Kembalinya Rey

"Hallo Tia" sapa seseorang dari ponsel Tia.

Deg.

Jantung Tia berdegup kencang mendengar suara itu.

Suara lelaki yang pernah mengisi hari-harinya saat SMA.

Suara lelaki yang meninggalkan dirinya tanpa pamit.

"Tia.. Hallo. Ini aku.. Rey"

Reynaldi, itu nama lelaki yang membuat Tia menangis.

Tia menghembuskan nafas dengan kasar.

"Tia, aku mau ketemu kamu. Aku sudah berada di kampusmu"

Deg.

Seketika wajah Tia memucat.

Ada apa dia kesini?

Batin Tia seperti bertengkar antara peri putih dan peri merah bertanduk

"Mungkin dia ingin menjelaskan kenapa dia pergi begitu saja" ucap peri putih.

"Tidak, kamu jangan lupa, Tia. Dia yang membuat kamu menangis terus. Kalau dia lelaki baik, dia akan memberi kabar padamu. Sekarang setelah hampir 4 tahun, dia kembali" jelas peri merah bertanduk.

"Sudah, Tia. Temui dia. Tidak baik berburuk sangka."

"Jangan bodoh kamu jadi perempuan. Jangan mau disakiti lagi."

"Merah, tidak boleh begitu"

"Putih ini, sok baik. Coba kamu jadi Tia. Pasti masih menyimpan dendam"

Tia menggelengkan kepalanya.

Astaga, kemunculan 2 peri itu membuat dia bingung.

"Tia" sapa Ami.

"Oh.. eh.." Tia seakan tersadar dari lamunan panjang.

"Kenapa?" tanya Ami.

Tia menggeleng cepat dan menunduk.

Drrt..

Ponsel Tia kembali bergetar.

Ami yang melirik ke arah ponsel sahabatnya itu menggoyangkan tubuh Tia agar mengangkat panggilan telepon itu.

Tia menggeleng.

"Kenapa?" tanya Ami lagi

"Dia.. dia orang dari masa laluku" jelas Tia.

"Lalu" Ami menunggu penjelasan dari Tia.

"Dia ada di sini. Di kampus ini."

Ami menunggu penjelasan lebih tentang lelaki yang di maksud.

"Dulu, aku tidak banyak teman, tertutup, dan sangat pemalu"

"Masih, sampai sekarang" potong Ami.

"Ish.. Tapi, saat aku bertemu dengannya, saat itu aku duduk di kelas 2 SMA, aku sengaja duduk di paling pojok, belakang. Dia anak pindahan dari pulau Sumatera. Dia yang mengajarkan aku untuk tidak insecure. Dia yang membuat aku tertawa, dia yang membuat aku senang. Kami sering belajar bersama. Nilai kami pun akhirnya selalu dipuji guru. Persaingan nilai kami selalu dibanggakan guru kami. 6 bulan, hanya 1 semester, setelah kenaikan kelas, aku tidak menemukannya lagi. Ketika kami naik kelas 3 SMA, dia menghilang. Aku menangis setiap saat, tidak makan, tidak minum, sampai akhirnya aku harus masuk rumah sakit. Mama dan papaku, berusaha meyakinkan aku, kalau aku bakal dapat teman pengganti dirinya. Tapi, aku pernah kecewa. Dan aku memutuskan untuk tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun." jelas Tia sambil merapikan buku-buku ke dalam tasnya.

"Tapi, dia menunggumu. Kamu ada kesempatan untuk bertanya kepadanya. Kenapa dia meninggalkan kamu"

Tia menatap Ami dengan malas.

"Temui dia. Tanyakan padanya. Dari pada kamu dihantui rasa penasaran seperti ini"

Ami mendorong tubuh Tia keluar dari ruangan kelas itu. Sampai akhirnya Tia menghentikan langkahnya.

Rey membalikkan tubuhnya, karena bunyi deringan telepon seluler itu sangat dekat dari tempatnya berdiri.

"Tia.." sapanya sambil tersenyum

Tia menggenggam tangan Ami.

Ami menepuk punggung tangan Tia dengan lembut.

"Aku akan ke kantor om Andi duluan ya. Kita ketemu lagi di sana. Chaiyyo" Ami tersenyum dan melambaikan tangannya.

Rey mendekati Tia.

"Apa kabar, Shyntia Anora" Rey mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan dengan Tia.

Tia yang ragu-ragu akhirnya menyambut tangan Rey, dan buru-buru ia lepaskan.

"Baik. Maaf Rey. Aku harus ke kantor pengacara. Aku ada tugas di sana" Tia seakan ragu-ragu untuk memulai pembicaraan.

"Aku antar ya" Rey mengajukan diri.

Tia menggeleng.

Ia menekan nomor Rio.

"Hallo" suara Rio tegas.

"Jemput aku di kampus" suara Tia seakan ketakutan.

"Hah.." Rio bingung. Bukankah Tia tahu, kalau dia sedang berdinas.

"Jangan bilang kamu lupa, akan menjemputku di kampus hari ini, atau aku akan marah"

"Maaf, capt. Aku akan menjelaskan semuanya nanti" batin Tia.

"Kamu sedang tidak mabuk, kan?" tanya Rio.

(Sambil berbisik dan menjauh dari Rey, meninggalkan beberapa langkah dari tempat Rey berdiri)

"Cepat tolong jemput aku, aku sedang.."

Tut.tut.tut.

"Sialan" umpat Tia dalam hati.

"Kamu sedang menunggu jemputan pacarmu?" tanya Rey dengan wajah khasnya. Wajah sendu.

Tia menggelengkan kepalanya.

Dan tidak berapa lama, mobil Rio sudah berada di depan Tia.

Wajah Tia langsung berubah bahagia.

Ia melambaikan tangannya kepada Rio yang masih bingung.

"Kamu.." Rio seakan tidak perduli orang-orang melihatnya.

"Aku duluan, aku sudah di jemput" ucap Tia.

Ia berlarian ke arah Rio dan menggandeng tangan Rio.

"Jangan melihat kebelakang. Cepat" pinta Tia pelan sambil terus mempercepat langkah mereka masuk ke dalam mobil.

Rey menatap tajam wajah Rio.

Ia mengingat wajah lelaki berseragam itu.

Ya.. dialah...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!