Rintik hujan mewarnai pemakaman nenek Marissa. Bella bersandar pada Anjani dengan mata sembab. Ia diam, hanya air mata yang menetes tanpa suara saat tubuh berbalut kain kafan nenek Marissa dimasukkan ke dalam liang lahat.
Anjani terus mengusap punggung Bella, seraya memanyungi dan membisikkan dukungan agar Bella tabah dan ikhlas.
Tak menyangka, saat pertama kali pulang setelah sekian tahun, peristiwa dukalah yang menyambut kepulangan Bella.
Nenek Marissa memang punya penyakit bawaan dan itu semakin parah belakangan ini. Tadi malam, tetangga sebelah rumah menemukan nenek Marissa terbaring di depan pintu yang sedikit terbuka.
Para tetangga curiga karena sudah malam tapi lampu rumah nenek Marissa tidak menyala. Pak RT yang ikut di dalamnya langsung membawa nenek Marissa ke klinik didepan gang. Sayangnya nyawanya sudah melayang jauh sebelum ditemukan.
*
*
*
Pandangan Bella masih kosong saat acara tahlilan. Anjani sudah pulang, wanita itu sudah menikah dan punya tanggung jawab lain.
Tetangganya yang tadi siang belum sempat memberi ucapan bela sungkawa menyalami dan memeluk Bella memberi semangat.
"Bella kamu jangan terlalu sedih. Nenek kamu memang sering sakit. Allah lebih sayang padanya, penderitaannya sudah diangkat. Yang penting kamu doakan selalu nenekmu agar diberikan tempat yang terbaik di sisi Allah," tutur Bik Susi, tetangga yang paling dekat dengan nenek Marissa.
Hanya saja selama dua hari belakangan ia berada di tempat mertuanya, baru kembali sore ini.
Bella mengangguk pelan, hanya mengangguk dengan memeluk erat bingkai foto nenek Marissa.
"Susi, Bella belum makan dari tadi siang loh. Dibujuk makan juga nggak mau. Geleng terus," beritahu seorang ibu-ibu.
"Bella Bibi tahu kamu sangat sedih. Tapi pikirkan kesehatanmu juga. Nenekmu pasti akan sangat sedih jika kamu begini. Jangan lupa, kamu masih punya adikmu, Nesya."
Bella mengangkat pandangannya.
"Nesya?"gumam Bella menyebutkan nama adiknya.
"Di mana Nesya?!" Bella berteriak, menghentikan acara tahlilan. Semua saling tatap dengan wajah kasihan. Bisik-bisik yang terdengar membuat hati Bella semakin tak karuan.
Bella mencengkeram erat bahu Bik Susi.
"Apa Nesya tidak ada di sini?" Bik Susi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Menggeleng.
"Di mana Nesya! Di mana adikku!" Emosi Bella semakin tidak terkontrol. Melihat Bella yang emosi, salah seorang ibu mengangkat tangannya. Bella menatap ibu tersebut.
"Kemarin Ibu lihat Nesya pergi sama kawan-kawannya. Kalau nggak salah bawa tas besar kayak anak-anak gunung itu loh."
"Nesya pergi mendaki gunung saat nenek sakit?"
Bella bertanya dengan nada tidak percaya. Tatapannya ragu, menyelidik mencari kebenaran di ucapan itu. Setahu Bella, Nesya sangat menyayangi nenek.
Setiap video call selalu berkata lembut dan membuat nenek tertawa. Apa Nesya setega itu?
Apa semua hanya sandiwara? Sebenarnya apa yang selama ini terjadi di rumah ini? Sebenarnya bagaimana hubungan adik dan neneknya?
Jika itu benar? Bella benar-benar terluka!
Kepala Bella terasa sangat pusing. Kesadarannya mulai hilang dan matanya menggelap. Bella tak sadarkan diri.
"Bella!"
"Bella!"
"Bella kamu kenapa? Bangun Sayang!"
*
*
*
Bella membuka matanya, mengerjap mengusir pusing juga kantuknya. Matanya masih terlihat sembab, kantung matanya juga menghitam.
Bella duduk, sebuah handuk kecil yang dilipat jatuh ke pangkuannya. Bella mengabaikan hal itu.
Ini kamarnya, ia ingat saat sebelum pingsan. Bella menaikkan pandangannya, tatapan dingin dengan tangan mengepal.
Adik kurang ajar!
Mata Bella berkilat marah.
Ceklek.
Bik Susi masuk, tersenyum lembut melihat Bella yang sudah sadar.
"Bagaimana keadaanmu? Masih pusing? Atau ada yang sakit?" Bertanya khawatir seraya menempelkan punggung tangan pada dahi Bella.
"Semalam kamu demam, tapi syukurlah sudah turun. Kamu kembalilah istirahat, Bibi akan membawa sarapan untukmu."
Bik Susi mengambil handuk dan baskom, bersiap untuk keluar.
"Tunggu Bik!"
Memanggil datar.
"Apa Nesya sudah pulang?" Bik Susi menggeleng.
"Aku ingin tahu hubungan nenek dan Nesya yang sebenarnya. Apa semua yang dilakukan saat video call itu benar atau palsu! Bibi adalah orang terdekat nenek setelah aku dan Nesya. Tolong beritahu aku dengan jelas tanpa ditutup-tutupi!" Bella menatap harap Bik Susi.
Tatapan Bella, Bik Susi tercengang sesaat. Bella, masih tetap sama dengan Bella yang ia kenal dulu sebelum Bella pergi keluar negeri. Anak yang tegas dan tidak plin-plan.
"Jika Bibi tidak ingin memberitahuku, tidak masalah. Aku bisa mencari tahunya sendiri!"ucap Bella yang melihat Bik Susi masih diam.
Hah.
Menghela nafas kasar.
"Tunggulah sebentar. Bibi akan ambil sarapan untukmu dulu." Bik Susi melangkah keluar.
Bella tersenyum dingin, menyiapkan hati agar tidak emosi jika ia mendengar sesuatu yang sangat ia tidak inginkan. Sebagai lulusan universitas ternama dan mantan GM perusahaan besar, Bella sudah bisa menerka apa yang terjadi, juga telah menyiapkan asumsi lain.
Ia lantas turun dari tempat tidur dan mengambil handuk serta pakaian ganti. Bella keluar dari kamar untuk membersihkan tubuh.
"Loh Bella kamu kok sudah keluar? Kalau mau mandi, tunggu sebentar biar Bibi rebuskan air dulu."
"Tidak perlu, Bik. Bella sudah baikkan. Maaf merepotkan Bibi." Bella menjawab dengan senyuman.
Tinggal seorang diri di luar negeri tanpa sanak saudara membuat Bella benar-benar menjadi wanita mandiri dan pekerja keras. Kesehatan adalah hal yang paling ia utamakan. Selama ini Bella sangat jarang sakit, jikapun sakit sebentar saja pasti sudah sembuh.
***
Selesai mandi dan sarapan Bik Susi menceritakan semua hal yang Bella ingin ketahui, selama masih dalam pengetahuannya.
"Jadi selama ini …."
Bella memejamkan matanya, mengepal menetralkan emosi yang membumbung tinggi.
"Sialan! Adik sialan! Tidak tahu malu! Kurang ajar!"
Amarah tetap tidak bisa ditahan. Gelas di tangan pun menjadi korban.
Pyar.
Bik Susi terperanjat kaget dengan gelas di genggaman Bella yang pecah. Bik Susi yang menutup mata, mengintip dari sela darinya.
Bella, mengapa rasanya ia sangat berbeda walau masih terasa sama? batin Bik Susi takut.
"Hahaha! Aku tertipu! Aku tertipu oleh adikku sendiri! Kurang ajar! Beraninya dia! Nesya mengapa kamu jadi seperti ini?!"
Bella tertawa, tertawa pedih tak mempedulikan tangannya yang berdarah dan sisa pecahan gelas di telapak tangan. Melihat darah yang menetas, Bik Susi segera mencari obat untuk luka Bella.
Bella masih tertawa, tak bisa menutupi kesedihan di dalam hati. Bertahun-tahun, ia pikir hubungan nenek dan Nesya sangatlah baik. Ia pikir semua persis seperti yang ia bayangkan, nyatanya itu hanyalah harapan yang sia-sia.
Melawan, sering keluar hingga larut malam kadang tidak pulang, tak segan memaki ataupun memukul nenek jika keinginannya tidak terwujud. Adiknya tumbuh menjadi wanita liar yang sering melanggar norma dan aturan. Dan Bella baru tahu kalau Nesya di DO dari kampus. Kepala Bella serasa ingin meledak.
Lihat! Lihat caraku menghukummu, Nesya! Kau berhasil! Berhasil membuatku marah!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
keterlaluan sekali sih ...
2021-08-21
2
Emak Femes
hmmmm
terlaluuuuu
semangat Bella, ada mamak mendukungmu
2021-08-09
2
syafridawati
like dan fav mampir semangatt say
2021-08-06
1