Yasya sedang menemani kekasihnya berbelanja, seusai itu dia hendak mengajak gadisnya minum teh di sore hari. Ya, itu adalah kebiasaan mereka tiap kali jalan-jalan siang menjelang sore.
drtt...drttt..drttt...
Suara getar ponsel terdengar tepat ditelinga Yasya meski sedikit samar. Gadisnya lantas membuka pesan yang tertera di layar ponselnya.
"Ah, maaf sayang, aku lupa ada janji sama temen ku, maaf banget, dia pasti marah kalau aku datang terlambat, aku harus pergi" kata syahbila buru-buru.
Yasya hanya bisa menghela nafas, memahami situasinya yang sepertinya tengah sibuk hari-hari ini.
"Oh ya? ya udah, biar aku antar" katanya menawarkan padanya.
"Enggak, nggak perlu Sya, aku bakal naik ojek aja, kelamaan kalo naik mobil, nanti macet" tolaknya dengan raut wajah khawatir.
Pria itu hanya bisa mengiyakan kata-katanya. Setidaknya mereka telah menghabiskan waktu bersama meskipun hanya sekedar jalan-jalan.
"Em, iya, kamu hati-hati ya" ujarnya dan Syahbila langsung pergi meninggalkan Yasya di depan cafe, tempat dimana ia ingin memasukinya bersama dia.
Sebelumnya Yasya hendak pergi dari tempat ini, sekilas mataku mengarah kedalam cafe. Tidak salah lagi, pandangan matanya tertuju pada anak itu, Reyna dan teman sebangkunya Kanaya. mereka sedang berbincang-bincang sepertinya. Apalagi obrolan para perempuan jika bukan menggosip. Batinnya seraya memutar bola mata malas.
Yasya memutuskan untuk menghampiri mereka, namun siapa sangka ketika ia berada membelakangi Reyna, pria itu mendengar sesuatu yang membuatnya merasa sedikit kesal.
'Benar sekali mereka tengah menggosip, dan aku yang di gosipkan' katanya dalam hati sembari menatap tajam pada kedua gadis dihadapannya
"Hahaha, sabar Rey, tapi gimana tampangnya? cakep kan? nggak kalah cakep dari Hengky. Gue kayanya udah jatuh cinta nih sama pangeran" kata Kanaya dengan senyuman dan matanya yang terpejam, yang sepertinya dia belum menyadari keberadaan Yasya.
"Cakep apaan?! tua bangka gitu dibilang cakep" balas Reyna jutek.
Sontak pria itu langsung membelalak, dan menatap mereka tajam. Kanaya sepertinya sudah mulai menyadari kehadiran Yasya. Tampak tiba-tiba dirinya berubah ekspresi, gelisah dan langsung pamit pergi meninggalkan Reyna.
Tatapannya pun mulai menengadah menatapnya dengan ekspresi ketakutan saat Yasya mulai menatapnya tajam.
"Eh Rey, gu gue, gue lupa tadi ada janji sama mami, ini gue udah kesorean, gue pamit duluan ya" kata Naya dan bergegas pergi.
Naya menatap pria itu dengan ekspresi ketakutan dan hanya iabalas dengan tatapan tajam. Yasya terkekeh saat melihat punggung Reyna yang begitu polos dengan perkataannya pada Kanaya.
"Eh lo gak mau nungguin gue ya!, dasar aneh!" ucap Reyna yang kesal karena ditinggal oleh sahabatnya itu sambil menatap kepergian Kanaya.
Aku masih berdiri membelakangi anak ini, aku mendengar celotehnya yang tidak jelas. Tak lama kemudian fikiran jahil terlintas di kepala ku.
"Wah kok bisa enak gini ya, warnanya cokelat, tapi rasanya kaya kopi, aneh, busanya juga bagus bulet-bulet gitu" kata Reyna menatap caramel yang dia pesan sembari menyesap kopi tersebut.
Aku langsung duduk didepan bangku Reyna tepat dimana Kanaya duduk sebelumnya. Sepertinya gadis dihadapan ku ini belum mengetahui keberadaan ku, aku hanya bisa menahan tawa ku saat membayangkan betapa terkejutnya ia nanti.
Dan selang waktu tak lama, sontak saja Reyna kaget dan berteriak histeris kala matanya menatap sorot mata ku yang ku buat se datar mungkin.
"Aaaaaaaa!"
Semua orang yang berada disana menatap Reyna seperti tatapan 'aneh'.
Sadar akan hal itu, dia langsung menutup mulutnya dan kembali menunduk, menghindari pandangan dari Yasya.
Pria itu masih menatap gadis itu dengan senyum andalannya, dan dia masih diam terpaku seolah menolak keberadaan Yasya yang kini memang benar ada dihadapannya.
"OMG! gue pasti gila ya, kok bayangin orang itu ada dimana-mana. Rey bangun Rey bangun!" ucapnya, sambil menutup mata dan memukul kapalanya berulang kali.
Yasya masih bertahan pada posisinya semula. Terlihat dirinya yang masih terdiam dengan wajahnya yang begitu terkejut tanpa mau menatap pria itu kembali.
Mungkin dia fikir, kehadiran Yasya hanya sebuah ilusi. Tapi pria itu malah menikmati situasi ini, hitung-hitung memberikan pelajaran untuknya.
"Nggak, aku pasti halu nih, aku bakal hitung sampe tiga, dia pasti ilang setelah itu, satu, dua, tiga."
Setelah menghitung dia membuka mata. Yasya terkekeh melihat Reyna yang masih terkejut seperti itu.
'Lucu juga anak ini' batinnya.
"Hahhh"
"Kamu lihat apa?" tanya pria dihadapan Reyna dengan sebelah alis yang ia angkat.
"Em pak magang" kata nya masih tidak menyangka dan langsung ia potong dengan pembicaraannya.
"Iya, ini saya, si tua bangka" sindir Yasya, membuat gadis itu membelalakkan mata.
"Bapak dengar semuanya?" tanya Reyna dengan nada pelan dan sedikit ketakutan.
"Sedikit" ujar pria itu lirih sembari menahan dagunya diatas meja menatap kecanggungan dari Reyna.
"Maaf" hanya itu kata yang ia sampaikan dengan menundukkan wajahnya. Mungkin merasa bersalah atau apa.
"Oh pantes, si Naya tadi ninggalin aku pergi, dasar nggak setia kawan banget" ujarnya dengan nada kesal membuat Yasya sedikit terkekeh.
"Haha, kayanya kamu harus saya hukum lagi biar agak jera."
Benar apa yang Yasya duga sebelumnya, dia mulai memutar bola mata malas.
Ia tampak masih menyimpan dendam pada pria itu, mengingat hukuman yang ia berikan sewaktu Yasya mengajarnya untuk pertama kalinya.
"Saya hanya bercanda Reyna" ujar Yasya lagi dan masih tertawa kecil.
Pria itu masih bertahan untuk tetap mengakrabinya, mengingat hal pertama yang tak menyenangkan sebelum Reyna mengenal dirinya.
"Pak Masya mau pesan apa? biar saya pesankan" tanyanya dengan suara lembut.
Yasya terkekeh mendengar dia salah memanggil namanya.
'Apa nama ku memang terlalu susah untuk dihafal? atau memang dia yang mulai mengalami penuaan?' batinnya dengan semburat merah dipipinya karena menahan tawa.
"Nama saya Yasya, bukan Masya Rey, begitu sulitkah nama ku hingga kamu saja tidak bisa menyebutnya dengan benar?."
Yasya masih saja ingin tertawa jika melihat tingkah anak ini, memang sih sedikit kesal baginya. Tapi entah mengapa, pria itu selalu gembira saat berada di sekitarnya.
"Oh astaga!? maaf pak, saya agak lupa, hehehe abis nama bapak susah sih" tawanya membuat Yasya tak bisa berpaling dari wajah Reyna yang begitu cantik.
"Tapi kamu nggak lupa alamat rumah mu kan? kalo lupa, sekalian tulis aja dibaju kamu 'orang hilang! hubungi alamat dan nomor telepon dibawah'" kata pria itu masih tertawa, membuatnya terkekeh.
"Enak aja, saya nggak sepikun itu kali pak, haha, paling-paling lupa bedain aja mana lubang wc mana lubang hidung" kata Reyna dengan wajah merah karena tertawa.
Kemudian setelah itu Reyna memesankan sesuatu untuk Yasya, yang dia tulis di nota dan memberikannya pada salah satu pelayan. Tak butuh waktu lama sang pelayan membawakan dua minuman yang Reyna pesan.
"Cokelat panas?" tanya pria itu pada Reyna.
"Iya, bapak coba aja dulu."
"Tapi saya enggak suka coklat".
"Udah, coba aja dulu pak" perintahnya lagi, dan Reyna menyesap coklatnya, dengan ragu Yasya pun mengikuti isyaratnya.
Baru pertama kalinya pria itu merasakan cokelat yg begitu nikmat, tidak terlalu manis, ada sedikit aroma vanila didalamnya, sehingga baunya tidak mendominasi bau coklat, apalagi dinikmati pada sore hari, hangat sekali.
"Wahhh ini cokelat terenak yg pernah saya coba, hemmm kayanya saya sudah mulai suka cokelat mulai hari ini" kata Yasya sembari tersenyum dan masih kagum dengan rasa secangkir coklat ini.
"Nah, sekarang bapak sudah tau kan rasa coklat disini, ini adalah minuman favorite saya pak, dan coklat andalan di cafe ini" seru Reyna dengan senyum cantik yang menghiasi pipinya itu.
Cantik sekali. Bahkan Yasya sama sekali tidak bosan memandanginya terus menerus.
'Ahh apa apaan aku ini, jelas-jelas dia adalah murid ku sendiri. Aku menggerutu dalam diam, meski kenyataannya tidak bisa dipungkiri bahwa murid ku satu ini memang sangatlah cantik' batinnya tanpa melepas pandangannya dari Reyna yang kini mulai berceloteh ria.
"Tau nggak pak, kalo bapak lagi sedih, galau atau hati pak Yasya lagi kacau, coba deh minum coklat ini, pasti bapak bakal rileks lagi, mungkin nggak akan menyelesaikan masalah, tapi coklat dapat menghilangkan stres lo pak."
"Oh ya, berati selama ini kamu curhatnya cuma ke coklat ini dong" kata Yasya menggoda, membuat Reyna tersipu.
"Kok jadi saya?."
"Kamu bilang seperti itu seolah sering mengalami sebuah kesedihan" lanjut Yasya menimpali.
"Ahh itu... "
"Haha saya hanya bercanda Reyna" sahut Yasya terkekeh dengan masih memandanginya yang terlihat ekspresinya seperti berubah sedikit murung.
Mereka mengobrol hingga tak sadar bahwa langit mulai berubah menjadi gelap.
Pria itu berupaya untuk mengantar Reyna pulang, awalnya dia menolak, namun akhirnya setelah dipaksa dia pun mau.
"Makasih ya pak udah anterin saya pulang, nggak mau mampir dulu?" tawarnya pada Yasya, dan hanya dibalas anggukan serta senyuman dari pria itu.
"Nggak Rey, sudah malam, sebaiknya kamu segera masuk" kata Yasya mempersilahkan.
"Ya sudah, saya masuk dulu ya pak, bapak hati-hati" kata gadis dihadapan Yasya lalu berjalan keluar dari mobil dan ia balas dengan anggukan.
Setelah mengantar Reyna, pria itu meluncurkan mobilnya menjauh dari kediaman Reyna.
'Anak itu, senyumnya sangat manis, matanya bulat besar, kulitnya pun sangat putih bak salju. Benar-benar seperti kartun jepang, lucu sekali' batin Yasya yang tersenyum sedari tadi, mengingat candaan Reyna yang membuat pria itu tertawa mengingatnya.
"Oh shit! apa yg kamu fikirkan Yasya! dia adalah murid mu sendiri" gumam Yasya pada dirinya sendiri yang berulang kali selalu mengingat gadis itu.
'Sepertinya aku memang tidak bisa melupakan senyumnya yang begitu mempesona. Hingga akupun lupa dengan apa yang aku miliki. Syahbila kekasih ku' batinnya lagi dengan perasaan bimbang dilanda keraguan.
***
Seorang gadis cantik membuka pintu rumah dengan senyum manis merekah. Tiba-tiba suara berat membangunkan lamunannya. Gadis itu membelalak, kala menatap wajah familiar yang sudah lama tak pernah ia lihat selama setahun ini.
"Darimana saja kamu?."
Suara tegas itu seperti memberi peringatan pada gadis yang kini mulai menatap malas Reyhan.
"Abang, kapan abang pulang?" tanya Reyna pada abangnya yang duduk di sofa ruang tamu, seolah menunggu kehadirannya pulang.
"Setelah kamu keluar dari rumah, kenapa? kamu nggak suka abang pulang?" kata Reyhan dingin, sambil memperlihatkan seringai tajam pada Reyna yang kini membuang muka.
"Oh" ucap Reyna singkat langsung pergi melalui abangnya.
"Reyna! aku belum selesai bicara! kapan kamu belajar dewasa?! siapa yang pulang bersamamu tadi?!."
Tanya Reyhan dengan nada tinggi membuat langkah Reyna terhenti. Gadis itu beralih menatap sang kakak dengan pandangan menantang. Pasalnya sudah lama ia ingin sekali mengatakan isi hatinya pada keluarga yang telah berpisah saat dia mengalami kesulitan.
"Sejak kapan bang Rey mulai peduli sama aku? bukannya abang selama ini nggak pernah mau tau keadaan ku ya?" ucapan Reyna penuh penekanan, membuat Reyhan naik pitam.
Wajah pria itu merah penuh amarah dengan rahangnya yang mulai mengeras. Membuat senyum tersungging dipipi Reyna.
"Reyna! jangan menguji kesabaran ku!" teriak Reyhan emosi pada adiknya sendiri.
"Bukan kesabaran abang yg diuji, tapi kesabaran ku selama ini, mama, papa, oma dan termasuk abang! kalian egois sekali padaku, kalian nggak pernah peduli sama sekali padaku"
plakkkk
Satu tamparan mendarat dipipi mulus Reyna. Wajahnya menunduk tanpa sudi menatap sang kakak yang kini mulai menyesali apa yang ia perbuat. Gadis itu membisu dan langsung berlari menuju kamar.
"Rey, maafin abang" gumam Reyhan dengan nada menyesal.
'Mama, papa, satu tahun lalu kalian berpisah dihadapan ku dan bang Rey. Papa membawa abang ke Singapura, dan aku ditinggal sendiri disini dibawah pengasuhan oma' batin gadis itu yang kini melangkah menuju kamarnya tanpa memperdulikan teriakan dari Reyhan yang membuat hatinya bertambah sakit.
'Bahkan semenjak saat itu, mama tidak lagi mengunjungiku. Aku sangat ingat persis dimana aku harus menghadapi UN, dan kelulusan tanpa kalian. Saat kelulusan ku tiba, bahkan aku tidak memiliki wali sama sekali.
Aku begitu iri dengan semua teman-teman ku. Aku sangat berharap kalian bisa menemani ku, seperti kenangan kita dulu. Aku sangat ingin kalian melihat prestasi ku kala aku menjadi juara dalam tingkat nasional saat ujian akhir' lanjutnya dalam hati sembari terisak sembari memasuki kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Yucaw
perih amat hidupmu rey..dan kamu msh setegar itu..
2022-04-18
0
Roro Ayu Murwani
bru ketemu kok ud berantem
2020-10-19
0
vitri ana
mewek bgttt baca y
2020-08-05
1