"Selamat sore, tuan muda?" sapa seorang asisten pria itu.
"Hemm, bawa ini! aku sudah menandatangani semua!" ucapnya pada asistennya, menunjuk berkas - berkas di atas meja.
"Baik tuan muda," Rakha mengambil tumpukan laporan itu. "Apa tuan muda ingin pulang sekarang?"
"Ya!" jawabnya singkat sambil berdiri dari duduknya menuju pintu.
Rakha membukakan pintu agar tuannya berjalan lebih dulu. Rakha mengikuti di belakang dan meletakkan tumpukkan laporan itu di meja sekretaris yang berada di sebelah ruangannya. Agar di masukkan ke ruang kerjanya.
Kemudian segera menyusul tuannya yang sudah hampir sampai di depan lift.
Rakha menekan tombol lift khusus atasan, tuannya masuk ke dalam lift terlebih dahulu dan di susul olehnya, langsung berdiri sedikit dibelakang tuannya hingga lift sampai di lobby. Suasana kantor sudah sepi, karena jam pulang kerja sudah dari 40 menit yang lalu.
Rakha berlari keluar menuju parkiran khusus Petinggi. Rakha masuk ke mobil dan melajukan nya menuju tuannya yang menunggu di depan lobby. Tuannya masuk ke kursi penumpang depan tanpa menunggu di bukakan pintu oleh asisten ataupun satpam.
Begitulah seorang pria yang di juluki Putra Gibran. Rumor yang beredar dia sombong, dingin, dan sangat tegas dalam mengambil sikap. Entah sudah berapa ratus karyawan yang di buangnya, karena cara bekerja mereka yang tidak beres.
# # # # # #
Di gedung lainnya, gadis cantik nan cerewet baru saja keluar dari pintu lift di lobby lalu menuju parkiran mobil khusus CEO. Kemudian Jovanka melajukan mobilnya meninggalkan gedung perkantoran itu.
30 menit kemudian, mobilnya sampai di depan gerbang rumahnya. Dia turun lalu membuka pintu gerbang dan masuk kembali ke mobilnya untuk memasukkan mobilnya ke halaman depan rumahnya.
Rumah orang tua Jovanka tidak terlalu besar dan tidak berada di kompleks perumahan elite. Tapi di desain sangat modern dan hanya 2 lantai.
Rumahnya di dominasi warna hitam dan putih tulang, namun sangat elegan dan asri, karena berpadu dengan taman yang sangat terawat.
Ayahnya menyukai warna Hitam dan Ibunya menyukai warna putih. Sehingga warna rumah itu di abadikan.
Halamannya tidak terlalu luas, hanya cukup untuk 2 mobil saja, karena sebagian halaman di jadikan taman bunga, kolam ikan dan ada juga ayunan.
Di rumah Jova juga hanya ada 1 pelayan, tidak ada satpam atau pun tukang kebun. Taman bunga di rumahnya di rawat oleh Ayahnya sendiri, sesekali di bantu oleh ibunya. Di belakang rumah Jova juga ada taman bunga kecil dan kolam ikan kecil, juga satu gazebo.
Setelah memarkirkan mobilnya, Jova kembali menutup gerbang dan menguncinya. Dia berjalan masuk ke rumahnya bersamaan hari yang mulai sedikit gelap. Dia langsung naik ke kamarnya, dan memilih langsung mandi setelah meletakkan tasnya.
Dia berendam di bathtub selama hampir setengah jam, berharap pikirannya tenang. Kemudian menggosok badannya dengan spons yang di beri sabun cair, lalu membilasnya di shower. Kemudian keluar dengan menggunakan handuk kimono nya.
Setelah berganti pakaian dia menuju meja rias untuk mengeringkan rambutnya yang basah dan menyisirnya pelan. Setelah itu menuju meja belajar untuk mengerjakan hukumannya, menulis pancasila 20 lembar.
"Ya, Bu!" Jova teriak, setelah mendengar Ibunya memanggil untuk makan malam.
Makan malam selesai tanpa perdebatan Jova & Tristan. Karena memang Tristan dari siang di hukum tidak boleh keluar kamar oleh Ayah dan Ibu, setelah membuat masalah yang mengakibatkan motornya masuk bengkel. apalagi kalau bukan balap liar anak ABG belasan tahun seperti Tristan.
"hihihi, rasain!" senyum Jova setelah mendengar Ayahnya bercerita tentang Tristan yang tertangkap basah Ayahnya sedang balap liar.
"Dengan emosi ayah mendorong motornya ke selokan komplek sampai setirnya patah dan dia terlihat sangat bersedih," Ayah bercerita dengan senyum jail. "Karena Ayah kasian, setelah Ayah memasukkan dia ke kamar, Ayah membawa motornya ke bengkel depan gang," lanjut ayah dengan senyum yang merasa konyol melakukan hal itu. Dia yang mendorong ke selokan, dia juga yang membawa ke bengkel.
Jovanka masih tertawa kecil membayangkan wajah adiknya di kamar sekarang. Entah dia sedang kesal atau menyesal. Jova ingin sekali melihat raut mukanya sekarang. Tapi Jova dilarang Ayahnya untuk melihat Tristan dikamar.
"Bagaimana dengan kuliahmu Jova?", tanya Ayah mengalihkan pembicaraan.
"Heemmh!" jova menghembuskan nafas beratnya. "Sebenarnya lancar yah, hanya saja hampir setiap hari Jova terlambat di mata kuliah dosen gila itu," jova mengerucutkan bibirnya. "Mata kuliah lainnya juga, tapi tidak selalu di hukum!"
"Dosen gila?" tanya Ibu heran. "Mana ada dosen gila Jova, kalau gila mana mungkin jadi dosen. Ada - ada saja kamu ini," lanjut Ibu.
"Beneran bu, telat 2 menit saja aku harus menulis lagu Garuda Pancasila 2 lembar," jelas Jova serius. "Dan hari ini, karena meeting dengan Nyonya Maira yang sempat terjadi perdebatan alot, aku jadi terlambat 20 menit. Dan aku harus menulis Pancasila 20 lembar," lanjut Jova menyebikkan bibirnya.
"Haha Itu biar kamu lebih disiplin!" jelas Ibu.
"Heemh! aku baru menyelesaikan 10 lembar bu. Benar - benar membuat tanganku kriting. Ayah dan Ibu tau? dia bahkan bisa membedakan mana tulisan ku mana bukan. Pernah waktu itu Indira membantuku, alhasil aku harus menggantinya. huh!" keluh Jova.
"Ya sudah, kamu selesaikan dulu hukuman mu. Dia pasti ada tujuan baik menghukum mu seperti itu!" perintah Ibu.
"hemm, tujuan baik apanya. Yang jelas dia adalah dosen paling menyebalkan yang ada di kampus. Sayang sekali, padahal dia sangat tampan," Jova cemberut.
"hehehe," Ayah dan Ibu tersenyum melihat tingkah anaknya.
"Ayah dan Ibu ketawa terus, aku ke kamar sajalah!" Jova beranjak dari duduknya meninggalkan Ayah dan Ibu. Lalu naik ke kamarnya di lantai atas. Kembali duduk di meja belajar dan melanjutkan menyelesaikan hukuman dari dosennya.
# # # # # #
Di sebuah Apartemen bernuansa abu - abu dan terlihat rapi cenderung mewah. Seorang pria duduk dimeja kerjanya menatap lembaran - lembaran kertas bertuliskan tangan seorang gadis. Dia terlihat menarik nafas berat dan membuangnya pelan. Entah apa yang dia pikirkan.
Setelah puas menatap lembaran itu, dia meletakan lembaran - lembaran itu di atas tumpukan lembaran lainnya. Yang di tulis oleh gadis yang sama.
Ya, Alex menyimpan semua lembaran - lembaran hukuman yang dia berikan pada Jovanka di laci meja kerjanya yang berada di apartemen.
Dia kembali membuang nafas beratnya. Berjalan ke arah dapur, mengambil air minum di atas meja makan. Setelah minum dia masuk ke ruangan yang ada di sebelah kamarnya di lantai 2.
Dia mengganti bajunya dengan kaos tanpa lengan. Kemudian dia masuk ke dalam ruangan yang penuh alat - alat olah raga.
Alex menghabiskan malam itu dengan gym di rumahnya. Hingga pukul setengah 10 malam dia baru keluar dari sana. Dia mengeringkan keringatnya. Setelah merasa keringatnya benar - benar kering dia masuk ke kamar mandi di kamarnya. Dia mengguyur tubuhnya di bawah shower.
10 Menit kemudian dia keluar dengan menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Dia menuju ruangan khusus pakaian dan mengambil baju tidur berwarna biru. Setelah memakainya dia segera menaiki tempat tidur dan tertidur dengan pulas.
# # # # # #
Di kamar Jovanka, dia sudah menyelesaikan menulis hukumannya. Dia masuk ke kamar mandi, mencuci mukanya dan menggosok gigi. Lalu mengambil baju tidur di lemarinya. Dia mengambil baju tidur warna pink. Setelah menatap baju itu, dia mengembalikan nya lagi.
"Ah, aku pakai warna biru sajalah," ucap Jovanka.
Setelah mengganti bajunya, dia segera menaiki tempat tidurnya. Matanya terpejam tanpa susah payah.
Karena setiap hari adalah hari yang melelahkan baginya.
# # # # # #
Pagi hari di kamar yang terlihat sangat mewah seorang pria terbangun dari tidurnya. Dia mendudukkan tubuhnya, kakinya bersila. Mengusap muka bantalnya yang tetap terlihat tampan. Dia mengambil ponsel nya di atas nakas.
📨 Jemput aku di apartemen jam 7!
pesannya pada seseorang di sebrang sana.
Tanpa menunggu lama ponselnya kembali berbunyi, tanda pesan masuk.
✉️ Baik bos!
balasan pesan yang dia terima.
Dia kembali meletakkan ponselnya, turun dari tempat tidur. Membuka gorden kamarnya. Matahari belum nampak, tapi pria itu sangat menyukai hawa pagi seperti ini. Dia keluar menuju balkon kamarnya, menatap langit yang belum begitu cerah.
Beberapa saat kemudian, langit sudah lebih terang. Dia kembali masuk ke kamarnya, menuju kamar mandi. Dia mengisi bathtub dengan air dan cairan sabun mandi. Dia berendam selama 15 menit. Lalu membilas tubuhnya di bawah shower.
Sekarang dia sudah berada di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya dari kepala hingga kaki. Tubuhnya di balut kemeja dan celana mahal, jam tangan mahal dan sepatu yang mahal. Rambut nya disisir rapi.
Dia keluar dari Apartemennya. Dilantai yang dia tempati hanya ada 4 pintu. Dia turun menggunakan lift. Sampai di lobby dia sudah di sambut oleh asistennya. Dan segera mengantarkan bosnya itu ke tujuan sang bos.
# # # # # #
Di rumah Jovanka, dia berjalan menuruni tangga menuju meja makan yang sudah ada Ayah, Ibu dan Tristan, dengan pakaian yang rapi dan tas di pundak kirinya.
"Selamat pagi jomblo!" sapa Tristan pada Jova.
Jova membuka matanya lebar menatap Tristan.
"Apa kau bilang!" tanya Jova berapi - api.
"Sudahlah sayang, kamu kan memang tidak punya pacar. Kenapa marah di bilang jomblo." sahut Ibu.
"Ibuuu, kenapa ikut - ikutan mengatai ku jomblo sih!" keluhnya.
"Karena memang iya," sahut Ayah.
"Ayaaah," protes Jova.
"Hahahah mangkanya cari pacar!" Tristan tertawa melihat kakaknya yang tidak mendapat pembelaan.
"Kau baru bisa keluar kamar saja banyak gaya," Jova duduk di samping Tristan.
"Haha, itu kenyataan kakakku sayang," ucap Tristan dengan nada lembut tapi terkesan meledek.
Tanpa aba - aba Jova menginjak kaki Tristan.
"Aawwh!" pekik Tristan. "Suka sekali menginjak kaki ku!"
"Sudah, cepat makan!" perintah Ayah.
Mereka segera makan dengan tenang sampai semua isi piring pindah ke perut mereka.
"Kak, antar aku ke sekolah ya?" pinta Tristan.
"Tidak!" jawab Jova cepat.
"Kak, motor ku rusak. Masak aku harus jalan kaki ke sekolah. Lagi pula tujuan kita searah," rengek Tristan.
"Tidak!" jawab Jova lagi yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Kaaakk, Ayolaahh"
"Tidak!"
"Kak, aku akan berkeringat kalau jalan kaki. Ayah memotong uang saku ku hari ini. Tidak akan cukup kalau aku naik taksi"
"Aku tidak perduli!"
"Dasar kakak tidak ada akhlak!" umpat Tristan.
Jova melihat Tristan dengan tatapan tajam.
🪴🪴🪴
Happy reading 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
Punya adik kaya Tristan bisa bikin darting 😖
2021-08-06
4
Lovallena (Lena Maria)
iya ini.. sehari up 2 bab dah keriting..😀
2021-07-28
0
Mel Rezki
kalau tanganny keriting bisa bawa ke salon jova minta dismooting🤭
2021-07-28
1