"Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun Ian.. Selamat ulang tahun.. Horrreeeeee.. Ayo tiup lilinnya sekarang!"
Nyanyian ucapan ulang tahun menggema di ruangan yg luas dan mewah. Orang tua, adik-adiknya dan teman-teman dekat Ian termasuk Rio berkumpul pada malam bahagia itu. Ian sedang merayakan ulang tahunnya yang ke 16 tahun. Ia merasa bahagia dikelilingi oleh orang-orang yang ia sayangi. Ian pun memeluk satu per satu orang-orang yang hadir di sana.
Ketika tepat di hadapan Rio dan akan memeluknya, Rio hanya mengulurkan tangannya sebagai simbol untuk mengucapkan selamat. Ian dengan wajah memberengut terpaksa menerima uluran tangan Rio. Rio yang melihat itu hanya menyengir kuda menampakkan barisan giginya yang putih.
Imran papanya Ian menghampiri anak gadisnya dan mencium kedua pipinya. "Karena kamu sudah 16 tahun, papa akan tepati janji papa. Kamu boleh belajar menyetir mulai sekarang." Ucap Imran pada Ian.
Ian menatap papanya dengan mata berbinar mengingat selama ini papanya itu selalu melarang Ian duduk di belakang kemudi.
"Serius pa?".
"Iya sayang.. kamu boleh belajar nyetir. Nanti cari saja tempat kursus yang bagus dan kalau sudah dapat kamu beritahu papa biayanya". Ucap Imran.
"Jangan di tempat kursus, Om. Biar Rio aja yang ajarin Ian nyetir". usul Rio. Ian mendengar itu langsung menengok pada Rio dengan mengerutkan kening.
"Serius nih dia mau ajarin gue nyetir mobil? Aaaaaakkk betapa senangnya!!!" batin Ian.
"Lho tapi kamu kan sibuk kuliah.Nanti mengganggu waktu kuliah kamu. Biar aja Ian ambil kursus." Ucap Imran pada Rio. Ian mendengar itu mencebikkan mulutnya. Hal itu tidak terlepas dari pandangan Rio dan membuatnya menahan tawa.
"Gak apa-apa, Om. Jadwal kuliah Rio juga gak setiap hari. Sabtu atau minggu kan bisa. Sudah biar Rio aja yang ajarin Ian." Rio meyakinkan Imran sekali lagi.
"Ya sudah kalau itu mau kamu. Nanti pakai saja mobil-mobil Om. Jangan mobil kamu takut Ian nabrak. Ringsek nanti mobil kamu, Rio. Hahaha.." Imran tertawa meledek anak gadisnya.
Rio ikut tertawa dengan lantang.
"Ish Papa belum apa-apa udah di doain yang enggak-enggak gitu sih!". Ian cemberut. Imran mengacak-ngacak rambut Ian dengan sayang dan menyuruhnya untuk membuka setiap kado yang menumpuk di tengah ruangan.
Dini hari..
Ian sedang duduk santai di sebuah gazebo yang berada di halaman belakang rumah persis sebelah kolam renang. Ian hanya melamun memandang pantulan cahaya di atas air. Entah apa yang sedang gadis remaja itu pikirkan tengah malam seperti ini. Sesekali ia menyeruput jus alpukat yang sebelumnya Ia buat di dapur.
tap tap tap..
Suara langkah kaki seseorang terdengar sedang menuju ke arahnya. Ian pun menoleh dan melihat Rio sedang berjalan ke gazebo.
"Kok disini? Kenapa lo belum tidur?". Tanya Rio.
Ian pun tersenyum tipis. "Gue belum ngantuk, Yo. Lo sendiri kenapa belum tidur?".
"Gue juga belum ngantuk".
Ian tidak bertanya lagi dan keduanya hanya duduk bersampingan terdiam membisu sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Sudah beberapa bulan ini Rio tinggal di rumahnya. Awalnya Rio menjaga jarak dan tidak begitu memperhatikan Ian di tambah padatnya jadwal kuliah mahasiswa baru di kampusnya begitu menyita waktunya. Namun seiring waktu berjalan, Ian yang supel dan cerewet menarik perhatiannya juga.
Terkadang Rio bisa tersenyum sendiri jika mengingat tingkah anak itu. Meledek Ian saat pulang sekolah dengan menyebutnya bau matahari. Ian pun mempunyai panggilan berbeda untuk Rio yaitu Yoyo. Karena menurut Ian jika selalu menyebut nama Rio itu terasa formal di lidahnya. Ya hubungan mereka makin hari memang makin akrab.
"Besok kan hari minggu, lo mau mulai belajar nyetir mobil gak?". Ucap Rio memecah keheningan di antara mereka.
Ian menoleh terkejut. "Serius besok yo? Lo gak akan pergi kemana-mana emangnya?"
"Mau apa gak? Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi". Sahut Rio kesal dengan kebiasaan Ian yang selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi.
"Ya mau lah! Bener besok ya! Berangkat jam berapa?".
"Jam 10 aja. Yaudah sekarang lo balik ke kamar dan tidur. Kalau terlambat bangun itu artinya kita batal pergi". Ucap Rio sambil bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Ian.
Ian pun bergegas menyusul Rio untuk masuk ke dalam rumah dan segera tidur.
Keesokan harinya...
"Tan, Ian udah bangun belum? Rio janji mau ajarin dia nyetir mobil hari ini dan berangkat jam 10." Tanya Rio pada Dewi, Mamanya Ian.
"Kayaknya belum deh. Kamu tau kan itu anak kalau hari libur kayak kebo tidurnya. Kamu naik aja ke atas deh ketok-ketok kamarnya. Ini udah jam 9 lho". Sahut Dewi pada Rio.
Rio pun segera pergi ke atas menuju kamar Ian.
"Ian! Ian bangun!!!". Rio bukan lagi mengetuk pintu kamar di depannya melainkan menggedor gedor dengan keras.
Berulang kali Rio melakukan hal itu namun pintu di hadapannya masih tertutup rapat itu tandanya penghuni di dalamnya masih di alam mimpi. Rio menggaruk rambutnya kasar bingung dengan cara apalagi Ia harus membangunkan Ian. Diraihnya ponsel dalam saku jeansnya dan mencoba menelpon nomor Ian. Berulang kali Ia menelpon namun hasilnya nihil. Ian tidak menjawab panggilannya satupun.
Rio mencoba menggedor gedor lagi pintu kamar di depannya dan tak berapa lama terbukalah pintu itu dengan Ian di baliknya yang masih memakai piyama dan rambutnya yang kusut.
"Berisik banget sih pagi-pagi ganggu gue tidur aja, Yoyooooo!". Ucap Ian kesal dengan tingkah Rio.
Rio yang mendengar itu langsung menajamkan matanya.
"Lo tau gak ini jam berapa?!". Cecar Rio.
"Mana gue tau! Orang gue lg tidur pules sebelum lo gedor-gedor pintu kamar gue!".
"30 menit waktu lo untuk siap-siap. Gue tunggu di bawah!".
Ian melongo.. maksudnya siap-siap untuk apa? Memangnya mereka ada rencana pergi kemana hari ini?
Ian berpikir dan seketika itu juga menepuk dahinya.
"Mampus gue lupa! Belajar nyetiiiirrrr!!!". batin Ian.
Ia pun menutup pintu kamarnya dan bergegas menuju ke kamar mandi.
Di bawah tepatnya di garasi, Rio berjalan menuju mobilnya untuk menunggu Ian. Ia memutuskan untuk memakai mobilnya sendiri untuk mengajari Ian menyetir.
Saat menunggu di dalam mobil, terdengar sebuah ketukan di kaca mobilnya. Rio menoleh dan melihat ada Rivan. Ia pun membuka kaca mobilnya.
"Mau kemana lo bro udah rapih jam segini di hari minggu? Pergi kencan?". Ledek Rivan.
"Sialan..Kencan apanya.. Cewek aja gue gak punya. Gue mau ajarin si Ian nyetir hari ini"
"Hah si Ian udah di izinin sama Om Imran buat nyetir? Gue ikut dong boleh gak?". Tanya rivan.
"Terserah lo bebas gue sih..".
"Ya udah tunggu sebentar gue ganti baju dulu bro!". Rivan berlari kecil menuju rumahnya.
Rivan adalah tetangga Ian sedari kecil. Ia seusia dengan Rio. Sejak Rio tinggal di rumah Ian. Mereka menjadi teman akrab dan sering menghabiskan waktu bersama.
Ian membuka pintu mobil Rio dan segera duduk manis di kursi penumpang samping kemudi. Rio memperhatikan Ian dari atas sampai bawah dan tersenyum simpul.
"Kenapa perhatiin gue kayak gitu?" Ian mengerutkan keningnya heran dengan sikap Rio.
Rio menggelengkan kepala tanpa menjawab. Tidak berselang lama pintu belakang mobil terbuka dan duduklah Rivan disana.
"Ayo kita jalan!". Ucap Rivan.
"Lo ikut, Riv?" Tanya Ian menoleh ke belakang.
"Iyalah gue bete di rumah mendingan liatin lo belajar nyetir hahaha".
Rio pun segera mengemudikan mobilnya menuju lokasi yang sepi dan lapang.
Sesampainya di tempat tujuan Rio menyuruh Ian untuk bertukar tempat. Ketika di belakang kemudi, tangannya langsung terasa dingin karena gugup. Rio yang duduk di sebelahnya langsung memberi petunjuk pada Ian.
"Tekan koplingnya dulu masukin gigi 1 nya.." Ucap Rio tenang.
Ian langsung mengikuti instruksi dari Rio.
"Lepas rem tangan lalu lepas kopling pelan-pelan sambil injak pedal gas dengan perlahan". Lanjut Rio pada Ian.
Namun tidak berselang lama mobil melompat dan mesin mati seketika. Rasanya Ian terlalu cepat melepas kopling tanpa menyelaraskan dengan pijakan pada pedal gas sehingga menyebabkan mesin mobil mati mendadak.
Rio dengan sabar berulang kali mengajari Ian dan Rivan hanya memperhatikan interaksi keduanya dari kursi belakang.
Sampai akhirnya Ian sudah lancar menyelaraskan ketiga pedal itu dengan gigi. Rio meminta Ian untuk meningkatkan kecepatan laju mobil. Karena sejak tadi Ian hanya mengemudikan mobil dengan kecepatan di 20 km/jam saja. Rivan yang merasa mobil melaju sanhat lambat pun meledek Ian.
"Yan kayaknya lebih cepat keong jalannya dibandingin lo nih!". Ucap Rivan.
"Berisik lo jangan ganggu konsentrasi gue dong!". Ketus Ian kesal.
Rivan tertawa terbahak-bahak puas. Rio mendelik tajam pada Rivan seakan memberikan peringatan untuk tidak mengganggu konsentrasi Ian yang sedang mengemudikan mobil.
Beberapa jam kemudian..
Mereka bertiga sedang berada di sebuah restaurant jepang untuk makan siang. Suasana cukup ramai pada siang itu. Rio yang duduk berhadapan dengan Ian terlihat mengamati sekitar dengan seksama sedangkan Ian dan Rivan terlihat sibuk dengan ponselnya masing-masing.
Tak berselang lama makanan yang mereka pesan pun datang dan ketiganya mulai menyantap makanan mereka.
"Bro, Lo rabu malam ada jadwal kosong gak?". Tanya Rivan memecah keheningan di tengah asyiknya makan.
Rio terlihat berpikir sejenak.
"Gak ada sih kenapa memangnya?". Tanyanya kemudian.
"Bagus deh! Lo ikut gue ya rabu malam ke party temen kampus gue bro!".
"Dimana?"
"Club Queen". Jawab Rivan.
"Oke sip". Rio manggut-manggut.
Ian yang mendengar obrolan kedua lelaki di depannya dan merasa diacuhkan menatap keduanya dengan cemberut
"Gw gak di ajak nih?". Ucap Ian pada keduanya.
"Lo masih di bawah umur. Bobo aja meluk guling ya.. hahaha". Ledek Rivan.
Ian tidak habis akal Ia pun beralih pada Rio dan menatapnya tajam.
"Apa?". Tanya Rio yang heran mendapatkan tatapan tajam dari Ian.
"Gw mau ikut yooooo.."
"Gak boleh!".
Mendengar itu Ian pun mencebikkan bibirnya dan menyantap lagi makanannya dengan asal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Rina Wati
cerita nya menarik,dan ku putus kan untuk malanjutkan baca nya
2023-01-10
2