2: Ruangan Itu

Kampus tampak ricuh. Cuaca tak mendukung mahasiswa-mahasiswi pulang dari kampus. Hujan turun dari awan. Petir mengisi ketegangan cuaca. Lalu lintas sana, tampak macet dari lorong lantai paling atas. Suhunya beranjak dingin, membuat Nara memeluk dirinya sendiri. Setelah lonceng pulang, ia tak berani menginjakkan kaki di gerbang kampus. Dia trauma atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan di kelas tadi. Hampir saja, Nara menangis mendengar pertanyaan tidak benar itu seperti, "Sudah jadian sama Pak Adam? Cari perhatian sama Pak Adam? Kok wangi parfum Pak Adam? Jadi wanita bayarannya? Udah mau nikah?"

Dan berbagai ejekan kasar, "Rupanya cewek pendiam sepertinya, muka dua. Nggak nyangka ada yang bisa dekat. Mungkin dia ngajak Pak Adam satu ranjang? Biasalah ... cewek nggak tahu diri, yang jelek, sok polos, sok sederhana ... eh ternyata nusuk dari belakang." Dan lain sebagainya yang bersifat menusuk perasaan Nara. Para mahasiswi tampaknya iri karena parfum milik Dosen idola mereka menempel di jaket Nara.

Nara menitikkan air mata. Dia tahu bahwa dirinya tidak bersalah. Dia bukan apa yang dimaksud teman satu kelas. Padahal, Dosennya yang ingin dekat dengan dirinya bukan sebaliknya. Dia tak sadar di belakang terdapat seorang pria yang lebih tinggi darinya. Kepala Nara hanya mencapai ujung dagunya. Tatapannya tertuju pada kepala Nara. Pria itu tersenyum miring atas keberhasilannya. Pria itu tahu Nara menangis.

"Keras kepala," kata pria itu dan kedua tangannya langsung memeluk Nara dari belakang seperti memeluk boneka, "kalau udah tahu dingin, jangan cari mati di sini. Saya khawatir kamu akan tambah parah."

Nara terkejut merasakan pelukan hangat itu dan suara Dosennya. Kedua kali pria itu menyentuh Nara tanpa izin. Sekarang bagi Nara, pria itu seperti ingin melecehnya. Nara baru mencondongkan badannya ke depan— hendak pergi—tapi pria itu memeluknya lebih erat lagi.

"Saya tahu kamu nangis karena mereka. Pertanyaan dan omongan mereka memang menyakiti perasaanmu, tapi saya bakal mengobati rasa sakit itu. Saya tahu kamu juga takut dicelakai karena kamu itu dekat dengan saya. Tenang saja, mereka bakal dapat akibatnya," kata pria itu. "Kamu nggak bisa pulang kalau hujannya deras seperti ini. Ini sudah malam, saya nggak berani kasih kamu pulang sendiri. Lebih baik saya antar."

Nara terkesiap. Nara pikir, setelah diantar dia mau diapain nantinya. Nara mengehentikan tangisannya. "Oh, enggak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri," kata Nara dan brrusaha menepis lilitan di tubuh.

Pria itu mengeratkan pelukan, membuat Mara tegang setengah mati.

"Jangan membantah. Saya tidak suka. Naraku harus menerima semua tawaran saya." Sekali lagi, Naraku. Nara bukan miliknya.

"Pa-pak, tapi saya bukan siapa-siapa Bapak." Nara menepis tangan pria itu. Di belakamg sana, pria itu menyeringai. Bukan siapa-siapa kata Nara? Dia akan membuat Nara menjadi siapa-siapanya hari ini juga.

Tak lama kemudian, pelukannya terlepas. Mata Nara langsung ditutupi kain putih. Tangan Nara langsung diikat dengan tali tambang. Ini menyebabkan Nara heboh. Dia tidak bisa melihat apa pun yang terjadi.

"Pak? PAK?! Lepaskan aku! Lepas!" pekik Nara sambil meronta. Dia berusaha mengeluarkan tangannya dari ikatan tali, tapi tidak bisa.

Tidak terlihat apa pun di mata Nara. Pria yang membuat Nara seperti ini hanya tersenyum. Dia langsung memanggul Nara, tak peduli punggungnya terus dipukul keras-keras. Dia membawa Nara pergi ke suatu tempat yang ia sukai.

"LEPAS! LEPAS! PAK! TOLONG! TOLONG!" pekik Nara dengan suara lengkingnya. Sialnya, pria itu tak peduli banyak dengan pekikan Nara. Pria itu tahu jika tidak ada seorang pun dapat menolong Nara.

Rupanya di saat hujan deras seperti ini, pria itu membawa Nara ke ruang gudang di sebelah lorong. Pria itu membuka pintu gudang dengan kunci yang ia miliki. Dia berjalan masuk, meletakkan Nara di lantai. Dia menekan tombol lampu agar lampu di tengah langit-langit bersinar. Mata Nara mulai merasakan sinar yang sangat terang.

"Pak! Pak! Lepaskan! Lepaskan aku, PAK!" jerit Nara sampai gelombang suaranya menyentuh uvula. Nara menggoyang-goyangkan tubuhnya kasar. Pria itu benar-benar tuli. Dia tak terusik dengan jeritan Nara.

Suara pintu terkunci terdengar. Nara mulai heboh. Nara menggerak-gerakkan tangannya dengan kuat, berharap dia bisa lolos dari ikatan tali tambang. Nara menendang-nendang udara. Lima detik kemudian, pria itu membuka kain yang menutup mata Nara. Dia juga membuka ikatan tali. Terlihat ruangan serba putih ini. Terlihat juga mata amber milik pria itu bersinar.

"Ada apa Nara?" tanya pria itu. Saat tangan pria itu ingin menyentuh bahu Nara, Nara menyeret dirinya mundur lalu berdiri. Nara membenarkan pakaiannya. Dia melihat ruangan gudang tampak bersih dan terawat. Hanya tersisa dua perabot di tengah ruangan, yaitu meja dan kursi. Rupanya, ini tidak digunakan sebagai gudang. Tapi ruangan yang aneh.

"Aku ingin pergi!" pekik Nara sambil menatap tajam pria itu. Nara sudah menghilangkan rasa takutnya karena dia merasa ingin dilecehkan si dosen.

"Pergi? Pergi ke mana?" Pria itu melangkah maju, membuat Nara mundur. "Nara, kamu hanyalah milik Bapak. Bapak boleh menyentuhmu kapan saja dan di mana saja. Ingat, setelah hari ini, Bapak tidak mau kamu pergi bersama pria lain.

Pria itu tersenyum ketika Nara memekik ketakutan. "MENJAUH! JANGAN MENDEKAT!" Nara memekik berulang kali, tapi pria itu tetap berjalan maju. Dia tak peduli perkataan Nara.

Kaki pria itu terus maju, Nara harus mundur. Saat tangan pria itu ingin menyentuh pipi Nara, Nara menangkisnya. Tangan kanan pria itu langsung menahan tembok. Nara baru sadar kini dia sudah berada di ujung tanduk. Saat itu juga mata Amber pria itu berubah tajam. Bibirnya mengecil. Alisnya berkerut. Nara menunduk malu. Dia takut melihat tatapan tajam itu.

"Cantik," puji pria itu. Tangan kirinya menyentuh pipi Nara. "Bermalaman di sini?" Pertanyaan itu membangkitkan ketakutan Nara. Nara menggeleng cepat. Dia ingin menangis. Nara mendorong bidang dadanya.

Saat Nara beranjak berlari, tangan kiri pria itu mendorong tubuh Nara. Membuat tubuh Nara menghantam tembok cat putih. Tangan kiri itu mencekam bahu dilapisi jaket milik Nara.

"Diam di sini," titah pria itu. "Saya sarankan kamu tidak memberi tahu siapa pun tentang hal ini, Nara. Jika kamu memberi tahu seseorang, saya akan membuat oramg itu menderita. Percayalah ... saya bisa melakukan apa pun yang saya mau. Termasuk, memilikimu. Terakhir, kamu akan berurusan dengan saya tiap harinya."

"PERGILAH! PERGI!" Nara meronta. Dia asyik mendorong badan tegap. Melawan badan tegap dengan mungil, tentu saja Nara kalah.

Sudah hilang kesabaran. Pria itu mendekatkan tubuhnya ke Nara hingga tak ada sisa satu centimeter pun. Batang hidung mereka bersentuhan. Pria itu menyeringai.

"Sampai saya puas di sini bersamamu, Nara. Saya tahu kamu takut, tapi biarkan rasa takut itu berlalu. Saya akan memilikimu" Tangannya membenarkan helai rambut-rambut Nara yang berserakan di leher. "Saya khawatir terhadap wanita cantik sepertimu."

"Aku BUKAN MILIK BAPAK! HENTIKAN!" Nara memekik. Tak ada yang peduli dengan jeritan itu.

Sang dosen mencekam batin Nara. Tidak ia sangka bahwa dosen semuda, setampan, seterkenal di kampusnya, bisa melakukan hal ini. Dipikiran Nara saat pertama kali pertemuan, Dosennya itu adalah orang yang baik. Tapi sekarang, Dosennya itu sudah gila atau dia sedang terobsesi padanya.

"Saya khawatir." Pria itu langsung mengecup leher milik Nara. Nara mendongak, merasakan tingkat menjijikkan ini. Matanya berair. Diteteskannya air mata. "Khawatir terhadapmu ...." Pria itu menjauhkan kecupannya.

Perlahan, mata Amber pria itu meredup. Tangan yang menahan tembok menjadi lemas. Tubuhnya mulai berat. Tiba-tiba saja kakinya tak bisa berdiri dengan baik. Nara yang sadar akan hal itu, langsung memeluk pria itu dan perlahan-lahan membaringkannya ke lantai putih kilat. Nara mencari kunci di jas pria itu. Merogoh saku-saku jasnya dan juga celana. Setelah dapat, Nara langsung berlari kencang sambil menutup mulutnya yang terisi cairan menjijikkan, dan membuka pintu tergesa-gesa. Setelah keluar, dia membuang kunci itu ke sembarang arah. Dengan secepat mungkin, Nara berlari menuruni anak tangga dan mencari toilet terdekat.

Di sisi lain, pria itu tersenyum halus. Katup matanya terbuka setelah Nara pergi. Perlahan-lahan, ia berdiri. Membenarkan jas hitam beliris-lirisnya. Tidak dia rasakan sedikit pusing pun, melainkan senang bisa dekat dengan Nara dan mengecupnya. Besok, dia rencanakan akan minta maaf kepada Nara dan memberikannya sebungkus cokelat. Dia akan beralasan bahwa semalam dia hanya kehilangan kesadaran.

Dia berjalan menuju pintu yang terbuka lebar. Mengambil kunci yang tergeletak di lantai. Badannya berdiri tegak. Tatapannya tegas. Dia memasukkan benda sejenis headset bluetooth di telinga kirinya.

"Cari tahu apa yang terjadi. Jangan sampai dia lepas," titahnya.

Dia keluar dari ruangan ini. Pintu ruangan dia kunci. Langkah besar mengambarkan sifat laki-lakinya. Bukannya dia pulang dari kampus, melainkan singgah di lorong kesayangan Nara. Dia tahu Nara takkan singgah ke tempat ini lagi setelah kejadian yang dibuatnya. Nara pasti akan mencari tempat baru untuk menyendiri. Dan sebentar saja, dia akan tahu di mana Nara berada.

Matanya melihat ke bangunan tinggi dengan cahaya berkerlap-kerlip. Kedua tangan dimasukkan ke saku celananya. Satu telinganya menyerap informasi dari alat itu. Senyuman halus tak kunjung menghilang. Dan terakhir, dia berkata dalam hati, *K*au takkan bisa lari lagi dariku.

-oOo-

Ciri-ciri posesif, ada yang mau menambahkan?

Terpopuler

Comments

Hesti Sagita

Hesti Sagita

cinta dan obsesi

2021-11-08

0

lucia de lamendoza

lucia de lamendoza

yg aku penasaran knp tu dosen suka sm nara gito loh

2021-10-26

0

Ummi Salsabila

Ummi Salsabila

menakutkan

2021-07-12

0

lihat semua
Episodes
1 1: Corridor
2 2: Ruangan Itu
3 3: Tidak Bisa Lari
4 4: Pulang
5 5: Paman Pengkhianat
6 6: Drunk
7 7: Bersamamu
8 8: Be Yours
9 9: Take Care
10 10: Lari Darimu
11 11: Bertemu
12 12: Ingat Kata-Kataku
13 13: Perasaan Ini
14 14: Tepi Laut
15 15: Hurt
16 16: Afraid
17 17: Plan
18 18: Pelatihan Kuda
19 19: Who?
20 20: Swim
21 21: This Saturday
22 22: Menjauh
23 23: Lari
24 24: You Think You Can Run?
25 25: Pernikahan?
26 26: Mine Forever
27 27: Teman?
28 28: Nyawa atau Cerai?
29 29: Forget The Pain?
30 30: Amnesia
31 31: Hate You
32 32: Boneka?
33 33: Jatuh
34 34: Try
35 35: Hukuman
36 36: Life is a Tragedy
37 37: Being a Psycho
38 39: Meet Sarah
39 40: Meet Lorence
40 41: Hate You
41 42: Under The Bed
42 43: The Liquid
43 43: Nara in Hypnosis
44 44: Devan Einstein
45 45: The Wall
46 46: He's Protective To Nara
47 47: I Will Always Love You
48 48: Behind The Scene
49 49: Get Along With Him
50 50: Intake Form
51 51: Interview
52 52: Go Home With Me?
53 53: OK!
54 54: Hug You, Baby
55 55: Ice Cream
56 56: One Day To Live
57 57: Hypnotherapy I
58 58: Your Hero
59 59: The Misterious Man
60 60: In The Club
61 61: The Breakfast
62 62: The Photo
63 63: Man With Fedora
64 64: The Studio
65 65: In Fact
66 66: Prank?
67 67: The Other Devan
68 68: Stuck
69 69: My Perfect Hero
70 70: Longing
71 71: I Don't Like It
72 72: Cooking
73 73: Your Punishment
74 74: I Won't Leave You
75 75: Hospital
76 Sebenarnya kenapa?
77 Makasih Semua
78 76: I Will Find Him
79 77: Choices
80 78: Forgive Me
81 79: Changed
82 EXTRA PART: N & L
83 Exztra Part: Photo
Episodes

Updated 83 Episodes

1
1: Corridor
2
2: Ruangan Itu
3
3: Tidak Bisa Lari
4
4: Pulang
5
5: Paman Pengkhianat
6
6: Drunk
7
7: Bersamamu
8
8: Be Yours
9
9: Take Care
10
10: Lari Darimu
11
11: Bertemu
12
12: Ingat Kata-Kataku
13
13: Perasaan Ini
14
14: Tepi Laut
15
15: Hurt
16
16: Afraid
17
17: Plan
18
18: Pelatihan Kuda
19
19: Who?
20
20: Swim
21
21: This Saturday
22
22: Menjauh
23
23: Lari
24
24: You Think You Can Run?
25
25: Pernikahan?
26
26: Mine Forever
27
27: Teman?
28
28: Nyawa atau Cerai?
29
29: Forget The Pain?
30
30: Amnesia
31
31: Hate You
32
32: Boneka?
33
33: Jatuh
34
34: Try
35
35: Hukuman
36
36: Life is a Tragedy
37
37: Being a Psycho
38
39: Meet Sarah
39
40: Meet Lorence
40
41: Hate You
41
42: Under The Bed
42
43: The Liquid
43
43: Nara in Hypnosis
44
44: Devan Einstein
45
45: The Wall
46
46: He's Protective To Nara
47
47: I Will Always Love You
48
48: Behind The Scene
49
49: Get Along With Him
50
50: Intake Form
51
51: Interview
52
52: Go Home With Me?
53
53: OK!
54
54: Hug You, Baby
55
55: Ice Cream
56
56: One Day To Live
57
57: Hypnotherapy I
58
58: Your Hero
59
59: The Misterious Man
60
60: In The Club
61
61: The Breakfast
62
62: The Photo
63
63: Man With Fedora
64
64: The Studio
65
65: In Fact
66
66: Prank?
67
67: The Other Devan
68
68: Stuck
69
69: My Perfect Hero
70
70: Longing
71
71: I Don't Like It
72
72: Cooking
73
73: Your Punishment
74
74: I Won't Leave You
75
75: Hospital
76
Sebenarnya kenapa?
77
Makasih Semua
78
76: I Will Find Him
79
77: Choices
80
78: Forgive Me
81
79: Changed
82
EXTRA PART: N & L
83
Exztra Part: Photo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!