Kami pun pulang dengan naik motor sambil aku menikmati cemilan yang yang ku bawa dari rumah. Sesekali aku bersenandung sambil aku mengunyah makananku. Ayah yang mendengarku malah ikut bernyanyi juga.
Kami pun bernyanyi bersama.
🎵🎶Naik...naik ...ke puncak gunung...
Tinggi tinggi sekali....🎵🎶
Tak terasa kami sudah sampai di rumah. Ku lihat Bunda sedang membuat kue di temani oleh Mbak Sarah. Bunda sering mendapatkan orderan membuat kue untuk berbagai acara. Kue buatan Bunda paling enak menurutku.
"Bunda...," teriak ku.
"Eh heh..., mandi dulu sana. Badan kamu kotor, gak boleh dekat-dekat dulu...," perintah Bunda seraya mengamankan adonan kuenya khawatir kotoran yang ada di pakaianku akan jatuh kesana.
Aku pun segera mandi. Setelah mandi dan berpakaian aku menemui Bunda di dapur.
Ku lihat sebagian kue sudah selesai di buat. Dan Bunda sedang menata sayuran yang ku bawa tadi di sebuah wadah. Sementara Mbak Sarah sibuk melanjutkan untuk membuat kue.
Mbak Sarah adalah orang yang memang biasa membantu Bunda untuk membuat kue jika Bunda mendapatkan banyak orderan.
"Bun..., ini sayur apa buah?" Tanyaku pada Bunda sambil menunjuk sayur berwarna putih yang ku petik dengan setengah nyawaku tadi.
Bunda tersenyum. "Ini sayur. Sayur kol namanya."
Lalu Bunda mengambil pisau dan memotong sayur tersebut hingga beberapa bagian. Aku langsung mengintip dalamnya dan aku kecewa. Aku pikir ada sesuatu di dalam sayur tersebut. Tadinya aku berharap itu sejenis buah delima atau apalah itu.
Tampaknya Bunda dapat membaca wajah kekecewaanku.
"Minggu depan Ayah pergi memanen buah," ucap Bunda seraya tersenyum ke arahku.
"Boleh Anita ikut?" Tanyaku dengan wajah berseri-seri. Dan Bunda mengangguk.
Bunda pun kembali menata sayur dan menyisihkan beberapa sayuran di dalam kantongan untuk Mbak Sarah bawa pulang.
Sangat lama rasanya menunggu hingga hari minggu tiba. Dan akhirnya hari yang di tunggu pun tiba. Pagi-pagi aku aku sudah siap dengan tas bekal yang sudah di siapkan Bunda.
Seperti biasa, aku dan Ayah menaiki motor. Jujur, aku sangat senang saat naik motor dan betah berlama-lama meski perjalanan lumayan jauh. Aku merasakan semilir angin yang menerpa wajahku dan aku merasa semua bebanku hilang di bawa oleh angin.
Ku tarik nafas dalam lalu ku buang perlahan sambil menikmati semilir angin tersebut. Lalu Ayah menghentikan motornya karena sudah sampai.
"Auwww!" Pekik ku karena kepalaku membentur tubuh Ayah.
"Ayo turun. Kita sudah sampai," ucap Ayah.
Aku pun turun dari motor dan mengikuti Ayah dari belakang. Setelah beberapa meter berjalan kaki sampailah di kebun buah milik Ayah.
Aku terduduk lemas saat ku lihat yang ada di hadapanku adalah pohon buah kelapa. Karena aku sedang kesal ku dudukan saja tubuhku di tanah.
"Aku nggak suka buah kelapa," ucapku dengan wajah cemberut.
Ku lihat Bang Udin dan beberapa orang lainnya sedang memanen buah kelapa. Bang Udin adalah orang kepercayaan Ayah untuk menjaga dan merawat kebun buah milik Ayah.
"Ayo," ajak Ayah padaku yang masih duduk di tanah karena masih kesal.
Cukup penat aku berjalan sementara Ayah belum memberitahu kemana kita akan pergi. Lalu Ayah berhenti dan aku pun langsung menghentikan langkahku yang hampir saja menabrak Ayah karena aku sempat berlari untuk mengejar langkah Ayah.
"Kenapa berhenti, Yah?" Tanyaku.
"Sudah sampai?" Jawab Ayah.
"Pohon apa itu, kenapa banyak durinya?"
"Ini namanya pohon buah salak. Ayo," ajak Ayah dan aku pun mengikuti langkah Ayah.
Melihat dari bentuknya aku tidak berselera untuk memakannya. Tapi Ayah membukakan lalu memberikannya padaku. Aku ambil dan aku pegangi saja buah itu tanpa ingin memakannya.
"Bagaimana rasanya?" Tanya Ayah.
Karena Ayah bertanya terpaksa aku memakannya. Ku gigit sedikit buah yang menurutku aneh itu. Manis batinku. Lalu aku pun memakan buah itu dengan sungguh-sungguh. "Enak," jawabku seraya tersenyum dan masih mengunyah.
Tidak lama Bang Udin dan beberapa orang datang dan menghampiri Ayah. Sementara aku duduk di sebuah pondok kecil yang memang sudah ada di sana. Aku memakan bekalku dan buah yang sudah di kupaskan oleh Ayah.
Ku lihat Ayah menerima sejumlah uang dari orang-orang tersebut lalu mereka pergi membawa buah salak milik Ayah. Otak kecilku mencerna cukup baik bahwa ada jual beli antara Ayah dan orang-orang itu sama seperti yang terjadi di kebun sayur waktu itu.
Lalu Ayah pun mengajakku kembali dan tak lupa juga kami membawa buah salak untuk di bawa pulang ke rumah.
Ku lihat Bunda sedang berbincang dengan Bu Ida tetangga kami.
"Mbak Salma sebaiknya pikirkan lagi untuk merawat dan membesarkan si Anita itu, saya khawatir aja nantinya bakal berpengaruh buruk pada kehidupan Mbak dan Suami Mbak,"
Aku masih dapat mendengar kata-kata Bu Ida, dengan sangat jelas. Entah itu sengaja atau atau tidak yang jelas aku merasa sakit dan tertekan. Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku lalu setelah itu aku pergi ke kamarku dan berpakaian. Aku duduk di tempat tidur dan kembali teringat pada Mama dan Papa yang hampir setiap hari bertengkar yang tak aku ketahui samasekali penyebabnya. Pernah suatu ketika mereka bertengkar hebat hingga aku berlari ketakutan dan aku terjatuh di tangga hingga hidungku mengeluarkan banyak darah. Mereka lebih memilih melanjutkan pertengkaran mereka tanpa peduli keadaanku. Kebetulan Bunda Salma lewat di depan rumahku lalu ia membawa dan mengobati ku di rumahnya. Sejak saat itu lah aku selalu di rawat Bunda Salma hingga kedua orangtuaku berpisah.
Sebelumnya Ayah dan Bunda pernah membicarakan masalah hak asuhku baik dengan keluarga dari Papa atau pun keluarga dari Mama. Tapi mereka semua bungkam. Kebungkaman mereka di simpulkan sebagai penolakan oleh Ayah.
Aku pasrah saja dengan siapa nantinya aku akan tinggal. Tapi aku bersyukur ada orang sebaik Ayah dan Bunda yang mau merawatku.
Seperti biasa Ayah akan mematikan TV dan menyuruhku belajar lalu setelah itu aku tidur karena besok harus sekolah.
Pagi itu aku sudah rapi dan sudah sarapan juga. Ku lihat Ayah sangat rapi pagi itu. Sepertinya Ayah akan pergi dan yang pasti bukan pergi ke kebun.
Ku salami Ayah dan Bunda sebelum aku pergi ke sekolah. "Ini uang jajan buat kamu kata Ayah," seraya memberikan selembar uang dengan nominal cukup besar dari uang belanjaku biasanya.
"Ini banyak," kataku," tapi aku sangat senang.
"Beli lah apa saja yang Anita mau," ucap Ayah seraya mengusap kepalaku. Bunda hanya tersenyum saja melihatku.
Saat tiba waktu istirahat ku ajak teman-temanku pergi ke kantin karena aku bingung jika harus menghabiskan uang itu sendiri. Ku lihat mereka sangat senang saat ku katakan aku yang akan membayar semua. Melihat wajah bahagia mereka aku pun ikut senang.
Lalu aku mulai berpikir. "Apa Oma Siti dan Oma Nur akan senang juga jika aku melakukan hal yang sama pada mereka?" Batinku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
𝑳 𝑪
apakah aku masih kebagian? 🥺
2021-11-05
1
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
hmmm... Anita kuatlah🚶🏻♀️🚶🏻♀️🚶🏻♀️🚶🏻♀️🥺🥺🥺
2021-10-16
0
Mommy Gyo
3 like hadir thor mampir juga ya 🥰🥰 salam cantik tapi berbahaya
2021-09-26
1