Sasha kembali ke rutinitasnya sebagai perempuan yang super sibuk mencari uang untuk kebutuhan keluarganya. Seringkali ia terpikir akan ucapan lelaki yang menemuinya beberapa malam yang lalu. Namun ia membuang jauh pikiran tersebut dan berharap masih ada jalan lain.
"Jangan diam saja. Selesaikan pekerjaanmu!" Suara kepala pelayan membuat lamunan Sasha buyar. Siang ini Sasha bekerja di restoran. Selama bekerja, pikirannya melayang kemana-mana.
"Maaf," jawab Sasha sembari menundukkan wajahnya.
Restoran ini banyak pengunjung, apalagi berada di kawasan perkantoran. Gaji yang dihasilkan setiap jam pun cukup banyak.
Sasha segera menyelesaikan tugasnya membersihkan meja. Jam makan siang semakin dekat dan restoran ini akan sangat sibuk.
"Sha, tolong bawakan beberapa pesanan untuk perusahaan di depan sana. Aku sangat sibuk di dapur. Kamu bisa bantu kan?" ujar Hana menghampiri Sasha.
Melihat rekannya itu tampak sangat terburu-buru membuat Sasha langsung menganggukan kepalanya, "Oke, sini aku bantu."
"Makasih Sha." Hana memberikan beberapa bungkus plastik yang dipesan oleh karyawan yang ada di perusahaan seberang sana. Karena takut kehabisan meja, mereka lebih memilih untuk makan di gedung perkantoran.
Sasha keluar dari restoran luas itu. Panas begitu terik membuat Sasha menyipitkan matanya. Sasha harus berdiri di bawah teriknya matahari untuk menunggu lampu merah untuk menyeberang.
Saat lampu merah menyala, Sasha segera menyeberangi jalan. Ia mempercepat langkahnya agar bisa segera di tempat tujuan.
Sasha sampai di lobi dan beberapa orang karyawan sudah menunggunya. Mereka mengambil pesanan mereka dan membayar langsung pada Sasha.
"Tersisa satu, apa ini bukan punya kalian?" Mereka saling berpandangan dan memastikan bukan punya mereka yang ada di genggaman Sasha.
"Itu bukan punya teman kami." Salah seorang perempuan karyawan disana menjawab.
"Disini ditulis A50. Apakah kalian tahu siapa pemiliknya?" Pertanyaan Sasha langsung membuat beberapa orang karyawan di depannya ini membulatkan mata mereka. Mereka saling bertatapan sedikit shock.
"Kau bisa mengantarkan ke lantai lima puluh. Mungkin itu punya presiden," jawab si karyawan dengan senyum simpul di wajahnya.
Saha merasa kebingungan. Bagaimana mungkin ia berkeliaran di perusahaan milik orang lain. Ditambah lagi ia tidak pernah sekalipun masuk ke gedung perkantoran ini.
"Ya sudah kami pergi dulu." Mereka segera meninggalkan Sasha.
Sasha memperhatikan sekitarnya, melihat kanan dan kiri mencoba mencari seseorang yang bisa membantunya. Sepertinya tidak ada orang yang bisa ia minta bantuan disini karena para karyawan itu juga sedang makan siang.
Sasha menuju lift kantor menuju lantai lima puluh seperti kata perempuan tadi. Semoga saja ia tidak tersesat di perusahaan yang ini.
Membutuhkan waktu beberapa menit, Sasha sampai di lantai lima puluh, tidak ada orang seperti lantai-lantai yang ia lihat sebelumnya. Hanya lorong panjang dan tidak ada orang satupun disini.
Sasha mengikuti lorong itu, yang ia lewati hanya ruangan meeting yang tampak tersusun rapi. Saat Sasha harus berbelok ke kiri, akhirnya ia melengkungkan senyum di wajahnya. Terdapat perempuan di ujung lorong sana.
"Permisi, apa kamu memesan makanan dari restoran kami?" tanya Sasha malu-malu.
Keberadaan Sasha cukup membuat perempuan itu sedikit kaget. "Ahh iya, aku melupakannya. Terima kasih sudah mengantarkannya. Maaf merepotkan mu," ucap si perempuan yang berprofesi sebagai sekretaris itu dengan wajah bersalahnya.
"Ini uangnya. Sekali terima kasih," ucap Zia, si perempuan berpostur tubuh ideal itu. Ia tersenyum ramah pada Sasha.
"Terima kasih kembali. Semoga kau menyukainya." ucap Sasha sembari menundukkan tubuhnya.
Sasha pun pergi dari tempat itu menuju restoran. Ia tidak mau terkena masalah jika berlama-lama di tempat ini.
Tanpa Sasha sadari, Zico melihat Sasha saat ia keluar dari ruangan sang presdir. Zico menyunggingkan smirk di wajah tampannya.
...***...
Setiap harinya Sasha harus melewati jalan yang sama. Pergi saat buta dan pulang saat semua orang sudah terlelap. Ia ingin segera pulang ke rumah. Tidak lupa beberapa makanan yang ia beli di mini market untuk adik-adiknya di rumah.
Otaknya kembali berputar layaknya kaset rusak pada kejadian beberapa malam yang lalu. Saat seseorang menawarkan sebuah pekerjaan. Tidak. Ini bukan pekerjaan, tapi menjual diri pada orang kaya yang mungkin bisa membantu hidup Sasha.
"Apakah aku harus memikirkannya lagi? Sedikit berkorban demi hidup keluargaku." Sasha bermonolog pada dirinya sendiri. Mencoba mencari jawaban atas apa yang mungkin terus berputar di otaknya.
Sasha berjalan gontai sembari sibuk dengan pikirannya sendiri. Menghirup udara segar saat malam hari untuk melepas letih bekerja hari ini.
"Aku pulang." ucap Sasha saat membuka pintu rumah yang belum terkunci. Mereka sengaja tidak menguncinya agar Sasha bisa masuk dengan mudah saat pulang nanti. Menurut Sasha sangat mustahil ada maling yang masuk ke rumah mereka. Tidak ada benda berharga yang akan mereka temui di rumah kecil ini.
"Kakak sudah pulang? Apa Kak Sasha beli makanan yang kami mau?" ucap Lily dengan semangat. Ia sangat ingin memakan snack yang banyak di makan oleh teman-teman mereka di sekolah.
Sasha mengangguk dan tersenyum pada kedua adiknya itu, "Ini kakak beli di minimarket di depan."
Sasha memberikan kantong plastik yang ada di genggamannya. Adik kembarnya itu sangat senang. Walaupun harus merelakan sedikit uang untuk membayar utang. Sasha tetap senang bisa melihat kedua adiknya itu bisa tersenyum.
"Ibu sudah tidur?" Tanya Sasha pada adik kembarnya.
"Ibu sudah tidur. Ibu batuk berdarah, kami sudah memberinya obat dan menyuruhnya untuk segera tidur. Aku rasa sakit ibu semakin parah, dan aku sangat khawatir," jelas Lila dengan wajah sedihnya.
"Ya sudah. Setelah makan kalian tidur. Ini sudah sangat larut," seru Sasha pada Lila dan Lily dan mereka pun mengangguk.
Sasha melangkahkan kakinya menuju kamar sang ibu. Dimana wanita yang sudah cukup berumur itu terlihat semakin kurus. Sejak perginya sosok ayah dalam hidup mereka satu tahun yang lalu, Sasha harus merelakan semuanya untuk menghidupi keluarganya.
Sasha keluar dengan pelan dan menutup pintu kamar sang ibu. Ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama kemudian Sasha mengambil alas tidur dan tidur di ruang tengah.
Rumah sederhana ini hanya memiliki dua kamar. Terkadang Sasha lebih memilih untuk tidur di ruang tengah agar tidak mengganggu sang ibu yang sudah terlelap.
Ia menatap langit-langit ruangan. Air matanya menetes. Sangat sedih hidup seperti ini, saat melihat orang-orang yang ia sayangi hidup dengan kondisi seperti ini.
Kebiasaan buruk judi sang ayah yang tidak pernah hilang membuat mereka harus kehilangan satu per satu harta benda yang dulu mereka miliki.
Mata Sasha beralih pada kalender yang ada di ruangan itu. Hari demi hari pun berlalu, Sasha harus membayar angsuran untuk bulan ini. Tapi karena kebutuhan untuk adiknya sedang banyak, Sasha hanya mengumpulkan sedikit uang.
Lama berpikir, akhirnya Sasha membuat keputusan. Cukup dirinya saja yang berkorban. Ia akan menerima segala resiko yang mungkin harus ia tanggung nanti.
"Aku harus melakukannya. Aku akan sedikit berkorban, dengan begitu ibu, Lila, dan Lily bisa hidup aman disini." Sasha tersenyum simpul. Berusaha menguatkan hatinya walaupun sangat berat rasanya.
Sasha merogoh sakunya mengambil kartu nama yang beberapa hari belakangan mengganggu pikirannya. Ia memutuskan menerima tawaran dari Zico dan berharap ini adalah jalan terbaik.
"Hallo. Aku Sasha. Maaf mengganggu tidur mu, aku hanya ingin mengatakan...." Belum sepat Sasha menyelesaikan ucapannya. Orang diseberang sana sudah bisa menyimpulkan apa yang akan Sasha katakan.
"Sudah ku duga. Aku akan menemui mu di tempat terakhir kita bertemu besok malam. Aku akan menyampaikan beberapa hal penting tentang pekerjaan mu," ucap Zico dan menutup telepon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Asma Yani
nyimak
2021-08-29
2
Rina Wati
begitu gampangnya berkorban
2021-08-29
0
Fatma Kodja
nyimak
2021-08-27
0