Mobil Mini Cooper itu melaju santai di keramaian kota Denpasar. Matahari bersinar sangat teriknya. Aku sengaja tidak lewat By Pass karena ingin menikmati suasana kota Denpasar di siang hari. Aku selalu terkesan akan Pulau kecil ini, begitu unik dan sangat menarik. Tidak salah kalau Turis dari segala penjuru Dunia memenuhi Bali.
Mobil menembus jalan di Ponogoro dan sepanjang jalan aku lebih banyak melihat bule, mereka berjalan dengan santai, wajah dan badan mereka merah seperti kepiting rebus kena teriknya sinar Matahari. Hidup mereka begitu enjoy.
Mobil berbelok menyusuri jalan Taman Anyar, Aku mencari nomer 20x. Sampai di tempat ternyata sebuah Toko oleh-oleh khas Bali. Aku memarkir mobilku, aku disambut ibu-ibu penjual Souvenir, mereka menyapa ramah memakai bahasa Inggris pasaran. Tapi seorang scurity mengusir ibu-ibu itu, benar juga pikirku, kenapa mereka berjualan di depan Toko oleh-oleh.
"Silahkan Nona masuk ke dalam dan memilih barang yang Nona kehendaki." kata seorang gadis menyambutku, mungkin karena wajahku bule, mereka terus berbahasa Inggris.
"Maaf mbak ada Bapak Brata, tadi saya di kasi alamatnya disini." kataku sudah tidak sabar bertemu dengan Om Brata yang songong itu.
"Tuan ada di lantai dua Nona." sahut gadis itu memandangku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mungkin dia berpikir aku wanita murahan yang dipesan Om Brata.
Aku diantar naik ke lantai dua, rupanya Toko ini luas sekali di belakang dan sangat lengkap. Aku pernah ke Toko oleh-oleh lain, tapi tidak selengkap ini. Dari lantai dua aku bisa melihat View nya Taman Kota. Estetika Interior berkonsep etnik, ornamen bangunan mengusung gaya Bali modern.
"Nona ini ruangan Tuan, silahkan Nona masuk sudah di tunggu." kata gadis itu tersenyum ramah. Aku membuka grendel pintu dan seorang laki-laki menyambutku dengan heran. Aku rasa kami berdua sama-sama heran. Kenapa?
Ternyata yang bernama Om Brata adalah seorang laki-laki matang, bisa jadi berumur 33 tahun. Wajahnya ganteng dan matanya tajam menusuk jauh kejantungku.
"Perkenalkan aku Qirrera anak Nyonya Capela yang bungsu." kataku berusaha bersikap datar dan sedikit acuh.
"Hemm...aku tidak mengenalmu, apakah kamu anak pungut itu?"
"Ya, aku anak haram itu yang siap membela mamaku." sahutku mulai mendidih.
"Apa yang bisa kau lakukan?, kecuali tubuhmu sebagai imbalannya baru aku puas."
"Maaf Tuan Brata, sepertinya Tuan salah alamat. Hutang mamaku cuma 20 miliar, harga tubuhku tidak ternilai, apalagi aku masih Virgin." sahutku bergetar. Aku sudah mau menampol mulutnya. Aku sangat kesal mendengar celotehnya.
"Hahaha...jangan ngelucu, ini zaman gawai, siapa yang bisa percaya kamu Virgin. Ke jepang sekali, barang rombengan bisa dioperasi menjadi Virgin." sahut Tuan Brata berdiri dari singgasananya sambil tertawa.
"Aku tidak butuh pembuktian dan aku tidak butuh dipercaya. Buka bukti-bukti mamaku yang meminjam uang darimu." kataku sudah hilang hormatku, rasa benci menaungi wajahku. Tidak peduli dia ganteng atau tidak, yang jelas saat ini aku muak melihatnya.
"Kamu ternyata cepat marah seperti macan betina, aku tumben melihat orang secantik kamu."
"Aku memang macan betina, siap-siap saja aku merobek kulitmu."
"Umurmu berapa, aku umurnya sudah 33 tahun. Kamu tidak boleh bilang "Kamu" bilang Tuan atau Pak atau Mas." katanya tersenyum kalm. Aku tambah curiga kenapa tiba-tiba dia mendadak kalm dan menurunkan intonasi suaranya. Pasti dia punya rencana. bathinku.
"Tadinya aku hormat, tapi mendadak aku benci padamu dan tidak jadi hormat, apalagi kamu menghinaku." kataku berapi-api.
Om Brata tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Duduklah, rupanya kamu seorang yang terus terang dan cepat marah. Kita akan membahas utang mamamu."
"Ok. lebih cepat, lebih baik. aku merasa diatas bara api kalau berlama-lama disini."
"Minumlah dulu supaya hatimu adem."
"Tidak!! aku takut kamu racuni." sahutku membuat dia geleng-geleng kepala.
"Yach sudahlah, kalau pikiranmu picik. Jangan sampai kamu kehausan karena setiap jam 11 sampai sore AC padam."
"Berarti kantormu kurang bonafide!!" sahutku menohok membuat senyumnya mengembang. Padahal tadi dia hanya bercanda, supaya gadis di depannya mau minum.
"Berapa umurmu dan masih kuliah apa sudah tamat. Kamu kelihatan masih muda tapi kata-katamu seperti orang dewasa sekali, dan apakah kamu tidak bisa bahasa Indonesia?"
"Tidak usah mengulik masalah pribadiku, apa hubungannya dengan hutang mamaku. Aku tidak bisa bahasa Indonesia kalau lagi marah."
"Oh begitukah..... kalau begitu kita mulai dengan lembaran pertama. Kita pindah ke meja samping supaya bebas menggelar file-file." kata Tuan Brata menuju meja samping yang lebih pendek dan lebar. Dia menaruh beberapa map biru di atas meja.
Aku duduk di sofa dan Tuan Brata duduk di sofa di sampingku. Hidungku tidak bisa dipungkiri oleh bau wangi parfum Bvlgari yang terembus dari badan Tuan Brata. Setiap dia bergerak bau parfum menyentuh hidungku. Aku meliriknya dan kami saling tatap, cepat-cepat aku mengalihkan mataku dari sosok ganteng itu.
"Mamamu meminjam uang bertahap dari dua tahun yang lalu. Jaminannya Hotel, Villa dan sebidang tanah." katanya membuka map di depanku.
"Aku tidak membaca sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa rekayasamu cocok untuk anak culun yang tidak mengerti apapun."
"Kamu bacalah, jadi kamu tahu bahwa mamamu berhutang."
"Tuan Brata, siapa saksi pada saat mamaku meminjam uang. Itu uang banyak, tentu ada Notaris juga bukhan?"
"Saksi tantemu, adik Ibumu dan Om Bram." sahut Tuan Brata hati-hati.
"Jadi Tuan Brata memberi begitu saja uang kepada mamaku begitukah? aku bukan orang bodoh yang bisa kamu tipu."
"Makanya baca, jangan menuduh sembarangan semua ada tanda tangan mamamu."
"Aku minta surat pertama kali mamaku menanda tangani utang." sahutku sok tahu.
Aku mulai membaca surat utang mamaku yang meminjam uang 1 M, satu miliar untuk biaya operasional Villa yang terletak di Ubud. Disini jelas ada saksi dan aset yang di anggunkan adalah Villa Ubud. Sertifikat Villa ada di sebuah Bank swasta semacam Bank Daerah. Walaupun nilainya kecil aku belum percaya mama meminjam uang, karena tidak ada alokasi dari dana segar itu.
"Tuan Brata aku tidak mengancam anda, katakan yang sebenarnya. Disini ada perpanjangan utang yang di tanda tangani oleh mamaku, aku yakin tanda tangan ini palsu. Disini aku memperkirakan bagian kredit, di Rektur Bank dan Lawyer, mereka sengaja memanipulasi tanda tangan mamaku." jelasku merekam semua surat-surat itu ke ponselku.
"Aku punya backing kuat yang bisa memenjarakan dirimu atau mamamu." ancam Tuan Brata.
"Aku punya Tuhan yang akan membuka aib kalian dan membawa kalian ke balik jeruji besi." sahutku berdiri.
"Kamu cepat marah dan menuduh sembarangan, padahal aku mau memberi solusi kalau tidak bisa membayar utang."
"Maaf Tuan, seharusnya Tuan minta solusi supaya aku tidak memenjarakan kalian."
"Kamu tidak bisa diajak bekerja sama!!" kata Tuan Brata keras."
"Aku tidak silau harta, aku juga bukan Tante Selvi atau Om Hernan, jadi maaf saja penilaianmu salah."
"Maaf aku pergi!!" kataku lagi lalu keluar dari ruangan Tuan Brata. Dia cepat menghubungi scurity yang berjaga di depan.
Kepalanya tiba-tiba pening memikirkan Qirrera yang cantik, tapi dia mengenyahkan pikiran absurd tentang Qirrera. Tuan Brata mengontak Herman, ipar dari Nyonya Capela dan menanyakan siapa sebenarnya Qirrera.
"Anak kecil yang banyak bacot, umurnya baru 18 tahun. Jangan takut, dia itu anak haram di keluarga Capela." itu kata Bapak Herman menenangkan Tuan Brata.
"Tapi dia begitu genius....." belum selesai Tuan Brata bicara pintunya sudah ditendang dari luar.
"Bocah!!, yang sopan." teriak Tuan Brata melangkah mundur ketika aku merangsek maju mendekati Tuan Brata.
"Siapa yang harus sopan? apa maksudmu membuat ban mobilku kempes." kataku mengangkat kerah bajunya.
"Sungguh aku tidak mengerti apa yang kamu ucapkan, sampai kamu memukul, aku akan melapor polisi."
"Aku tidak akan meninggalkan jejak." sahutku mau mendorong Tuan Brata ketembok. Tapi aku urung melakukan itu karena seorang gadis tiba-tiba masuk.
"Sayank, ada apa ini." bentaknya kasar. Aku cepat memeluk Tuan Brata dan menempelkan wajahku.
"Sayank, aku mau pergi trimakasih telah meluangkan waktumu untukku. Semua barang yang kamu kasih, aku sudah simpan. Dont worry my dear." kataku membakar emosi gadis itu.
"Kurang ajar, ternyata kalian tidak ubahnya seperti ayam berbulu domba." kata gadis itu sambil melemparkan semua yang ada di atas meja. Dia betul-betul mengamuk. Aku terus memeluk Tuan Brata sebagai tameng, setiap benda yang dilempar mengenai tubuh Tuan Brata.
"Sri..tolong dengar aku, semua ini bohong. Aku....." mulut Tuan Brata diam karena tanganku menutupnya.
"Sabar sayang, tidak perlu bersembunyi. Cepat atau lambat semua akan tahu." kataku menghempaskan tubuh Tuan Brata ke sofa. Aku heran kepada Tuan Brata mengapa dia tidak memberontak, jangan-jangan dia doyan aku peluk. Aku cukup puas meninggalkan pertempuran Tuan Brata bersama pacarnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Yuyun Asri
aku suka tokoh wanita yang kuat tidak mudah ditindas seperti qierra
2022-12-08
1
Wira Astuti
genius
2022-05-10
4
🐰Far Choinice🐰
main cerdas Qii
2022-05-09
4