"Lalu Kakek anggap aku apa? Aku sudah bekerja keras buat perusahaan! Kenapa Kakek kasih ke Brian?" Jadi telunjuk James terarah ke Brian.
Demi apa pun, James tak bisa memaklumi permintaan Halim. Bagaimana bisa menyerahkan perusahaan sebesar itu pada Brian? Mengingat adiknya itu hanya tau berfoya-foya tanpa tahu apa itu tanggung jawab. Jangankan memimpin perusahaan, membuat skripsi saja harus dirinya yang turun tangan. Jika perusahaan Brian yang pimpin, alamat gulung tikar dalam setahun.
Sementara Brian, dia juga sama terkejutnya. Bedanya dia tetap berusaha tenang karena berpikir sang kakek punya rencana.
"Kakek, ayo ngomong, Kek! Apa Kakek beneran mau kasih semua pada Brian? Lalu aku? Aku sama sekali gak dapet apa-apa?" James menunjuk wajahnya sendiri yang sudah merah padam. "Aku James, Kek. Aku cucu tertua yang berusaha jatuh bangun di perusahaan. Aku yang bikin perusahaan stabil saat ayah bikin kacau karena skandal perselingkuhan. Aku! Itu aku! Aku menyerahkan masa muda demi perusahaan. Pengabdianku gak main-main, Kek. Lalu kenapa Kakek ... Kakek tega ...."
James melemah, dia merosot dan kembali duduk. Bibir seakan-akan tak bisa berkata-kata lagi. Sungguh, dia kesal dengan situasi rumit dan pelik yang tengah dihadapinya. Satu sisi dia tidak ingin terlihat serakah, tetapi satu sisi lain dia tak bisa menyerahkan perusahaan pada Brian yang tidak tahu apa-apa. Beribu-ribu bahkan berpuluh ribu kepala karyawan tergantung pada pemimpin.
"Ayo ngomong, Kek!" cecar James.
Halim menarik napas, alisnya menukik saat melihat wajah frustrasi James. Sayangnya keputusan sudah final.
"Iya, Kakek sudah memutuskan kalau semua harta bakalan Kakek kasih ke Brian," jelasnya tanpa terbata.
Mata Brian dan James membulat serentak.
"Tapi ada pengecualian," lanjut Halim yang tentu saja kalimat singkat itu membuat Brian mengembuskan napas lega. Biar bagaimanapun dia tidak ingin berkecimpung di dunia bisnis. Dia lebih nyaman menjadi model serta aktor, hidup suka-suka, foya-foya tanpa ada kata meeting maupun kekangan. Tak ingin terikat dengan sesuatu yang namanya tata krama atau apa pun yang menyangkut dengan nama baik perusahaan. Meskipun menjadi aktor tetap harus menjaga image, tetap saja tak seperti menjadi pengusaha. Brian sudah biasa hidup bebas, seni, estetika dan keindahan adalah kebahagiaan. Dia menyukai itu daripada hanya duduk dan membolak-balik kertas serta yang lainnya. Brian sungguh benci dengan itu.
"Apa maksud Kakek?" tanya James akhirnya. Seperti mendapat secercah harapan. Lamat-lamat dia tatap Halim yang duduk di depan.
"Ya, semua poin-poin yang disebutin Pak Malik akan batal. Perusahaan itu bakalan tetap jadi milik kamu. Ya, meskipun memang ada jatah Brian di sini, tapi tetap saja nggak sebanyak kamu. Karena Kakek tau, kamulah yang menjadi maskot keluarga kita. Kamu yang menjadi pemimpinnya."
"Lalu?" tanya James yang masih tak paham. Kalau Halim sudah mengakui kinerjanya, lalu kenapa bisa menyerahkan hak pada Brian?
"Semua bakalan kembali ke awal, kamu tetep jadi direktur utama asal kamu bisa melupakan masa lalu dan menikah di tahun ini juga," jelas Halim.
Sebuah penjelasan yang lagi-lagi membuat mata James semakin membulat. Bahkan lebih lebar dari sebelumnya. Penuturan itu benar-benar membuatnya tak bisa berkata lagi. Bagaimana bisa sang kakek yang tahu persis perasaannya memaksa untuk meninggalkan masa lalu?
"Mustahil, Kek. Ayolah. Ini gak lucu sama sekali," sahut James.
"Lalu, apa menurutmu Kakek sedang melucu. Kakek serius James. Ini penting untuk kelangsungan keluarga Hadinata," tegas Halim tanpa mau dibantah.
"Tapi tetep aja, Kek. Kakek tahu bagaimana perasaanku, Kakek tahu bagaimana kehidupanku, aku nyaman dengan hidupku sekarang. Lalu kenapa Kakek paksa aku harus melupakan Rossa?"
"Karena Rossa masa lalu kamu. Kamu nggak bakalan hidup dengan mengandalkan masa lalu. Kamu butuh keturunan, James. Kita butuh penerus. Mau sampai kapan kamu selalu memandangnya? Ingat dia sudah pergi, dia pergi atas kemauannya sendiri. Lalu, untuk apa kamu menyesalinya. Jangan jadi orang dungu James. Ayolah, move on, lupakan dia. Tujuh tahun menduda tidakkah kamu merasa kesepian?"
"Tapi Kakek ...."
"Pikirkanlah, kamu mungkin nggak capek menunggu. Tapi Kakek capek, beneran Kakek nggak punya waktu lagi buat menunggu. Kamu harap Kakek dan Kakek juga mengharapkan penerus. Jadi, Kakek akan melihat dari segi pebisnis. Yang mana yang lebih menguntungkan akan kakek rangkul. Kakek akan membuang sesuatu yang nggak menguntungkan sama sekali," tegas Halim tanpa berkedip.
James berdiri, gusar dia membalik badan hendak pergi dari sana, tetapi terhenti saat Halim kembali memanggil.
'Kakek kasih kamu waktu sampai Kakek pulang dari bulan madu. Jadi, selama itu pikirkanlah. Kakek akan menunggu jawabanmu. Kalau kakek keburu mati, jadi wasiat ini berlaku saat itu juga, seluruh aset dan perusahaan akan Brian yang pegang. Dan kamu ... kamu nggak bakalan dapat apa-apa."
"Kakek ...." Brian setengah merengek. Dia tatap lagi Halim yang tetap memasang wajah datar.
"Serius James. Kakek bakalan kasih kuasa sepenuhnya pada Pak Malik. Jika kamu berubah pikiran dan sudah menemukan calon istri, cepatlah hubungi beliau. Biar beliau yang mengubah isi di dalamnya. Tapi, jika kakek keburu mati, otomatis yang dibacakan Pak Malik ini adalah keputusan akhirnya. Keputusan ada di tangan kamu."
James kembali membalik badan dan melangkah gontai. Dia membiarkan para pelayan yang kembali menunduk saat melihatnya. Dia keluar rumah dengan pikiran yang kacau.
Sementara Halim yang masih duduk tenang di sofa kebanggaan hanya mendesah. Dia tatap Brian, si cucu bungsu. "Apa kamu bisa menjalankan perusahaan?"
Brian tergelak jenaka. "Ayolah Kakek, aku nggak mau dan aku nggak tertarik," sahutnya.
"Bagus kalau begitu. Kakek anggap ini sudah final. Nggak akan ada yang namanya perkelahian antar ahli waris. Kamu cukup dengan jalan-mu dan James dengan jalannya sendiri."
"Tapi kenapa Kakek pakai aku?"
"Karena James nggak akan memikirkan masa depannya. Dia akan terus sendiri dan jadi orang bodoh. Kakek enggak mau itu. Kita butuh penerus."
Brian mengangguk manggut-manggut. "Soal keturunan bukannya Kakek masih bisa produksi lagi? Siapa tahu saat bulan madu Nenek bisa melahirkan paman buat kami."
Sontak bantal melayang ke arahnya. Sigap Brian mengelak. Senyumnya tersungging.
"Kakek gak mau membuat Nenek kamu repot. Dia cukup menikmati harta yang ada dan gak perlu susah-susah," papar Halim seraya mengedipkan mata pada istrinya.
Pandangan itu tentu saja membuat Brian serasa ingin muntah. Sang Kakek berubah drastis saat berhadapan dengan istrinya. Bucin kala tua benar-benar menyeramkan.
Brian bergidik. Dia berdiri hendak ke kamar tapi terhenti saat Halim kembali memanggil namanya.
"Kenapa lagi, Kek. Jangan bilang Kakek mau nyuruh aku cariin jodoh buat James. Ogah Aku gak mau. Titik."
Halim menggeleng. "Gak perlu. Kakek mau dia move on dengan sendirinya."
"Lalu?"
"Kakek cuma mau memperingatkan, harusnya kamu lebih baik sama James. Jangan terlalu mementingkan ego."
Brian terdiam, wajahnya masam kecut dalam sekejap. Dia tahu maksud Halim.
"Tapi dia selalu memprovokasi. Aku lelah Kakek. Aku lelah selalu disalahkan dan ditindas."
"Tapi bukannya wajar dia bersikap begitu mengingat tingkah lakumu. Apa kamu masih mau membela diri?"
Brian terdiam, dia membalik badan dan meninggalkan sang kakek menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
tu Khan apa yg aye bilang kakek gk mgkn la ksh cuma" ma Brian hartanya pasti nyuruh duren sawit tuh nikah alasan aja bikin wasiat gitu😀😀
2021-12-19
1
TePe
suka brian
2021-12-18
1
🍾⃝ͩʜᷞεͧrᷠaͣ☠ᵏᵋᶜᶟ✰͜͡w⃠
wkwkw tua² keladi, makin tua makin jadi..
gaskeun kakek..🤣🤣
2021-12-13
1