Jam 8 Pagi Jovanka sudah berada di ruang kerjanya yang berada dilantai 15. Dia menyandarkan kepalanya di kursi kebesarannya. Pikirannya masih tertuju pada perdebatannya dengan Tristan semalam.
"Tristan benar! sudah 22 tahun aku hidup masih saja jomblo. Aku normal, tapi aku tidak pernah jatuh cinta. Apa julukan yang pantas untuk ku?" gumam Jova pelan.
Tangan kanannya memutar bolpoin, dan jari telunjuk tangan kirinya bermain di pipinya yang mulus. Kemudian dia membuka tasnya dan mengambil cermin. Dan menghadapkan cermin itu ke wajahnya.
"Wahai cermin ku, aku tidak jelek - jelek amat kan?" tanyanya pada cermin kecil seolah - olah cermin nya bisa mendengar dan menjawab pertanyaan. "Kenapa aku jadi bodoh bertanya pada cermin, haha!" Jova tertawa menyadari kebodohannya.
Tok tok tok
"Masuk!" ujar Jova mendengar pintu ruangannya diketuk.
"Maaf nona, 5 menit lagi kita meeting dengan Tuan Hasan dan nyonya Maira!" ucap Mira yang masih berdiri di dekat pintu.
"Baiklah, sekarang saja! ayo!" ajak Jova. Mereka meninggalkan ruangan Jova, menuju ruang rapat di lantai 14.
Mereka keluar dari ruang rapat setelah 3 jam kemudian. Karena terjadi perdebatan yang cukup alot dengan nyonya Maira. Jova & Mira menaiki lift menuju lantai 15, Jova melihat jam di tangannya.
"Busseett!!!" teriak Jova yang mengagetkan Mira di sebelahnya. "Sudah jam 11 lebih, aku telat lagi ke kampus!" keluh Jova dengan raut muka paniknya. Mira hanya melihat sekilas.
Lift terbuka, Jova berlari ke ruangannya mengambil lembaran hukuman dan tasnya. Dan kembali berlari menuju lift. Mira dan beberapa karyawan yang satu lantai dengannya melihat heran atasannya lari bolak balik.
"Aaahh! Dosen gila itu pasti memberi ku hukuman lagi. Apes atau sial sih aku hari ini," Jova ngedumel setelah masuk ke dalam lift.
Setelah lift sampai di lantai dasar dia segera berlari keluar gedung menuju jalan raya depan gedung. Menyebrang jalan dan kembali berlari ke gerbang kampus. Berlari lagi agar segera sampai di kelasnya.
Kampus Jova berada tepat di depan gedung perkantoran yang Ayah Jova sewa. Tapi jika membawa mobil akan memakan waktu yang lebih lama, karena harus putar balik.
Dulu Ayahnya sengaja memasukkan Jova di kampus itu agar dekat dengan kantornya. Lagi pula kampus itu salah satu kampus terbaik di Jakarta.
Setelah berlarian, akhirnya Jova sampai di depan pintu kelasnya dengan nafas ngos - ngosan tentu saja.
Tok tok tok
Jova mengetuk pintu. Dan seorang dosen yang tengah memberi mata kuliah menoleh dengan tatapan yang sulit di artikan. Tentu saja Jova merinding melihat tatapan itu.
"Masuk!" perintah sang Dosen dingin.
"Maaf pak, saya terlambat," Jova berjalan masuk menghadap dosennya. "Ini hukuman saya kemarin." Meletakkan hukumannya menulis lirik lagu Indonesia Raya 10 lembar di meja dosen.
"Ambil!" dosen itu menggeser lembaran hukuman Jova menggunakan bolpoin. "Bawa dan temui saya di ruangan saya setelah mata kuliah ini selesai!" ucap dosennya pelan dan penuh penekanan.
"Baik pak," jawab Jova sembari kembali mengambil lembaran hukumannya, lalu berbalik menuju kursinya.
Pasti di hukum lagi, sial! kenapa harus telat lagi sih.
Batin Jova setelah duduk di kursinya.
Jovanka mengikuti mata kuliah dengan serius, dia tidak mau hukumannya bertambah. Karena dia merasa dialah di kelas yang paling sering di hukum.
Karena memang semenjak bekerja, hampir setiap hari terlambat. Tapi dosen sebelumnya hanya akan menghukum jika terlambat di atas sepuluh menit. Bukan satu menit, atau dua menit seperti dosen baru ini.
Setelah mata kuliah berakhir, sang dosen keluar menuju ruangannya. Jova keluar dengan muka yang di tekuk sampai di depan pintu ruangan dosennya.
Tok tok tok
"Masuk!" terdengar suara dari dalam yang memintanya untuk masuk. Jova membuka pintu ruangan itu.
"Duduk!" perintah dosennya.
Jova duduk tanpa bicara apapun. Dia masih menundukkan kepalanya.
"Kau tau telat berapa menit?"
"20 menit pak," jawab Jova.
"Tulis Pancasila 20 lembar"
"Eh Busseet! 20 lembar," ucap Jova reflek menatap wajah dosennya. Dia segera menutup mulutnya saat menyadari ucapannya yang tidak sopan. "Maaf pak," kembali menunduk dan memanyunkan bibirnya.
"Berikan padaku besok pagi!" perintah dosennya lagi.
Jova menelan saliva nya dengan sangat susah.
"Hampir setiap mata kuliah saya kamu selalu terlambat," ucap sang dosen, "apa kau sengaja? supaya kau bisa berulang kali masuk ke ruangan saya?"
"Apa!!" Jova kaget dengan kelanjutan kalimat dosennya. "Apa saya sebodoh itu melakukan hal konyol seperti ini?" jawab Jova tidak habis pikir dengan pikiran buruk dosennya. Bahkan dia lupa dengan sopan santun yang harus di jaga berhadapan dengan dosennya.
"Kau kan memang bodoh," sahut dosennya dengan santai.
"Yaa ampun pak, saya tau prestasi saya biasa - biasa saja. Tapi jangan terang - terangan mengatai saya bodoh dong!" bantah Jova menyebikkan bibirnya.
"Apa kau sudah lupa dengan sopan santun?" terlihat sang dosen menahan senyum sinis nya.
Oh my God, aku bisa di telan hidup hidup setelah ini. Lihat wajahnya, misterius sekali.
Batin Jova bingung harus menjawab apa.
"Maaf pak," akhirnya hanya itu kalimat yang keluar dari bibirnya.
"Keluar kamu!" perintah sang dosen. "Ingat! sekali lagi kamu terlambat, hukuman mu 2x lipat dari waktu yang kau lewatkan."
Jova kaget, dia membuka mulutnya dan membuka lebar matanya. Tampak sang dosen menaikkan sebelah alisnya. Seolah bertanya, apa? mau protes?
"Baik pak, saya permisi," Jova meletakkan hukuman sebelumnya, kemudian berdiri dari duduknya membalikkan badannya menuju pintu.
"Niat sekali menghukum ku," gumam Jova pelan, tapi masih bisa di dengar dosennya. Sang dosen tidak berniat untuk menjawab.
Sampai di pintu dia memegang handle pintu, sebelum membuka pintu dia menoleh kebelakang, mencoba melihat ekspresi sang dosen. Apa si dosen bahagia menghukumnya.
"Apa!" bentak dosennya. "Masih kurang hukumannya?" lanjutnya, bahkan Jova belum sempat menoleh sepenuhnya, membuat dia tersentak kaget.
"Tidak pak Alex, permisi!" Jova membuka pintu, mengambil langkah seribu meninggalkan ruangan Alex. Alex masih melihat ke arah pintu sampai pintu itu tertutup kembali, kemudian menggelengkan kepalanya pelan lalu bersandar di kursi kerjanya.
Dosen yang di anggap Jova dosen gila itu bernama Alexander. Mahasiswa dan dosen lainnya memanggilnya pak Alex. Selain Tampan dia sangat Jenius, bahkan dia menyelesaikan pendidikannya hingga S3 dengan sangat singkat.
Kabar yang beredar dia belum menikah. Banyak mahasiswi yang curi - curi pandang saat beliau memberi mata kuliah ataupun saat berjalan di area kampus.
Tapi tidak ada satupun mahasiswi yang berani mendekati. Jangankan mendekati, mencari perhatian saja tidak berani. Alex tidak segan menegur siapapun yang melakukan hal yang tidak disukainya. Termasuk mencoba mencari perhatiannya.
Dosen Tampan adalah julukan dari mahasiswi di sana untuknya. Hanya Jova yang menyebutnya dosen gila. Bukan tanpa alasan, awalnya dia juga menyebut dosen itu dosen tampan. Tapi dua bulan kemudian dia merasa, dia yang paling sering di hukum karena telat. Sejak itu Jova menyebutnya dosen gila.
Dosen Alexander
Jovanka Lovata Barraq
Setelah Jova pergi dari ruangan dosen Alex, dia berniat langsung kembali ke kantornya. Menyebrang jalanan yang lengah karena jam istirahat makan siang sudah lewat.
Jova memasuki Lobby menuju lift dan masuk, lalu menekan angka 15. Setelah sampai di lantai 15, dia menuju ruangannya.
"Mira, apa laporan hari ini sudah kamu rekap?" tanya Jova pada Mira yang meja kerja nya berada di depan pintu ruangan Jova.
"Sudah nona," jawab Mira.
"Bawa ke ruangan saya sekarang!" perintah Jova.
"Siap nona."
Jova membuka pintu dan langsung mendudukkan dirinya dengan malas di kursi kebesarannya.
Tok tok tok
"Masuk!" sahut Jova dari dalam.
Mira masuk dan meletakkan laporan di meja kerja Jova.
"Duduklah!" ucap Jova.
Jova segera membuka laporan satu persatu. Setelah merasa laporan itu benar dia menandatangi yang perlu untuk di tandatangani. Meskipun dengan menghembuskan nafas kasar. Karena tidak ada perkembangan di bagian pemasaran maupun keuangan.
Jova memberikan tumpukan laporan itu kembali pada Mira.
"Kau boleh keluar!" ucap Jova.
"Baik nona, saya permisi," ucap Mira.
"Hemm," jawab Jova.
Jova kembali menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Pikirannya berantakan tidak karuan.
"Putra Gibran sialan!" umpat Jova sedikit berteriak.
"Satu lagi, Dosen gila!" umpatnya pada orang - orang yang membuatnya pusing.
Dia kembali teringat ucapan Tristan juga.
"Haaaahh! menyebalkan semuanya, huuh!" Jova mendesah sebal.
# # # # # #
Sore hari di gedung yang menjulang tinggi, dimana seluruh lantainya di gunakan oleh satu perusahaan saja. Tepat dilantai teratas seorang pria berusia 29 tahun tengah duduk di singgasananya yang berada di lantai teratas gedung ini.
Di meja kerjanya sudah ada tumpukan laporan perusahaan hari ini. Di meja itu terdapat papan nama tanpa nama lengkap, hanya bertuliskan CEO GROUP G.
"Masuk!" ucap pria itu setelah mendengar pintu ruangannya di ketuk.
🪴🪴🪴
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Tintin Suasih
kayanya orang yg sama dech..😁😁
2022-12-03
1
bunda f2
SAY NO TO DRUGS hadir kak semangat 💪
2022-02-07
1
syafridawati
3 like dan fav
2021-09-12
1