek. Kakak ini bukan salahku, ini sudah takdir Kak!"
Bella kembali terkekeh, muak dengan kebohongan Bella.
"Mereka bilang kau pergi dengan segerombolan anak motor dengan membawa tas gunung. Aku tidak percaya. Mana mungkin adik yang ku kenal baik dan penurut tega meninggalkan nenek yang ia sayangi sendirian dalam keadaan sakit. Mana mungkin, adik yang selama ini ku kenal sangat pemalu bergaul dengan anak motor dan pergi hingga berhari-hari."
Bella menatap gundukan tanah itu, memejamkan mata untuk mengisi ketenangan melanjutkan ucapannya.
"Kakak itu semua bohong. Mereka teman-temanku. Benar, aku memang bawa tas gunung, tapi itu semua isinya kebutuhan untuk PKL Kak!"
"Cukup Nesya! Diam kau! Aku belum selesai!"bentak Bella yang langsung membuat Nesya terdiam, merinding.
"Kau berbohong padaku, Nesya! Kau berbohong. Tadinya aku berharap bahwa kau akan jujur dan menyesali semuanya! Tapi apa?! Kau kembali berbohong dan berbohong! Kenapa Nesya? Kenapa?!"
"Ku tanya padamu, bagaimana bisa mahasiswi yang sudah di DO ikut PKL penyusunan skripsi? Bagaimana bisa?!"
Nada tinggi.
Deg!
Semua nyali dan kekuatan Nesya hilang. Mata Kakaknya seakan ingin melahapnya.
Bella bergerak, mendekati Nesya yang merangkak mundur. Bella tanpa kesulitan mencengkeram kerah baju Nesya lalu dengan paksa menarik hijab Nesya. Nesya berteriak kaget.
Nesya yang tadinya berontak lagi menutupi kepalanya, menunduk tapi Bella mencengkeram dagunya. Mata mereka beradu pandang. Nesya masih berusaha menghidari tatapan itu.
"Semua palsu! Palsu! Kau penuh kepalsuan, Nesya!"teriak Bella langsung mendorong Nesya hingga terbaring di tanah. Bella berdiri, menutupi kepalanya sendiri.
Mana mungkin seorang perempuan baik-baik menato tubuhnya? Leher Nesya penuh dengan tato. Telinga yang penuh dengan tindikan seperti paku payung serta rambut yang tidak terurus. Rambut yang diberi hiasan seperti ring, benar-benar seperti perempuan jalanan yang tidak terurus.
"Kak …."
Memanggil dengan nada takut.
"Gulung swetermu!" Bella kembali menatap datar Nesya.
"Kak aku tidak …."
"Gulung atau aku akan mengoyaknya!"bentak Bella dengan nafas memburu.
Dengan gemetar, Nesya menggulung lengan sweaternya.
"Kau! Kau benar-benar!"
Wajah Bella semakin memerah marah. Tangan yang penuh tato.
Bella langsung terduduk lemas.
"Kak, Kakak. Aku salah, Kak. Aku minta maaf. Kakak, kakak jangan begini Kak!" Hati Nesya menjerit sakit melihat kekecewaan Bella.
"Jangan! Jangan mendekat!"
Nesya menarik kembali tangannya.
"Aku bertanya-tanya, apa yang membuatmu di DO dari kampus. Kau anak yang cantik dan cerdas. Biaya kuliah juga tidak pernah kekurangan. Semua aku tanggung dengan harapan kau bisa sukses menjadi seorang dokter. Tapi semua hanya tinggal harap."
"Sekarang muncul satu pertanyaan lagi di benakku, mengapa kau bisa lolos melewati pemeriksaan bandara?"
Bella berdiri dan membelakangi Nesya yang masih tertunduk dalam.
"Tak perlu kau jawab. Aku tahu semuanya. Kau seorang pemakai narkoba. Aku menemukan alat hisab sabu dan beberapa pil yang kau sembunyikan di kamarmu. Apa alasannya? Apa alasan kau berbuat begitu?"
"Kakak …."
"Tapi apapun jawabanmu, tak mengubah apapun. Aku tetaplah seorang Kakak yang gagal. Aku gagal!"
Nesya menggigit bibirnya. Kakaknya benar-benar hebat. Dalam beberapa hati saja sudah bisa membongkar semuanya. Sekarang, tidak ada yang perlu disembunyikan lagi.
"Kau mau tahu alasannya?"
Bella yang sudah melangkah cukup jauh berhenti dan menatap datar Nesya.
"Itu semua karena kau!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
triana 13
semangat kak
nyicil dulu ya
2021-09-01
1
Anti Veryanty S
aku hadir membwa 5 like.
mampir juga yuk di novel pertamaku.
mari saling mendukung.
🙏🙏😀
2021-08-22
1
Syafira
semangat Thor aku mampir
2021-08-11
1