Hati Dhena mulai mencair setelah Hariz menceritakan kronologis kenapa ia sampai pulangnya telat. Malam ini ia bisa tidur dengan nyanyak tanpa beban pikiran yang menyiksa seperti tadi siang.
Namun, Hariz yang terbaring di samping sang istri justru nyaris tak dapat memejamkan mata walau hanya sekejap. Padahal malam mulai merayap kian larut. Ingatan Hariz tertuju pada kejadian siang tadi. Saat dirinya diajak ngobrol oleh Kakeknya Mawar.
"Nak Hariz, kalau tidak keberatan saya ingin njenengan menikahi Mawar cucu saya," ucap kakek Mukhsin tanpa basa-basi membuat Hariz seketika menjadi gelagapan.
Kopi yang sedang diseruput Hariz hampir saja menyembur ke arah muka kakek Mukhsin.
"Ta ... Tapi, Pak .... " sela Hariz terbata.
"Saya percaya kalau Nak Hariz ini lelaki yang baik dan bertanggungjawab. Insya Allah saya tidak akan salah memilihkan pendamping untuk cucu kesayangan saya," sambung lelaki sepuh itu antusias.
Semenjak kedatangan Hariz pertama ke rumahnya mengantarkan Mawar itu Kakek Mukhsin memang sudah merasa cocok untuk menjodohkan Mawar dengan pria berpostur tubuh tinggi itu.
Hariz memang sosok pria sempurna dengan penampilan yang selalu perfect. Hingga kakek Mukhsin berharap Mawar cucunya bisa bersanding dengan tipe lelaki seperti sosok Hariz.
"Semenjak orangtuanya Mawar berpisah, cucu saya itu terlihat begitu shok dan trauma sepertinya. Ia menjadi gadis yang pendiam dan menutup diri," tutur kakek Mukhsin kepada Hariz.
Hariz hanya diam membisu menyimak setiap kalimat yang terucap dari bibir kakek Mukhsin. Ia seolah tak mampu untuk menjelaskan jika dirinya kini sudah memiliki istri di rumah. Sehingga kakek Mukhsin masih terus menganggap Hariz sebagai pria lajang yang masih sendiri.
Walaupun kini Mawar masih duduk di bangku SMA, tapi kakenya berkeinginan menikahkan Mawar dengan segera setelah cucunya itu lulus dari sekolah. Melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi tak masalah walaupun sudah berstatus menjadi seorang istri. Itu semua karena kakek Muksin merasa khawatir dengan cucu semata wayangnya. Pria sepuh itu cemas dengan keadaan Mawar jika suatu saat nanti ia dipanggil malaikat maut sedangkan cucunya masih dalam keadaan single tanpa ada lelaki yang menjaga dan mengayominya.
Mawar sendiri yang menyadari kakeknya ada gelagat akan menjodohkan dirinya dengan Hariz dalam hatinya ikut berbunga-bunga. Karena ia pun sebenarnya sudah menaruh hati secara diam-diam kepada lelaki yang tak sengaja menyerempetnya di jalan pada waktu kemarin.
Namun, karena Mawar seorang gadis yang pendiam dan tertutup sehingga ia pandai sekali menyembunyikan isi hatinya baik ketika sedang di depan Hariz ataupun saat di depan kakeknya sendiri. Jauh di lubuk hati Mawar menyimpan sejuta harapan kepada pria kalem nan santun seperti sosok Hariz.
"Ma'af, Pak, sebelumnya. Bukannya saya menolak tawaran baik dari Bapak, tapi sebaiknya saya akan memperkenalkan siapa diri saya yang sebenarnya, agar tidak ada kesalahpahaman diantara kita," tutur Hariz kemudian.
"Maksudnya?" kakek Mukhsin mengerutkan dahi keriputnya seolah belum bisa mencerna arah pembicaraan lawan bicara yang berada di hadapannya itu.
"Nak Hariz masih lajang, kan? Belum berkeluarga?" cecar lelaki yang rambutnya sudah memutih sempurna itu menyelidik.
"Maaf jika jawaban saya akan membuat Bapak kecewa. Bukan maksud saya ingin mengecewakan Bapak yang sudah berkenan mengenal saya dengan baik. Tapi kenyataanya saat ini saya memang sudah berkeluarga. Saya sudah memiliki istri dan istri saya saat ini sedang mengandung calon anak saya." Hariz mencoba memberikan penjelasan panjang lebar. Berharap kakek Mukhsin bisa menerima jawabannya dengan lapang dada walaupun mungkin penuturan Hariz tadi tidak sesuai dengan harapan kakeknya Mawar.
Kakek Mukhsin menghela napas panjang diiringi suara batuk-batuk khas orang yang sudah sepuh, sesaat setelah mendengarkan penjelasan dari Hariz. Mata cekungnya menerawang jauh seolah menggambarkan kekosongan hatinya ketika dihadapkan dengan kenyataan yang jauh dari angannya selama ini.
"Tapi, saya berharap. Walaupun bapak sudah mengetahui saya sudah memiliki keluarga saya minta antara kita masih bisa untuk terus menjaga tali silaturahmi," sambung Hariz berusaha mencairkan suasana.
"Iya, iya, Nak Hariz itu harus. Saya pun setuju," jawab kakek Mukhsin.
"Karena menurut saya walaupun sekarang Nak Hariz sudah memiliki istri dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah tapi gak menutup kemungkinan, kan, kalau Nak Hariz masih bisa untuk menikah lagi dengan wanita lain?" Kakek Mukhsin sepertinya masih belum menyerah dengan jawaban yang sudah dicoba dipaparkan oleh Hariz. Atau mungkin lelaki sepuh itu sudah terlanjur terobsesi agar Hariz harus menjadi menantunya dan menikah dengan Mawar.
Hariz terkesiap mendengar jawaban kakek Mukhsin yang sungguh di luar perkiraannya itu. Lelaki bertubuh tegap itu terdiam sesaat mencoba menguasai perasaannya yang seolah dipojokkan. Dalam hatinya ia berharap ini semua hanyalah mimpi buruk yang sedang dihadapinya. Dihadapkan dengan pilihan yang sungguh membuatnya dilema. Bagaimana tidak? Hariz begitu mencintai dan menyaysngi istrinya begitu tulus dan mendalam. Mana mungkin ia tega dan rela menciptakan luka untuk wanita terkasihnya. Yang ia harapkan selama ini ia akan selalu bisa menjaga jiwa dan raga wanitanya sampai kapan pun. Selalu memberikan kebahagiaan yang melimpah untuk perempuan yang sudah dipilihnya untuk menjadi pendamping hidupnya itu.
"Ma'af, Pak, sepertinya saya harus segera pulang ini, sudah mulai sore. Istri saya pasti sudah menunggu di rumah," pamit Hariz kemudian seraya menyalami kakek Mukhsin dan langsung mengendarai roda duanya dengan perlahan.
***
"Mas, Mas belum tidur?" pertanyaan dari Dhena membuyarkan lamunan Hariz yang dari tadi masih terjaga.
"Emh, enggak, kok, tadi Mas, sudah tidur, tadi kebangun tapi belum bisa merem lagi," jawab Hariz terpaksa berbohong.
"Aku mau minum, Mas, haus," pinta Dhena merajuk.
"Sebentar Mas ambilin dulu, ya,"
Harus kemudian bangkit dan berlalu menuju dapur untuk mengambilkan segelas air putih untuk Dhena.
Sementara Hariz sedang di luar kamar tiba-tiba ponsel Hariz berdering. dan langsung diraih oleh Dhena.
[Assalamualaikum, Nak Hariz besok pagi tolong esok hari sempatkan mampir ke rumah, ya, Mawar malam ini ngdrop. Sepertinya butuh Nak Hariz saat ini untuk mendampinginya]
Deg! Jantung Dhena seakan berhenti berdetak sesaat setelah membaca chat dari nomor yang menghubungi suaminya barusan.
"Mawar? Bukannya Mawar itu gadis yang kemarin sempat diceritakan Mad Hariz? Lalu kenapa tengah malam begini masih menghubungi Mas Hariz?" Beribu tanya memenuhi isi kepala Dhena. Wanita yang sedang hamil tua itu pun bertanya-tanya apa mungkin suaminya selama ini menyembunyikan sesuatu di belakang dirinya? Walaupun hati kecil Dhena menolak kemungkinan buruk sedang terjadi, tapi perasaannya sebagai seorang istri tidak dapat dipungkiri dan dibohongi ada rasa gelenyer nyeri menyusup ke dalam rongga dadanya.
Ia pun hanya mampu tersedu pilu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Yati Parmin
wadauuuuj kek kek...mbok yao jangan ganggu rmh tangga org toh apalgi istrinya lg hamil besar...dosa loh kek
2021-09-14
0
Sari Puspita
si kakek bikin masalah besar nih
2021-09-11
0
Lili_Leo Richard🌹
si kakek pengen di hujat reader nih kyaknya😏
2021-09-09
0