Kini aku mulai merasakan menjadi seorang gadis yang sesungguhnya, dimana ada seorang pemuda duduk disampingku dengan rayuan mautnya yang tertata. Aku berpikir haruskah rayuan itu dia lontarkan, sedangkan kenyataannya berbeda atau malah tidak benar. Misalnya,
"Kamu bagaikan sinar mentari di hatiku, selalu menyinari jiwaku. Tanpa dirimu hidupku menjadi layu." ini salah satu rayuannya, bohong banget. Ingin aku membalas dengan kata-kata berbeda, tapi aku tidak mengerti berandai-andai.
"Kita sepertinya berjodoh, kamu dari seberang lautan bertemu dengan aku yang berada disini, tidak terbayangkan." rayu Agung semakin membuatku mengantuk. Kalau bisa muntah, aku sudah muntah permanen.
Banyak sekali dia mengeluarkan rayuan, tapi satupun tidak membuatku tersentuh. Aku menjadi kasihan karenanya dan memutuskan supaya mulutnya berhenti berbunyi.
"Agung, aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi. Silahkan minum kalau kamu haus, saat ini aku tidak ingin berbicara denganmu. Maaf aku tidak bisa membalas kata-katamu, karena aku belum mengerti cara membalasnya. Aku masih sibuk mencari lowongan kerja." kataku tanpa menatap wajahnya, aku yakin wajahnya berubah merah. Aku mendengar dia mendengus, mungkin dia kesal. Masa bodolah.
"Kenapa kamu baru bilang bahwa kamu tidak mengerti, mulutku sampai berbusa berbicara dari tadi." sahutnya dengan suara tinggi. Aku menatapnya, menaruh telunjuk di bibir supaya tidak berisik.
"Pelan, mamaku sakit, bila perlu keluarlah." kataku kesal. Matanya melotot tidak senang, mungkin dia tidak menyangka aku mengusirnya.
"Kamu tidak tahu siapa aku dan seberapa kekuatanku. Jangan coba-coba mau melepaskan diri dari genggamanku. Belum pernah ada wanita yang berani menolak keinginanku."
"Aku tidak peduli denganmu, kamu juga tidak tahu siapa aku dan kekuatanku. Kita berarti balance. Berarti wanita itu goblok mau aja dirayu sama kamu, udah jelas semua omonganmu ngibul."
"Tidak apa-apa, aku terima penghinaanmu saat ini. Tapi ingat!!, semua ini ada harganya, kamu akan membayar dua kali lipat beserta bunganya."
"Rentenir donk." sahutku asal dan berdiri.
"Rupanya kamu mengerti omonganku, buktinya kamu bilang aku ngibul."
"Mengertilah, makanya aku mengusirmu keluar dari sini, karena nalarku menolak rayuanmu."
"Dasar gadis aneh." celetuknya gusar.9
Aku tidak menggubris omongannya lagi, bagiku percuma berdebat dengan Agung. Dia terlalu percaya diri dan merasa aku akan terpesona dengannya. Dari tadi aku mencoba senang dengan kehadirannya, tapi untunglah perasaan suka tidak muncul, malah ada rasa muak melihat tingkahnya yang tengik.
Aku mengambil infus dan mengganti infus mama yang sudah kosong. Mulutku sudah mulai menguap, ngantuk. Aku berharap kak Leon datang dan mengajak Agung keluar dari kamar. Aku ingin tidur dengan mama, aku risih ada Agung disini. Matanya terus menatapku, seperti kucing mengintip ikan.0
Harapanku tidak tercapai, kak Leon tidak nongol batang hidungnya, mungkin kakak sengaja menyuruh Agung menjaga mama supaya Agung berpeluang banyak bersamaku. Agung sekarang malah berani merebahkan tubuhnya di sofa panjang, mungkin dia juga mengantuk.
Sedangkan aku tidur disamping mama. Tidak lupa aku menyetel alarm jam tangan, supaya aku tepat waktu mengganti infus. Sebenarnya aku was-was ada laki-laki asing di satu kamar, walaupun berjahuan. Seandainya Agung berbuat aneh aku bisa memukul atau menendangnya, aku bersyukur mempunyai keahlian bela diri.
***
Aku menggeliat bangun ketika bibik mengoyangkan tubuhku. Mataku masih berat terasa.
"Sudah jam berapa bik?" tanyaku sambil melihat infus mama.
"Sudah pukul 05.00 wita, air hangat sudah siap di Bathtub dan sudah berisi esential. Habis mandi Nona sembahyang, nanti Nona breakfast harus tepat waktu supaya kakak Nona tidak marah." kata bibik lagi.
"Trimakasih bik, aku mau naik ke kamarku." sahutku. Aku mencium pipi mama, terus turun dari pembaringan. Mataku melirik Agung yang masih tidur pulas. Aku mengecek infus mama, masih setengah, jadi aku bisa santai kalau mandi.
Sampai di kamar aku membuka ponselku dan melihat twitter, ada beberapa sapaan dari mama Evelyn dan teman-temanku. Kemudian aku membuka ponsel mama yang sekarang ini menjadi milikku, karena sudah diserahkan kepadaku oleh kak Leon. Banyak sekali panggilan dan beberapa whatsapp yang rata-rata menyangkut masalah bisnis. Aku belum berani menjawab, karena aku belum mempelajari bisnis mama. Tapi ada satu SMS yang membuat darahku bergolak.
"Nyonya Capela, cepat bayar utangmu. Kalau tidak bisa membayar dalam tempo dua bulan ini, aku akan mengeksekusi hotelmu. Jangan kamu pura-oura sakit." tulis Om Brata.
Aku sebenarnya tidak mengenal Om Brata atau benar tidaknya mama berhutang padanya. feelingku mengatakan mama ditipu.
"Pagi Om, ini aku Qirrera anak mama Capela, mamaku tidak mungkin pura-pura sakit dan buat apa dia pura-pura. Mulai sekarang ponsel mama, aku yang pegang, jadi Om akan selalu berhubungan denganku, aku ingin bertemu empat mata dengan Om Brata dan membicarakan utang mama. Jangan sampai mamaku tertipu." tulisku kesal.
Emosiku akhir-akhir ini cepat terpancing. Aku ingin tahu yang sebenarnya. Untuk apa mamaku meminjam uang sebanyak itu, aku yakin sekali mama ditipu. WA ku belum dibalas, masih pagi juga. Bos-bos pasti masih tidur jam segini. Lebih baik aku mandi dulu.
Aku menyetel lagu dari playlist ponselku, terdengar suara Lewis Capaldi, dengan lagu Before you go. Aku memang lebih senang lagu-lagu melow dari pada musik cadas. Barangkali pengaruh mama Evelyn yang selalu mendengar lagu sedih setelah papa meninggal. Musik adalah wakil dari perasaanku. Ntah mengapa rasa euforiaku lenyap setelah masalah keluarga bergulir menindih perasaanku setiap saat.
Selesai mandi aku melanjutkan rutinitas seperti sembahyang dan sarapan. Setelah itu melihat mama di kamar, dokter pribadi kami sedang memeriksa mama. Ada kak Leon dan istrinya sedang berbincang-bincang dengan dokter.
Aku segera naik ke lantai atas dan masuk kamar. Aku mengambil ponselku, aku buka twitter serta membalas chat mama Evelyn, yang lain aku abaikan. Setelah itu aku buka ponsel mama. Satu persatu aku balas WA dari orang-orang itu.
"Maaf Bu/Pak...ini ponsel mama saya, tapi mulai hari ini saya membawanya. Saat ini mama lagi sakit, untuk selanjutnya Bu/Pak bisa menghubungi saya dan mulai dengan permasalahannya. trimakasih!" tulisku ke semua teman mama.
Banyak balasan dari mereka yang rata-rata mendoakan mama supaya cepat sembuh selebihnya mereka minta pekerjaan apa saja. Aku abaikan dulu untuk membalas mereka dan aku fokus membaca balasan dari Om Brata sebagai momok yang membuat aku terjebak di Bali dan tidak jadi treaning ke Abu Dhabi. Bisa jadi mama sakit gara-gara Om Brata ini.
"Siapapun kamu, aku tidak peduli. Suruh mamamu membayar hutangnya, kalau tidak membayar utang hotelnya aku sita." balas Om Brata.
"Jangan main sita begitu, tunjukin dulu bukti-bukti mamaku meminjam uang. Bila perlu kita bertemu, aku ingin transparan." tulisku.
"Hahaha...beraninya kamu menantang aku, jangan banyak ngeles. Ini biasa terjadi di dunia nyata, bahwa yang ngutang lebih galak. Aku terima tantanganmu, datang kamu ke jalan Taman Anyar no. 20x, aku menunggumu, jangan lupa bawa pengawal." balas Om Brata mengejek.
Aku tidak perlu pengawal, tanganku sendiri yang akan mencekik leher orang yang mencoba menipu mamaku." tulisku emosi.
"Hahaha...curut sok belagu, kamu baru melek ya, siapa yang kamu lawan." balasnya. Aku tahu pasti orang ini emosi sepertiku.
"Aku bukan curut, tapi semut yang mau membunuh gajah." tulisku.
"Kesini kau sekarang aku tunggu." balasnya kasar.
Aku menutup ponselku dan membuka almari. Aku memilih celana panjang Jean dan T-shirt hitam. Rambut di kuncir kuda. Aku merias wajahku natural. Tidak lupa kaca mata hitam dan jam tangan Rolex menghiasi tanganku. Aku berdandan sopan supaya Om Brata tidak menganggap aku murahan. Sebuah tas ransel dari Hilde Palladino, menyimpan ketiga ponselku. dan sebuah dompet.
Turun dari tangga kak Leon menghadangku ada kakak Maya juga. Mereka menatap heran kepadaku.
"Mau kemana kamu?" kakak Leon bertanya curiga. Aku membuka kacamataku.
"Maaf kak, aku mau melamar kerja." sahutku ringan.
"Bekerja apa, jangan aneh-aneh, kamu belum tahu Bali sepenuhnya. Tenang dulu, nanti kita bicarakan lagi." kak Maya cepat menyambar omonganku. Terlihat ke khawatiran di wajahnya.
"Kak..aku cuma ingin melamar kerja supaya hutang mama cepat terbayar, kita hanya punya waktu dua bulan. Kalau tidak bisa membayar hotel kita dilelang." sahutku membuat kakakku diam.
"Aku harus cepat bertindak dan berpikir, saat ini tidak ada kata santai. Aku harap kakak mengerti. Sebenarnya masalah ini sangat menyita pikiranku, apalagi semua utang ini di bebankan kepadaku. Aku tidak mungkin melacurkan diriku untuk membayar hutang, tenang saja kak." sambungku lagi membuat kakakku semakin diam.
"Sayank, ingatlah bahwa kita dari keluarga ninggrat, jangan sampai kamu berbuat nekad, mempertaruhkan nama keluarga." kata kak Maya memandangku.
"Tenang kak, aku akan melakukan apa yang kalian mau." sahutku mohon diri dan keluar dari pandangan mereka. Ada rasa ngilu dihatiku, status anak pungut seolah menari di otakku.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
🐰Far Choinice🐰
semua akan indah pada waktunyaaa
2022-05-09
4
🔥⃞⃟ˢᶠᶻ🦂⃟ᴘɪᷤᴘᷤɪᷫᴛR⃟️𝕸y💞hiat
kasian banget nasib anak pungut segala beban utang ada di pundak qirrera..
2022-05-09
4
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
semangat Qi. kamu pasti bisa menghadapi Brata
2022-05-09
5