"Mang, siapa dia?"
James Cokro Hadinata—pria matang berusia 33 tahun—bertanya dengan nada datar, ekspresi mukanya serius. Nyalang matanya menatap pagar tinggi yang sudah tertutup rapat. James ingat betul kalau seorang wanita menghalangi mobil ketika hendak masuk tadi. Dia sempat melihat dan yakin, meski awut-awutan gadis itu bukanlah seorang gelandangan. Terlihat jelas dari pakaian yang membalut badan, sepatu kets yang tinggal sebelah serta atribut lain. Namun, tetap saja dia tak suka ada wanita di sekelilingnya. Bagi James, wanita hanya akan bikin sakit mata.
"Saya tidak tau, Den."
Paijo—pria paruh baya bertubuh kurus dengan seragam cokelat—menjawab dengan posisi menunduk segan.
"Kalau bisa urus sekarang, Mang. Pokoknya saya nggak mau ada dia. Bila perlu panggil dinas sosial. Dan juga, hubungi pihak keamanan komplek. Bisa-bisanya mereka teledor," dengkus James.
Paijo mengangguk patuh. "Baik, Den."
Namun, baru juga keduanya melangkah, seseorang berbaju hitam dengan celemek melingkar di pinggang tergopoh menghampiri mereka yang masih berada di teras depan.
"Den, gawat Den. Gawat," ucap Mae—ART yang sudah lama bekerja di rumah James. Wajahnya tampak gelisah, sedangkan tangannya menggenggam erat telepon rumah tanpa kabel.
Paijo yang ada di dekat mobil bergeming. Sementara James yang masih rapi dengan setelah hitam menatap Mae heran.
"Kenapa, Bik?" tanya James.
Mae tak menjawab.
Meski bingung, lelaki dengan hidung bangir itu pun mendekati Mae. Dia mulai menerka, apa mungkin ...?
"Aden disuruh ke rumah utama secepatnya. Tuan Hadi—"
"Baik Bik, saya paham," potong James. Dia pun bergegas menghampiri Paijo dan meminta kunci mobil. Sebenarnya tubuh sudah lelah karena seharian bekerja. Namun, situasi tak memungkinkan untuk beristirahat.
Gegas James menghidupkan mesin mobil dan kembali keluar. Sayangnya, perjalanan yang harusnya berjalan tanpa hambatan, terkendala ketika melewati pagar. Dan itu karena Yuna. James risih melihat gadis itu.
Membuka kaca mobil sedikit, James melirik sinis. "Kenapa masih di sini?" tanyanya datar.
Yuna tak menjawab. Dia sebenarnya juga bingung, apa yang dia buat di sana? Namun yang jelas, tak mungkin bisa ke mana-mana dengan kondisi memalukan seperti itu.
"Tenanglah, aku bukan pencuri," balas Yuna tak kalah datar.
Merasa jawaban Yuna tak memuaskan, James pun terpaksa keluar dari mobil dan menghampiri. Dipindainya Yuna yang berjongkok sambil memegang perut.
Sementara Yuna, meski James memasang wajah angkuh entah kenapa terlihat keren di matanya. Belum lagi saat mata mereka beradu. Tatapan dingin itu seperti memberinya butiran salju. Dingin tapi membuat nyaman. Harapan untuk ditolong pun bersinar terang.
Eh, tapi tunggu dulu. Kalau dia yang nolongin aku, itu artinya ....
Yuna yang tengah bermonolog terhenti saat mendengar suara dehaman. James, dia menyentuh ujung hidung seraya mengalihkan mata ke arah lain. Sekarang James tahu kenapa Yuna tak bergerak sedari tadi. Dia lepas jas yang membalut badan.
Lah, dia ngapaian buka jas? Jangan bilang dia mau ngasih buat aku. Gila, ni orang walaupun mukanya bikin gedeg ternyata perhatian juga. Yuna bermonolog lagi. Dia ulurkan tangannya karena mengira James akan merelakan jas untuk dia pakai.
Namun, di luar prediksi, James justru melipat jasnya lantas menaruh di lengan.
Yuna terbengong. Ambyar sudah adegan romantis yang sedetik lalu membuat hatinya berbunga. Ternyata James mempermainkannya.
"Sialan," umpat Yuna pelan lalu menurunkan tangan. Bibirnya manyun dengan mata menyipit.
Pria itu menarik sebelah bibirnya lantas merogoh ponsel yang ada dalam saku jas. "Bik Mae, tolong keluar sebentar. Sekalian bawa sarung untuk perempuan ini," ujarnya datar seraya menunjuk-nunjuk muka Yuna.
"Hah! Sarung?" ulang Yuna, "kamu kira aku nangka disarungin? Yang bener aja," lanjut Yuna. Sungguh harga dirinya terluka.
Namun, kembali lagi ke akal sehat, kondisinya yang memalukan tidak memungkinkan untuk marah. Bagaimanapun dia butuh pertolongan.
Telepon James tutup. Ditatapnya lagi Yuna yang masam kecut. "Iya, sarung. Apa kamu yakin bisa bergerak tanpa sarung?" balas James asal mangap.
Yuna menelan ludah.
Tak berapa lama yang dipanggil tergopoh berlari dan mendekati James.
"Ini Den sarungnya," ucap Mae. Dia kemudian terbengong saat jari telunjuk James terarah pada gadis yang tengah berjongkok itu.
"Urus dia, Bik. Pokonya saya gak mau dia ada di sini saat saya pulang nanti." Lantas pergi tanpa menoleh lagi.
Visual James Cokro Hadinata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Faris Moham
terlalu muda
2022-12-29
0
Aldissa
suka sm viaual cony...
2022-09-07
0
"¥u°©h@n🌺🌺🌺
🤭🤭
2022-04-25
0