Mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, James lantas mengendurkan dasi yang terasa mencekik leher. Rasa lelah benar-benar ditekan agar bisa segera sampai ke rumah keluarga besarnya. Keluarga besar Hadinata.
"Jadi, apa bener kakek bakalan ngasih keputusannya malam ini?"
James mendesah. Dia yakin, sang kakek—Halim Hadinata—pasti akan memberikan ultimatum terakhir sebelum pergi bulan madu berkeliling dunia bersama istri barunya. Wanita itu otomatis menyandang status sebagai nenek tiri yang usianya hanya terpaut sepuluh tahun.
Kesal, marah dan malu, James tahan rasa itu karena kelakuan sang kakek yang seperti ABG tua. Meski tak setuju tetap saja dirinya tak bisa melarang. Halim menikah pun saat dirinya tengah melakukan perjalanan bisnis ke Singapura dan baru pulang kemarin malam saat pesta sudah usai.
Begitulah sepak terjangnya. Meski sudah lama pensiun, Halim selaku pendiri Hadinata Group masih mempunyai kuasa penuh. Dia mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang bahkan James tidak bisa tentang walaupun posisinya sudah menjadi direktur utama di Hadinata Group.
Hadinata Grup merupakan perusahaan raksasa. Hampir semua orang merasakannya karena memang berkecimpung di dunia makanan. Dari mi instan hingga tepung-tepungan. Tak hanya itu, Halim bahkan mempunyai saham terbesar di salah satu bank swasta di Indonesia. Dia juga merambah bisnis di semua sektor, dari ritel, otomotif, jalan tol, properti, telekomunikasi, perkebunan dan masih banyak lagi.
Semua itu karena Halim pekerja keras dan cerdas, ditambah lagi dia memiliki pengikut setia. Meski sudah pensiun, dirinya masih memegang penuh kendali perusahaan raksasa itu.
Tibalah di kediaman besar Hadinata, James di sambut oleh beberapa pelayan yang berdiri berbaris di belakang pintu. Mereka membungkuk serentak saat James masuk.
"Di mana Kakek?" tanya James setelah menghentikan langkah.
Seorang perempuan yang James kenal betul sebagai kepala pelayan maju beberapa langkah. "Beliau ada di ruang keluarga, Den. Aden sudah ditunggu di sana."
Gegas James melangkah. Dia yakin sang kakek akan murka jika dirinya telat datang.
Benar adanya, pria tua beruban itu tengah duduk dengan kaki menyilang. Anehnya, ekspresi wajah Halim tidak menunjukkan kekesalan, dia tidak marah dan justru sebaliknya. Dia tertawa renyah menyambut James.
"Ada apa, Kek?" tanya James datar sembari duduk. Sang kakek tampak lebih bersahaja dari biasanya. Mungkin karena efek jadi pengantin baru jadi wajah yang sudah keriput itu terlihat lebih bercahaya. Jika melihat perangainya, James pasti akan mendapatkan lemparan bantal. Namun, kali ini senyuman yang menyambutnya. Aneh bin ajaib.
"Duduk dulu, James. Jangan buru-buru. Kira tunggu satu orang lagi," sahut Halim lalu menyeruput secangkir kopi yang ada di atas meja.
James mengangguk. Sekarang ekor matanya melirik pria muda dengan kemeja berlapis rompi yang tak lain tak bukan adalah Brian, 28 tahun, adik kandungnya sendiri.
James mendesah, dia sandarkan punggung yang lelah dan memindai mansion megah milik keluarganya, rumah mewah empat lantai yang hanya ditinggali oleh Brian dan para pembantu.
"Apa kamu lelah mengurus perusahaan?" tanya Brian menengahi keheningan.
James melirik tajam ke arah Brian yang tengah membersihkan kuku. Darahnya berdesir seketika. Namun, demi sang kakek dia hanya berdeham lalu menjawab datar, "Tentu saja."
"Kalau begitu, apa aku boleh membantu?"
"Jangan melucu," jawab James cepat. "Itu perusahaan besar, bukan tempat yang tepat untuk kamu bermain-main. Carilah tempat yang benar-benar sesuai yang kamu mau. Bukannya kamu dari dulu suka jadi pusat perhatian? Lalu kenapa sekarang mau berbisnis? Apa kamu kekurangan uang?"
Brian tergelak jenaka, dalam tawa sebenarnya dia menggeram mendengar penuturan James yang jelas tengah menghinanya.
"Ayolah, aku cuma bercanda, James. Aku nyaman jadi model. Aku suka jual tampang." Brian menghentikan kata, dia menatap lekat James yang melihat ke arah lain. "Jadi jangan diambil serius, oke. Lagian kamu gak berubah sama sekali. Sudah setahun kita gak ketemu tapi kamu masih saja kaku. Gak asik," lanjut Brian.
James menolehkan kepala dan menatap nyalang Brian. Rahang mengetat, tangan sudah terkepal kuat sebelum akhirnya suara dehaman sang kakek melerai pertarungan tak kasatmata itu.
"Kalian tenanglah, pak pengacara kita sudah sampai. Hormati beliau," ucap Halim seraya tersenyum kecil pada Malik—pengacara kepercayaan—yang baru saja tiba.
James kembali duduk tegak, dia berusaha tenang seraya menggulung lengan kemeja. Dipandangnya sang pengacara yang memang sudah dikenal baik. Pengacara itu duduk dan mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tas dan membacakan dengan jelas isi surat wasiat Halim tanpa dikurang ataupun dilebih-lebihkan.
Di dalam surat kuasa itu, Halim menyerahkan seluruh aset, baik itu properti, saham maupun deposito atas nama Brian.
"Apa Kakek bercanda?" James berdiri seketika, tak terima. Nyalang dia menatap Brian lalu kembali melihat Halim yang masih duduk tenang. "Lalu Kakek anggap aku apa? Aku sudah bekerja keras buat perusahaan! Kenapa Kakek kasih ke Brian?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
trik kakek utk James nih ada udang dibalik gandum nanti gaeess😀😀kyk gk tau author aja suka bikin tebak" an 😂😂
2021-12-19
1
⸙ᵍᵏKᵝ⃟ᴸ🦎ᵏᵉʸ
benar2....kakek...
2021-07-12
1
Anie Jung
Nah ngamuk James, dia kerja keras Brian yg dapat warisan, 😂😂😂Brian genten nyaa😍
2021-07-10
1