"Dari mana saja?" Kata Ainun, merajuk.
"Maaf, kamu tahukan, tadi seharian aku ada kerjaan bersama Roy juga?" Kataku menenangkan, Ainun mengangguk.
"Aku harus bagaimana?" Ucapnya kemudian, terlihat sedikit panik.
Kami sudah duduk bersisian di depan meja dapur, sambil melihat aktivitas ibu-ibu yang masih sibuk mondar-mandir menghidangkan makanan ke meja makan. Karena para tamu orangtua Roy masih banyak yang berdatangan.
Aku menghela nafas sebelum menjawab pertanyaannya, "Bagaimana lagi, pasti orangtuamu ingin yang terbaik untukmu, turuti sja." Ucapku pasrah.
Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa pada Ainun. Ingin kawin lari tidak mungkin, mau maju melamarnya juga tidak mungkin -apa yang kupunya. Untuk rokok saja kadang masih minta sama mama atau dapat sedekah dari kawan.
Ainun tertunduk, aku tahu dia menangis. Aku ingin memeluk menenangkannya, tapi itu tidak mungkin, kami di kelilingi keluarga besarnya. Aku membiarkannya terdiam cukup lama, hingga suara mamanya meneriakiku karna belum juga makan.
"Aby,makan dulu." Kata mama Roy yang datang dari ruang tengah.
"Iya,mam. Makan disini saja l, langsung di gudangnya." Ucapku sambil mengambil piring dan aneka lauk yang kuinginkan.
Mama Roy hanya tersenyum dan menggeleng melihat tingkahku. Aku, Ansel dan Riyan yang paling dekat dengan keluarga Roy. Kami sama-sama memanggil mama Roy dengan panggilan mama begitu pula Roy pada ibu kami.Ainun masih duduk di hadapanku masih tertunduk.
"Sudah makan?" Tanyaku pada Ainun, dia hanya menggeleng.
"Aaaaaa......" Kataku tersenyum sambil menyodorkan sendok berisi nasi dan lauk menyuruhnya membuka mulut. Ainun tersenyum dan menurutiku membuka mulutnya, akhirnya kami makan bersama -saling suap dengan canda tawa. Mengabaikan orang-orang yang masih hilir mudik di sekitar kami.
Kekuatan cinta, serasa dunia milik berdua, entah apa yang dipikirkan keluarga Roy melihat kelakuanku dan Ainun. Aku tidak peduli.
"Ditungguin di luar malah asyik berduaan di dapur." Celoteh Riyan.
"Iri bilang bos." Sahutku meledeknya.
Riyan hanya mencibir dan berlalu masuk ke kamar mandi. Cukup lama aku dan Ainun ngobrol di dapur, kadang kak vitha dan sintha juga ikut gabung dengan obrolan kami. Aku mengabaikan teman-temanku di luar yang sepertinya mulai mencari keberadaanku.
Hingga dapur mulai sepi, aku memutuskan kembali bergabung dengan teman-temanku. Tidak enak di lihat oleh keluarga Roy dalam kondisi sepi begini. Aku pamit pada Ainun dan kak vitha yang memang masih ada di dapur untuk bersih-bersih.
"Wiih, betah sekali By, gabung dengan ibu-ibu." Sindir Riyan cengengesan. Aku hanya senyum-senyum penuh arti, lalu duduk di samping Sahid.
"Ben,mainkan." Ucapku pada Beny yang sedang memainkan gitarnya.
"Lagu apa nih?" Kata Beny sambil memetik asal senar gitarnya.
🎶🎶🎶🎶🎶
Saat aku berkata
Mungkin yang terakhir kalinya
Sudahlah lepaskan semua
Kuyakin inilah waktunya
Mungkin saja kau bukan yang dulu lagi
Mungkin saja rasa itu telah pergi
Dan mungkin bila nanti kita kan bertemu lagi
Satu pintaku jangan kau coba tanyakan kembali
Rasa yang kutinggal mati…
🎶🎶🎶🎶🎶(Mungkin Nanti_peterpan)
Kami bersenandung sambil ngobrol kesana kemari. Malam ini tidak ada minuman haram, yang ada hanya kopi hitam dan aneka kue yang disajikan orangtua Roy. Hingga pada akhirnya kami semua menginap lagi di rumah Roy.
*****
Tidak terasa hari yang aku takutkan akan segera tiba. Hari pernikahan Ainun.Ya, aku kehilangan. Bohong, bila aku tidak sakit hati dan kecewa.Tapi aku bisa apa, aku masih sadar diri siapa aku.
Meski orangtuaku mampu melamarkan Ainun untukku, tapi aku masih kurang percaya diri dengan perilakuku. Lagi pula orangtua Ainun, Roy sahabat karibku adik Ainun, tahu semuanya tentang aku. Orangtua mana yang akan mempercayakan anaknya pada lelaki sepertiku, lelaki yang selalu mabuk-mabukan dan tidak punya pekerjaan tetap.
Aku menutupi semua yang aku rasa dari semua teman-temanku, tapi dari Ansel tidak mungkin. Dia tahu bagaimana perasaanku saat inj. Ansel memang adik yang baik, aku bersyukur memilikinya, dia selalu menghiburku.
Kami turut sibuk membantu persiapan acara pernikahan Ainun, tentu saja atas permintaan Roy juga. Bagaimana dengan perasaanku mempersiapkan hari istimewa sang pacar?Rasanya Mantap!
Tapi pastinya tidak ada yang menyadari, karena kebiasaanku yang sering mabuk - mabukan. Itu caraku menutupinya rasa yang kupunya, apalgi dengan pembawaanku yang lebih pendiam saat bertemu dengan orang-orang. Tak mungkin ada yang paham.
Hari ini adalah hari itu, hari yang menjadi puncak kesedihanku. Rumah Roy sudah ramai sejak beberapa hari yang lalu. Aku, Ansel, Riyan dan yang lain sudah turut bergabung dan turut sibuk sejak 2 minggu lalu. Bukan hanya sekedar turut sibuk membantu, tapi aku juga menghabiskan sisa waktu yang di miliki Ainun berstatus pacarku. Dan akan berubah status menjadi istri orang hari ini.
Ainun hanya lebih sering menangis bila bersamaku, dia ingin menolak pernikahannya tapi aku selalu mencegahnya.
"Jangan, turuti lah orangtuamu. Tidak mungkin beliau ingin menjerumuskanmu. Pilihannya tidak mungkin salah." Ucapku sok bijak kala itu.
Kami sedang duduk berdua di bawah pohon mangga di samping rumahnya, di balai yang aku desain bersama Roy dan yang lain kami menyebutnya markas komando. Hanya berupa panggung ukuran 3x4 dengan atap, tanpa dinding,semacam pos ronda.
" Tapi aku tidak mengenalnya, apalgi mencintainya, By." Ucapnya lirih dengan panggilan sayangnya untukku.
Ainun memang manggilku By dan aku memanggilnya Ay. Itu mungkin salah satu alasan tidak ada yang tahu hubungan kami karena Save nama panggilan itu di masing-masing hp kami.
"Ya,kenalan dong. Nanti juga cinta mati kalau sudah kenal." Candaku sambil tersenyum mencoba menghiburnya.
Ainun melotot kesal dengan candaanku "Sepertinya kamu baik-baik saja,By.Kalau aku menikah dengan orang lain?"
Aku tersenyum "Bohong, kalau aku bilang,baik -baik saja, Ay. Tapi aku bisa apa? Aku tidak yakin bisa membahagiakanmu dengan kondisiku sekarang ini. Kamu lihat bagaimana keseharianku, jujur aku belum siap memiliki tanggungjawab menjadi kepala keluarga."
Aku terdiam sejenak menunggu respon Ainun tapi ternyata dia hanya menunduk mengusap airmatanya.
"Aku sangat menyayangimu,Ay. Ini caraku mencintaimu, melepasmu untuk melihatmu bahagia dengan pilihan orangtuamu. Aku sangat berharap suamimu nanti tidak menyia-nyiakanmu dan bisa memenuhi semua keinginanmu." Jelasku kembali.
Kata-kataku sungguh bijak, entah darimana aku menemukan semua kata-kata itu. Usiaku terpaut tiga tahun dari Ainun, Ainun lebih tua dariku.
"Aku tidak ingin merusak semuanya,Ay. Silaturahmiku dengan keluargamu. Kedua orangtuamu sangat baik padaku, mana mungkin aku menghancurkan mimpi mereka padamu." Sambungku lagi, aku mulai melow dengan kalimatku ini.
Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bila Roy dan orangtuanya marah padaku. Mereka sudah seperti saudara dan orangtuaku sendiri.
"Aku harap kamu juga tidak mengecewakan mereka?" Ucapku lagi dengan suara yang mulai bergetar.
Itu pembicaraanku dan Ainun terakhir kalinya. Sejak saat itu Ainun sepertinya sudah mulai berbesar hati menerima semuanya. Aku memang pecu*d**g, sejujurnya aku marah pada diriku yang tidak bisa memperjuangkan Ainun untukku.
"SAAAHHHHHHH." Teriak semua orang. Suara itu membuyarkan lamunanku tentang kebersamaanku dengan Ainun beberapa hari yang lalu.
Akhirnya Ainun benar-benar menjadi istri orang. Aku hanya tertunduk mendengarkan hiruk pikuk di sekelilingku yang turut berbahagia dengan pernikahan Ainun.
Kurasakan ada tepukan di bahuku, aku menoleh. Ya, Ansel -adikku tersayang mencoba menguatkanku. Aku tersenyum ke arahnya, seakan berkata -iya aku baik-baik saja.
Acara demi acara sudah berlalu, kini tampak sudah sedikit tamu yang ada di tenda pelaminan, tiba-tiba namaku disebut di panggung untuk menyumbangkan sebuah lagu.
Dengan senyum khasku aku berjalan ke panggung sambil melambaikan tangan pada Ainun. Setelah berbicara sebentar pada musik pengiring.
🎶🎶🎶🎶🎶🎶
Aku yang lemah tanpamu
Aku yang rentan karena
Cinta yang t'lah hilang darimu
Yang mampu menyanjungku
Selama mata terbuka
Sampai jantung tak berdetak
Selama itu pun aku mampu untuk mengenangmu
Darimu (darimu), kutemukan hidupku
Bagiku (bagiku), kaulah cinta sejati
Yeah, huu, huu (darimu)
(Bagiku, engkaulah cinta sejati)
Bila yang tertulis untukku
Adalah yang terbaik untukmu
'Kan kujadikan kau kenangan
Yang terindah dalam hidupku
Namun takkan mudah bagiku
Meninggalkan jejak hidupmu
Yang t'lah terukir abadi
Sebagai kenangan yang terindah…
🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶(Samsons_Kenangan Terindah)
Lagu yang kunyanyikan sesuai dengan perasaanku saat ini. Sesekali aku melirik ke pelaminan dan mendapati Ainun beberapa kali menyeka airmatanya.
Aku sudah ingin turun dari panggung, tapi tertahan dengan teriakkan semuanya yang memintaku bernyanyi kembali. Aku melihat ke arah pelaminan, meminta persetujuan dari parah beliau yang saya hormati yang dijawab dengan anggukan oleh mamanya Roy. Teman-temanku jangan ditanya, semuanya sudah ada di depan panggung heboh tidak jelas. Akhirnya aku kembali berbisik pada band pengiring untuk memainkan musiknya.
🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶🎶
Kau rinduku
Jiwaku indah memanggil dirimu
Mataku terbangun untuk menanti
Menantimu
Jangan pernah kau ragukan cinta yang sesungguhnya
Itu bisa menghancurkan semua
Bukan begitu
Aku sungguh masih sayang padamu
Jangan sampai kau meninggalkan aku
Begitu sangat berharga dirimu
Bagiku..
🎶🎶🎶🎶🎶🎶(ST12_aku masih sayang)
Lagu ke dua selesai aku sudah kabur turun panggung tidak menghiraukan teriakan fans-fansku yang minta lanjut. Aku menghilang keluar pelaminan, menuju tempat nongkrong kami di samping rumah Roy. Disana sudah ada Sahid dan Yudi -tidak berapa lama Beny, Riyan, dan Dion juga menyusulku.
"Kenapa sudah turun saja sih,By? Kita masih ingin mendengar kamu bernyanyi." Ucap Beny bersungut-sungut.
Happy Reading.....
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments