Malam hari sebelum aku mulai belajar ku dekati Ayah yang sedang menyatat sesuatu seperti membuat nota.
"Yah...."
"Iya Nak...," Ayah menjawab tapi masih sambil melanjutkan pekerjaannya.
"Anita ingin jadi seperti Ayah...," kataku.
Ayah menghentikan pekerjaannya lalu menatapku heran.
"Anita ini bicara apa...?" Sepertinya Ayah belum mengerti.
"Aku ingin memanen sayur dan buah seperti Ayah lalu mendapatkan uang," ucapku. Ayah tersenyum lalu mengusap kepalaku.
"Kalau begitu...,Anita harus giat belajar biar jadi orang sukses, bahkan lebih sukses dari Ayah."
"Aamiin...," ucap Bunda yang baru datang dari dapur dan ikut duduk bersama kami di sofa.
"Anita,kan mau nya berkebun seperti Ayah, jadi kenapa harus belajar?" aku tidak mengerti kenapa harus di suruh belajar dengan giat. Apa hubungannya dengan berkebun.
"An..., berkebun itu juga ada ilmunya, nggak asal berkebun saja. Dulu Ayah juga belajar," tutur Ayah menasehatiku.
"Saat ini, kan Anita masih di sekolah dasar..., nanti di jenjang selanjutnya Anita pasti akan mendapatkan lebih banyak lagi ilmu dan bagaimana cara berkebun dengan benar. Kalau perlu nanti Ayah dan Bunda akan masukan Anita di sekolah khusus perkebunan," jelas Bunda seraya menatap pada Ayah. Dan Ayah pun mengiyakan.
Aku sangat senang dan semakin bersemangat untuk belajar.
Pagi itu sebelum pergi ke sekolah ku lihat Bunda sedang menata kue di beberapa wadah.
"Bunda, kue-kue ini kenapa belum di masukan?" Tanyaku sambil menunjuk kue yang sudah di kemas dengan rapi di dalam sebuah bungkus dan masih banyak di atas meja.
"Yang itu ambil saja, Bunda sengaja membuat lebih," jawab Bunda seraya menata kue-kue tersebut.
Ku ambil beberapa kue dan ku masukan ke dalam tas. Aku berniat untuk memberikannya pada teman-temanku.
Tiba-tiba muncul ide di kepalaku. Ku ambil saja lagi lebih banyak dan ku masukan lagi ke dalam tas. Sampai di sekolah ku berikan beberapa kue untuk teman-temanku lalu sisanya aku jual. Aku sangat senang mendapatkan uang hasil menjual kue tersebut.
Besoknya aku bertanya lagi pada Bunda apa ada kue yang berlebihan. Tapi kata Bunda tidak ada karena belum ada pesanan.
"Kapan ada pesanan lagi Bun?" Tanyaku.
"Mungkin lusa," jawab Bunda. "Memangnya kenapa?"
Ku utarakan saja kalau aku ingin menjual kue-kue itu di sekolah. Bunda hanya tersenyum dan akhirnya menyetujui ide ku. Bunda akan membuat kue untuk aku jual di sekolah.
Setiap hari Bunda selalu mengganti menu kue yang ku jual agar pambeli tidak bosan. Sementara hari libur ku habiskan untuk ikut Ayah ke perkebunan meski sebetulnya Ayah dan Bunda sudah melarangku dan ingin agar aku belajar saja di rumah.
"Selain otak, Anita juga harus melatih fisik juga dari sekarang," itulah alasanku jika Ayah dan Bunda berusaha melarangku.
"Nggak takut kulitnya jadi gelap?" Tanya Bunda.
Tentu ku jawab tidak, karena tekadku sangat kuat. Yaitu ingin merebut hati keluargaku. Aku juga ingin di sayangi dan di perhatikan serta di akui sebagai keluarga agar aku terbebas dari julukan sebagai anak pembawa sial.
Selain hasil dari menjual kue, aku juga selalu mendapatkan uang lebih dari Ayah. Aku bahkan sudah terbiasa dengan benda-benda tajam. Ternyata di perkebunan aku juga bertemu dengan anak sebayaku yang ternyata mereka juga membantu orangtua mereka di sana.
Ku kumpulkan uang hasil menjual kue dan uang jajan dari Ayah. Ku perlihatkan pada Ayah dan Bunda sambil menimang bekas kotak sepatu tempatku menyimpan hasil jerih payahku. Dan mereka berjanji kelak akan membuatkan buku tabungan untukku. Terlintas di benakku wajah Oma Nur dan Oma Siti yang tersenyum bahagia melihatku.
Suara adzan berkumandang, aku terbangun dan ingin segera menunaikan sholat subuh. Tapi ku rasakan sakit di sekujur tubuhku dan tenggorokanku pun terasa sakit. Ku urungkan saja niatku dan kembali ke tempat tidur.
Seperti biasa Ayah akan mengetuk pintu kamarku jika aku terlambat bangun untuk sholat. Karena aku tak kunjung bangun akhirnya Bunda yang membangunkan ku karena waktu sholat subuh sudah hampir habis.
"An...," Bunda mencoba membangunkan ku dengan menggoyangkan pundak ku.
"Bun..., tenggorokan Anita sakit...," ku coba berbicara agar Bunda tau apa yang ku rasakan.
Lalu Bunda memegang kening dan pipiku. "Astaghfirullah, kamu demam."
Bunda pergi ke dapur mengambil handuk kecil dan air untuk mengompres. Tidak lama Ayah juga masuk ke kamar untuk melihat keadaanku.
Aku di suruh minum obat setelah sebelumnya aku makan bubur yang di buatkan oleh Bunda.
"Jika panasnya belum turun setelah minum obat, kita harus segera membawa Anita ke Rumah Sakit. Karena ini sepertinya bukan demam biasa," ucap Ayah. Dan Bunda mengangguk tanda setuju sambil terus mengganti kompresku.
Karena demamku belum juga turun akhirnya Ayah dan Bunda membawaku untuk berobat ke Rumah Sakit. Setelah di periksa, kata Dokter aku mengalami radang amandel. Setelah di rawat inap selama dua hari, akhirnya aku pun sudah bisa pulang.
Setelah aku sembuh dari sakit aku tidak boleh lagi ikut Ayah ke perkebunan. Selain itu aku juga harus belajar karena akan menghadapi ujian kelulusan.
Tibalah hari yang di tunggu, hari pengumuman kelulusan. Aku dan kedua sahabatku berteriak girang sambil memegang surat kelulusan di tangan kami. Hingga tiba-tiba ku lihat wajah sedih dari keduanya.
"Kamu beneran mau pergi jauh dari kita berdua, An?" Tanya Arni dengan wajah murungnya.
"Kenapa gak coba ngomong lagi aja sama Ayah dan Bunda kamu buat lanjutin sekolah disini aja sih An?" Ucap Yurish juga.
Sebelumnya Ayah dan Bunda telah berencana untuk menyekolahkanku ke sebuah SMP di luar daerah yang menurut mereka lebih lengkap fasilitasnya. Meski aku bukan anak kandung mereka tapi mereka tidak pernah membedakanku samasekali. Selain itu aku juga perlu suasana baru dan lingkungan baru agar aku bisa lebih fokus lagi dalam belajar tanpa harus terbebani oleh ucapan dari orang-orang yang selalu memandang hina kepadaku.
Lebih cepat aku melupakan segalanya maka itu lebih baik. Namun tekadku masih sama, kelak aku ingin mendapatkan pengakuan dari keluargaku.
Sebetulnya aku bisa tinggal di kostan saja, tapi Ayah mengontrak sebuah rumah yang lumayan besar untuk ku. Ayah dan Bunda berjanji akan sering-sering menengok ku. Aku tidak tinggal sendiri, tapi ada Kak Laras yang akan menemaniku tinggal di sini. Kebetulan dia juga bersekolah di daerah yang sama. Hanya saja dia sedang menempuh jenjang SMA. Kak Laras adalah anak dari sepupu Mama. Selain itu aku juga masih punya seorang Paman, Adik sepupu dari Mama yang juga bekerja di daerah yang sama. Di antara keluarga Mama dan Papa hanya mereka berdua yang tidak membenciku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
𝑳 𝑪
termasuk aku! aku juga tidak pernah membencimu😌 malahan sebaliknya.......
nanti di lanjut lagi, 🤗 S
2021-11-05
2
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
sedih 🤧🤧🤧
nostalgia kisah hidup ku juga🥺🥺🥺🚶🏻♀️🚶🏻♀️🚶🏻♀️
2021-10-16
0
Viv 💐
sedih
2021-09-16
1