Aku meringis sambil membuang nafas melalui mulutku karena menahan perih di luka ku saat terkena air.
Aku hanya mandi sekedarnya saja karena aku ingin segera mengobati lukaku sebelum Ayah pulang dari perkebunan.
Aku keluar dari kamar mandi masih dengan mengendap-ngendap khawatir jika Bunda melihatku.
Belum lagi aku sampai ke kamarku tiba-tiba saja ada suara yang memanggilku. Siapa lagi kalau bukan Bunda. Karena aku cukup tau dari suaranya saja.
"Anita, sejak kapan kamu pulang?" Tanya Bunda.
"Udah dari tadi Bunda...,karena Bunda gak nyahut salam jadi Anita masuk aja," jawabku tanpa menoleh ke arah Bunda dan melanjutkan langkahku menuju kamarku.
"Aman...aman...," ucapku ketika sudah berada di dalam kamar.
Belum lagi normal detak jantungku, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku.
"Sebentar!" Teriak ku dari dalam.
Aku bingung harus mengenakan apa agar luka ku tidak bisa di lihat oleh Bunda. Ku kenakan kaosku tapi aku bingung menentukan bawahannya. Aku pun teringat rok yang telah di belikan Bunda seminggu yang lalu. Sebenarnya aku tidak suka memakainya karena memakai rok bukan lah style ku. Tapi dalam keadaan seperti ini hanya rok itulah pilihan yang aman agar lukaku tidak terlihat tanpa membuatnya sakit.
"Yup," ucapku saat rok itu ternyata tepat berada di bawah lutut ku. Aku tidak peduli dengan penampilanku apakah cocok atau tidak yang penting aku bisa menyembunyikan luka ku.
Aku berjalan menuju pintu dan membukanya. Ku lihat Bunda sudah berdiri di sana dengan tatapan menyelidik. Tapi aku berharap saja semoga ini bukan mengenai masalah luka ku.
"Iya Bunda, ada apa?"
"Anita nggak kenapa-kenapa,kan?" Tanya Bunda seraya memperlihatkan celanaku yang sobek di bagian lututnya. Itu adalah celana yang tadi aku kenakan dan aku lupa menyembunyikannya.
"Nggak Bun, Anita gak kenapa-kenapa," jawabku berusaha bersikap biasa-biasa saja. "Tadi Anita terjatuh saat pulang mengaji tapi gak apa-apa."
"Ya sudah kalau nggak kenapa-kenapa Bunda mau lihat."
"Bunda...," aku merengkek agar Bunda berhenti mendesakku.
"Buruan Bunda mau lihat sebelum Ayah pulang," kata Bunda.
Mendengar kalimat terakhir Bunda, aku pun bersedia untuk memperlihatkan luka di lutut ku.
"Astaghfirullah, An...! Ini lukanya lumayan besar...."
Bunda terlihat panik setelah melihat luka di lutut ku. Kepanikan Bunda malah membuatku menjadi sangat takut. "Hiks...hiks...," aku pun akhirnya menangis.
Bunda membersihkan luka ku lalu membalutnya dengan perban. Setelah itu Bunda menyuruhku minum obat.
Ku dengar suara motor Ayah yang datang. "Hiks...hiks...," aku kembali menangis.
"Jangan menangis..., kalau kamu menangis yang ada malah buat Ayah semakin khawatir," tutur Bunda menasehati agar aku berhenti menangis. Aku pun berusaha menghentikan tangisku meski masih saja aku sesegukan.
"Assalamua'laikum...."
"Wa'alaikumsalam...," Bunda menyahut salam. Sementara aku langsung bersembunyi di bawah selimut karena tadi aku sudah pindah ke tempat tidurku.
Ku pejamkan mataku berpura-pura tidur saja.
Bunda keluar dari kamarku menemui Ayah yang baru pulang. Aku sudah hapal kegiatan Ayah setelah pulang. Ayah akan mandi terlebih dahulu, setelah berpakaian lalu Ayah minum teh yang di sediakan Bunda. Tidak lupa Bunda juga menyajikan pisang goreng kesukaan Ayah.
Barulah setelah itu Ayah akan menanyakan keadaanku di sela makannya.
"Dia sedang beristirahat di kamarnya," jawab Bunda.
"Apa Anita sakit?" Tanya Ayah dengan nada khawatir.
Ayah langsung pergi ke kamarku tanpa menunggu jawaban dari Bunda.
Aku masih berpura-pura tidur. Ayah memegang keningku tapi badanku tidak panas samasekali. Tidak lama Bunda masuk ke kamarku juga.
"Tadi sepulang mengaji dia terjatuh dari sepeda dan kakinya terluka," ucap Bunda seraya membuka selimut yang menutupi luka ku yang sudah di perban.
"Apa lukanya cukup serius?" Sambil Ayah memandang ke arah Bunda.
"Lukanya cukup dalam. Jika lusa lukanya belum kering juga, kita akan bawa dia ke Rumah Sakit," saran Bunda pada Ayah.
Daerah tempat tinggalku lumayan jauh dari pusat kesehatan. Tidak ada Rumah sakit atau pun Klinik terdekat.
Lusa nya Bunda membuka perbanku dan aku bersyukur ternyata lukaku sudah kering. Bunda sangat telaten merawat lukaku dan memberiku minum obat. Seminggu kemudian aku sudah benar-benar sembuh. Hanya tinggal bekas lukanya saja yang belum hilang.
Sore itu setelah pulang mengaji aku membantu Bunda untuk menyiram bunga. Bunda Salma sangat menyukai bunga. Ada banyak macam jenis bunga yang Bunda miliki. Aku tidak hapal nama-nama bunga tersebut, karena aku tidak terlalu suka bunga.
Minggu pagi Ayah memanggilku untuk mengajak ku ke perkebunan. Aku sangat senang karena sudah lama aku ingin ikut Ayah ke perkebunan. Dan hari ini akhirnya Ayah mengabulkan keinginanku. Ku cium punggung tangan Bunda sebelum aku dan Ayah berangkat lalu Bunda memberikan tas berisi bekal makanan dan minuman untuk ku.
Sesampainya di kebun aku benar-benar di buat kagum dengan hamparan warna-warni dari sayuran yang ada di sana. Kebetulan hari ini Ayah mengajakku ke kebun sayur.
Ada terong, tomat, cabai, sawi dan masih banyak lagi. Aku begitu gemas melihat sayuran yang ada di sana.
"Apa sayuran ini punya Ayah?" Tanyaku.
"Iya," jawab Ayah sambil mengusap kepalaku.
"Boleh ya Anita ambil sayurannya," pintaku pada Ayah.
Ayah pun mengangguk lalu memberiku sebuah keranjang sayur agar aku bisa membawa sayuran yang nanti aku petik.
Sampai di dekat sayuran tersebut aku jadi bingung harus memetik yang mana dulu. Ku petik saja sayuran yang jaraknya paling dekat denganku. Setelah itu aku menyusuri blok-blok sayuran yang lainnya. Ku lihat ada sayur berwarna putih dengan ukuran yang cukup besar dan menempel di tanah. Aku sangat penasaran dengan sayuran tersebut dan ingin bertanya pada Ayah. Tapi ku lihat Ayah sedang sibuk dengan beberapa orang yang ada di sana. Mungkin teman Ayah.
Aku petik saja sayur itu dengan sedikit bersusah payah aku melepaskan dari tangkainya. Ku gendong sayur itu lalu ku masukan ke dalam keranjang sayur.
"Huuhhh, berat juga," aku menyeka keringat ku dengan punggung tanganku.
Mataku tertuju pada cabai dan tomat. Langsung ku hampiri saja dan ku petik cabai dan tomat yang berwarna merah. Ku bayangkan makan siangku dengan sambal dari hasil cabai yang ku petik sendiri.
Aku sudah lelah tapi aku tidak bisa menahan diri saat ku lihat mentimun yang sangat menggoda imanku. Ku petik timun dengan ukuran besar sambil menimangnya lalu ku masukan dalam keranjang.
Ku bawa keranjang sayur dengan sedikit menyeretnya karena sangat berat.
Ku lihat Ayah dengan beberapa orang temannya tadi masih berbincang. Tak lama setelah itu dua orang di antaranya memberikan sejumlah uang pada Ayah. Setelah itu mereka pun pergi dan ku lihat mereka membawa sayuran di Bak Mobil mereka.
"Orang-orang tadi membeli sayuran Ayah?" Tanyaku.
"Iya..., mereka itu pelanggan tetap Ayah," jawab Ayah sambil memperhatikan bawaanku. "Banyak sekali sayurnya. Apa Anita akan memakan semua sayuran itu?"
Aku baru kepikiran sekarang saat Ayah menanyaiku. Aku kebingungan karena takut di suruh menghabiskan semua sayuran itu sendiri. "Semua sayurnya segar-segar banget Yah..., Anita nggak sadar kalau sudah metik sayur sebanyak ini."
"Ya sudah, ayo kita pulang," ajak Ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
𝑳 𝑪
aisshhh... untungnya lukanya itu tidak berada dalam hati, 🤧
2021-11-05
1
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
jdi pngen k kebun, nostalgia masa kecil🙊
nyolong timun d kebun orang🤣🤣🤣🤣
2021-10-16
0
A - 𝐙⃝🦜
Anita tomboy???
2021-09-06
1