Keesokan paginya, Bella sudah siap untuk berangkat ke bandara. Keluarga angkatnya ikut mengantar. Bella mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang karena membonceng Key.
Key berpegangan erat pada Bella. Selama perjalanan, mulutnya tak berhenti mengoceh. Dari hal yang penting sampai yang tidak penting, Bella mendengarkan dengan seksama.
"Kakak, nanti kalau Key sudah dewasa, Key bakalan jemput Kakak pulang. Key bakalan jadiin Kakak pengantin Key!"
Bella membelalakan matanya mendengar ucapan Key, spontan menarik rem tangan.
"Ah Kakak!" Key semakin mengeratkan pegangannya pada Bella. Untung saja jalanan tidak terlalu ramai dan Bella sigap menyeimbangkan sepeda motornya.
Huff hampir saja, batin Bella lega.
"Hei Key, apa kau sadar dengan apa yang kau ucapankan?"tanya Bella, kembali melaju dengan kecepatan pelan. Penerbangannya masih cukup lama, jadi Bella tidak perlu terburu-buru.
"Tentu."
"Siapa yang mengajarinya?"
"Papa." Anak kecil tetaplah anak kecil.
"Hm?"
"Kata Papa, Key harus melindungi Kakak, karena Kakak sudah nyelamati hidup Key."
"Oh Kakak paham. Tapi Key, banyak cara melindungi seseorang tanpa harus menikahinya. Lagipula, Kakak sudah jadi wanita tua menunggu Key dewasa. Memangnya Key nggak malu nanti punya Istri yang umurnya hampir kepala 4 bahkan lebih??"
Usia Key masihlah 6 tahun sedangkan usianya sudah 27 tahun.
"Nggak." Key menjawab mantap.
Bella tersenyum tipis di balik helmnya. Sekarang masalahnya tetap sama, bukan karena perbedaan umur, status sosial atau apa melainkan keyakinan. Selain kematian, berbeda keyakinan adalah LDR yang paling jauh dan sangat-sangat sulit untuk bersatu.
*
*
*
"Mom, Dad, Kak Leo, Kak Helen, Kak Louis, Key … Abel pamit pulang ya." Memeluk Daddy dan Mommy, juga Key dan Helen.
"Semoga perjalananmu menyenangkan, Abel. Titip salam untuk keluargamu. Jangan lupa hubungi kami jika kau sudah mendarat," ujar Mommy.
"Tentu, Mom."
"Abel, jika ada kesempatan, cepat atau lambat aku akan mengunjungimu di Indonesia," ujar Louis.
"Aku akan menunggunya," sahut Bella.
Louis tersenyum lebar.
"Kak Abel, Kakak sehat-sehat ya di sana. Jangan lupakan kami terutama Key," pinta Key, memeluk kaki Bella.
Bella berjongkok.
"Anak manis, jangan menangis. Kakak tidak akan pernah melupakan kalian, terutama bola gendutku ini. Kamu juga jaga kesehatan, jangan sakit-sakit," balas Bella. Key mengangguk mantap, menghapus air matanya.
Tak berselang lama, pengumuman akan keberangkatan ke Indonesia diumumkan. Bella dengan menggendong ranselnya melambaikan tangannya mengucapkan perpisahan lalu menghilang di tengah keramaian.
"Louis, are you okay?"
"I'm okay, Dad."
Mulut bisa berbohong tapi tidak dengan hati. Louis kemudian melangkah pergi dengan setetes air mata keluar dari matanya. Sebelum itu mengalir lebih jauh dan jatuh, Louis segera menghapuskan.
"Abel benar-benar sangat berpendirian. Aku kagum dengannya," ujar Leo.
"Sayang sekali jarak di antara mereka sangat jauh. Andai saja Abel satu keyakinan dengan kita, aku pasti sangat senang Abel jadi adik iparku," ucap Helen, menggendong Key yang kini tertidur karena kelelahan menangis.
"Jangan berharap pada yang tidak pasti," tegur Daddy, melangkah pergi diikuti oleh Mommy. Pasangan muda itu saling pandang heran.
"Max apakah selamanya ini akan menjadi rahasia?"tanya Mommy lirik.
"Begini juga bagus. Jika harus terbongkar biarkan waktu yang menjawabnya," jawab Daddy, datar.
*
*
*
Setelah penerbangan kurang lebih selama 16 jam 45 menit, dan transit di Singapura, akhirnya pesawat yang Bella tumpangi mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Bella keluar dari bandara dengan membawa tiga koper besarnya.
"Bella!"
"Anjani!"
Seorang wanita dengan hijab abu-abu melambaikan tangan pada Bella. Bella membalas lambaian tangan itu. Keduanya lantas berpelukan erat.
"Assalamualaikum Anjaniku, Sayang!"
"Waalaikumsalam Sahabatku Sayang!"
Keduanya kembali berpelukan.
"Bella, kau terlihat lebih gendut dari terakhir kita video call!"
Anjani mengitari Bella. Ia berdecak kagum dan kembali melayangkan pelukan.
"Akhirnya kamu pulang juga. Ah Bella aku hampir pangling melihatmu. Kau lebih cantik daripada yang di foto dan video. Beruntungnya aku punya sahab at yang baik, cantik, sholeha, cerdas pula."
Bella tertawa menanggapinya.
"Anjaniku juga semakin cantik. Tapi sayang jari jempolku telah berubah jadi jari kelingking. Anjani mengapa kamu kurus sekali? Apa kau tidak diberi makan oleh suamimu?"lakar Bella.
Sesaat wajah Anjani berubah muram, tapi lekas berganti dengan ekspresi sebal.
"Sembarangan! Aku ini diet tahu. Memangnya siapa yang mau terus-terusan mendapat hinaan?"
"Ah maaf Anjani."
Bella merasa bersalah karena mengingatkan Anjani dengan masa lalu sewaktu SMA. Karena fisiknya yang gendut dan pendek, membuatnya jadi bahan bully-an. Untung ada Anjani yang selalu berada di garis terdepan membela Anjani.
Karena mereka berpisah saat lulus SMA, Anjani sadar bahwa ia tidak bisa terus bergantung pada Bella. Sejak saat itu, Anjani bertekad untuk menjadi lebih baik dan lebih kuat.
"Ah lupakan saja. Mana kopermu?" Anjani mengalihkan pembicaraan.
"Ini apa?" Bella menatap tiga koper di sampingnya.
"Ah sepertinya aku harus periksa mata." Anjani tertawa malu.
Bella mendengus senyum.
"Sebentar aku ambil mobil dulu," ujar Anjani berlari menjauh mengambil mobil.
Bella menyipitkan matanya, firasatnya mengatakan ada yang aneh tapi Bella memendamnya. Ia juga tahu situasi.
Tak lama kemudian Anjani datang dengan mobil toyota agya berwarna putih. Bella bergegas memasukkan semua koper ke dalam mobil dibantu oleh Anjani.
“Tunggulah aku di depan, aku akan mengambil motorku dulu,” ujar Bella. Anjani terbelalak kaget.
“Kau membawa motormu?!"
"Benar. Tunggulah sebentar." Bella langsung melangkah pergi dengan tergesa. Anjani yang masih terbengong, mengerjap pelan.
"Bella tidak pernah berubah," gumamnya pelan, masuk ke dalam mobil dan langsung melaju pergi.
*
*
*
Brum!
Brum!
Brum!
Anjani membuka jendela mobil saat motor sport yang dikendarai Bella berhenti di sampingnya.
"Let's go!"
Anjani mengangguk, jalan lebih dulu memimpin jalan. Bella sekilas mengamati sepanjang jalan. Bangunan megah dengan jalanan yang padat dengan kendaraan. Suara bising kendaraan sudah menjadi ciri khas perkotaan. Jakarta yang sekarang sudah jauh lebih maju dan berkembang daripada saat ia tinggalkan dulu.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, tibalah mereka di pinggiran kota. Sebuah gang kecil, tidak bisa masuk mobil. Anjani keluar dari mobil, mengunci rapat mobilnya kemudian naik ke motor Bella. Masuk sekitar 500 meter, berhentilah Bella di depan sebuah rumah. Hanya saja ada yang aneh, Bella langsung membuka helmnya. Anjani masih mengamati sekitar.
Bella membulatkan mata melihat bendera kuning di depan rumah. Ada teratak dan pintu terbuka lebar. Ada seseorang terbaring dengan tubuh ditutupi kain. Terdengar lantunan yasin. Angin yang kencang, menerbangkan penutup wajah itu.
"Nenek!"
Nada bergetar, Bella langsung berlari masuk ke dalam rumah. Anjani baru paham, lekas mengejar Bella.
"Nenek!"
"Nenek!"
"Nenek!"
Bella meraung memeluk tubuh yang terbaring kaku itu. Harapan hidup bahagia bersama dengan neneknya pupus sudah. Hanya tinggal harap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
💠 Coco 💠
beneran bagus ceritanya👍👍
2021-09-24
0
Quora_youtixs🖋️
like hadir
2021-08-11
1
Emak Femes
Syuka kak 💟💟
2021-08-09
1