Aku masih betah berguling-guling di tempat tidur -di rumah nenekku. Rasa malas kemana-mana, efek kejadian tadi pagi karena ulah Ansel. Aku meraih hpku yang sengaja aku cash. Aku baru sadar, kalau ternyata aku lupa mengaktifkan nada deringnya sejak kemarin. Aku memang sering menonaktifkan nada dering ponselku bila sedang di rumah, tak ingin mendapat gangguan karena ingin menikmati tidurku.
Karena tadi hanya sempat menghubungi Davina tanpa mengecek pesan dan panggilan yang masuk. Akhirnya, aku berinisiatif memeriksanya -dan rupanya banyak pesan yang masuk tidak hanya dari teman,pacar, gebetan tapi juga dari Ansel sendiri.
Aku mulai membacanya satu persatu, rupanya kemarin mereka berkumpul di rumah Roni. Namun yang membuatku tak habis pikir, kenapa Ansel ngamuk di rumah Yudi? Harusnya kan di rumah Roni? 'Ah, sudahlah nanti aku tanyakan pada yang lain.' Aku menghela nafas dan meletakkan hpku kembali, lalu menatap langit-langit kamar. Pikiranku menerawang kemana-mana hingga akhirnya aku tertidur kembali.
🎶 Kring.... kring....kring 🎶
Suara dering ponselku yang berulang kembali membangunkanku, dengan malas aku bergerak mencari asal, suara yang mengganggu tidur nyenyakku.
"Halo....siapa?" Ucapku serak saat mengangkat telpon tanpa melihat siapa yang menghubungiku, aku masih enggan untuk membuka mata.
"Kamu kemana saja By..dari kemarin susah sekali dihubungi?" Cerocos Roy.
Yah, kawan - kawanku memang lebih sering memanggilku Aby atau Abyan.Tidak ada dari mereka memanggil Byan.Terlalu keren katanya untuk tampang sepertiku di panggil Byan. Menurut mereka, nama Byan hanya cocok untuk keturunan bule sedang aku memiliki warna kulit sawo matang bahkan mungkin lebih gelap bila lagi sering terkena matahari saat bekerja. Maklum saja, karena pekerjaanku memang lebih sering di bawah terik matahari. Aku sih tidak masalah selama mereka tidak menjulukiku dengan panggilan yang terdengar kasar.
"Hhm..ada apa?" Tanyaku kembali tanpa memperdulikan pertanyaan Roy.
"Kamu lagi sibuk apa? Aku dapat kerjaan, kamu mau ikut tidak?" Tanyanya kembali.
"Apa, Kapan, dimana?"tanyaku berentetan, kesadaranku mulai pulih.
"Seperti biasa buruh bangunan. Hanya beberapa hari, tapi lumayan gaji harian." Sahut Roy kembali.
"Ok, aku ikut. Apa Ansel sudah tahu?" Jawabku kemudian.
"Belum. Kamu saja yang memberitahukan pada Ansel." Kata Roy lagi.
"Kamu saja yang Telpon Ansel, aku sedang tidak bersamanya." Balasku lagi, aku masih enggan berkomunikasi dengan Ansel untuk sementara.
Itulah aku dan Ansel, akan saling diam bila sedang selisih paham seperti ini. Tapi, disaat ada kerjaan kami akan bersatu kembali untuk membanting tulang mencari uang.
"Baiklah. Besok pagi kita ketemu di rumah Riyan.aku tutup dulu." Putus Roy.
"Ok." Ucapku singkat.
Aku melihat layar hpku ternyata jam sudah menunjukkan pukul 17.30 sudah masuk magrib, 'cukup lama juga aku tertidur.'gumamku.
Akhirnya aku bangun dan memutuskan untuk mandi dan makan dulu, sebelum keluar rumah cari angin. Tidak butuh waktu lama aku sudah segar dengan setelanku seperti biasa. Hanya mengunakan baju kaos dan celana panjang jens. Sambil bersenandung kecil aku menyisir rambutku yang memang sedikit panjang untuk ukuran seorang laki-laki.
🎶Tokke..tokke..tokke🎶
Bunyi pesan yang masuk di hp membuatku sedikit terkejut, jelek sekali bunyinya. Karena memang kebiasaanku jarang menggunakan nada ponsel, membuatku heran sendiri dengan nada ponselku. Selama ini aku memang hanya mengunakan mode silent saja. Segera kuraih dan membuka pesan yang msuk, ternyata dari Ainun -pacarku.
"By, Bisa bertemu besok..?" Isi pesan yang dia kirim.
Aku mengernyitkan kening merasa heran dengan pesan yang dia kirim. Ainun tidak perna mengirimiku pesan sekalipun selama kami pacaran. Aku bisa bertemu dengannya kapan saja karena salah satu tempat nongkrongku adalah rumahnya. Ainun adalah kakak Roy tapi hubungan kami berjalan tanpa sepengetahuan Roy tentunya.
Aku tidak membalas pesan Ainun, toh besok juga ketemu. Aku keluar kamar, semuanya lagi kumpul depan TV, kulihat adik- adikku dan mamaku juga ada. Rumah nenek memang tidak perna sepi malah terbilang ramai dan bising, apalagi bila ke lima anak nenek kumpul beserta anak-anaknya. Mungkin karena jarak setiap rumah anaknya tidak ada yang berjauhan dari rumahnya. Itu juga atas permintaan beliau, tidak ingin di tinggal jauh - jauh di usia senjanya. Hanya tante Hasna anak pertama nenek yang agak jauh dari rumah nenek, meski hanya beda desa saja.
"Byan, mau kemana sudah malam juga?" Tegur mamaku ternyata beliau melihatku menuju pintu depan.
"Hanya ke rumah Beny,ma." Ucapku sopan, rumah Beny hanya dua rumah dari rumah nenek. Mama hanya mengangguk melihatku melangkah pergi.
Senakal - nakalnya aku, aku tahu posisiku sebagai anak dan selalu hormat pada orangtuaku. Aku selalu memberikan contoh itu pada adik-adikku saat di rumah.
Aku menghabiskan waktu dengan Beny hingga larut malam, meski hanya bermain gitar sambil tes vokal. Beny sangat pandai bermain gitar, setiap nongkrong pasti dia dan aku yang selalu di cari. Suaraku lumayan bagus loh, kurang lengkap kan, kalau lagi ngumpul tanpa petikan gitar dan bernyanyi ria?
***
Pagi-Pagi sekali aku sudah bangun dan bersiap untuk memulai aktivitasku hari ini, kerjaan yang ditawarkan Roy semalam.Tadi, Ansel sempat menghubungiku dan memintaku menunggunya untuk berangkat bersama ke rumah Riyan.Ya, begitulah aku dan Ansel, perselisihan kami hanya seperti itu -saling diam dan akan kembali seperti biasa, seakan tidak terjadi apa-apa.
Tidak begitu lama menunggu, akhirnya Ansel datang juga, kami pun bergegas menuju ke ke rumah Riyan. Setiba disana Roy sudah tampang duduk santai di teras rumah sambil menghisap sebatang rokok.
"Siapa saja yang ikut?" Tanya Ansel sambil duduk di dekat Roy.
"Aku, Riyan, kalian dan Yudi." Jawab Roy.
"Riyan mana, mau berangkat jam berapa?" Kata Ansel. Aku hanya diam menyimak pembicaraan mereka.
"Baru selesai mandi, lelet itu anak.Padahal sudah aku wanti-wanti semalam, untuk bangun subuh tetap saja telat bangun. Malah aku yang membangunkan dia tadi."oceh Roy kesal.
Aku dan Ansel hanya tersenyum mendengar omelan Roy. Riyan memang seperti itu, paling semangat kalau ada kerjaan, tapi paling susah dibangunkan kalau sudah mau berangkat, ada-ada saja alasannya.
Tidak terlalu lama, Riyan akhirnya muncul juga, bersamaan dengan kedatangan Yudi. Akhirnya kami berenam berangkat menggunakan motor, tentunya aku dan Ansel hanya menjadi penumpang. Ansel berboncengan dengan Roy, aku dan Riyan, Yudi bersama kakaknya, Anton.
****
Sebelum magrib aku dan Ansel sudah tiba di rumah, kami berdua bergantian membersihkan diri dan bersiap menuju ke rumah nenek. Inilah kebiasaanku dan Ansel lebih suka menginap di rumah nenek.
Aku lebih dulu keluar rumah tapi tertahan oleh teriakan Ansel.
"Tunggu kak. Mau ke rumah Roy kan?" Ucap Ansel.
Aku mengernyitkan kening, " Iya, kamu juga mau kesana?" Tanyaku balik sambil memperhatikan penampilan Ansel. Ansel mengangguk dan melewatiku melangkah terlebih dulu keluar rumah.
"Sebulan lagi acara pernikahan Ainun. Mulai hari ini rumah Roy sudah ramai katanya, tadi lamaran." Sambung Ansel seperti tau yang kupikirkan.
Aku hanya berdiri mematung, serasa tidak percaya dengan yang aku dengar dari Ansel. Sepertinya ini alasan Ainun mengirimiku pesan kemarin, aku harus buru-buru ke rumahnya dan bicara dengannya. Aku segera mengembalikan kesadaranku dan menyusul Ansel yang sudah berjalan agak jauh meninggalkanku.
"Kenapa kak, kaget yah?" Ucapnya lagi.
"Siapa yang bilang?"Tanyaku masih syok, tanpa menjawab pertanyaannya.
"Roy cerita waktu di perjalan ke tempat kerja tadi pagi." Sahutnya lagi, sambil melirik ke arahku.
Ansel memang sejak dulu curiga dengan aku dan Ainun tapi aku selalu mengelak setiap kali dia bertanya, hingga Ansel pun sudah tidak perna bertanya lagi. Dia adikku yang paling tahu aku, meskipun aku tidak mengatakan apa-apa. Begitupun Ansel, aku tahu semua tentang dia meskipun dia tidak mengutarakannya. Begitulah kedekatan kami, sampai semua orang selalu salut melihat keharmonisan hubungan kami.
Aku sudah mengurungkan niatku mampir di rumah nenek, aku lebih memilih melanjutkan perjalananku ke rumah Roy. Berbeda Ansel memilih singgah sebentar di rumah nenek, katanya ada barang yang tertinggal harus dia ambil terlebih dahulu.
"Roy,serius amat." Seruku, saat melihat Roy yang sedang duduk di teras rumahnya sambil main hp.
"Hai,By. Sendirian, Ansel mana?" Tanyanya celingak-celinguk melihat ke belakangku, mengalihkan pandangannya dari layar hp.
"Nanti menyusul, tumben ini ramai." Kataku sambil menujuk ke dalam rumah dengan dagu.
"Iya, sodara mama sama bapak lagi kumpul. Tadi sore lamaran kak Ainun." Sahutnya lagi kembali asyik dengan hpnya.
Aku mengangguk-angguk mendengarnya. "Orang mana calonnya?" Sambungku lagi penasaran, meski hatiku sudah ngilu.
Roy hanya mengangkat bahu l, " Kurang tahu, tapi katanya keluarga jauh mama." Ucapnya kemudian.
"Acara sudah bubar saat aku tiba di rumah sore tadi." Sambung Roy lagi.
Sebenarnya percakapanku dengan Roy sedikit mencubit hatiku, nyeri.
"Ainun setuju? Kamu kok tidak cerita tadi di tempat kerja?" Tanyaku menyesal, kenapa baru mengetahuinya.
Roy lagi-lagi mengangkat bahu acuh, tak tahu saja hatiku sudah berdarah, " Entah, kata Sintha kak Ainun hanya diam saat ditanya tadi."
"Aku kira Ansel cerita sama kamu.Terus kata Sintha kak Ainun punya pacar?"Ucapnya lagi seakan bertanya pada dirinya sendiri.
"Kenapa?" Tanyaku sedikit linglung tak fokus pada ucapan Roy.
"Kata sintha kak Ainun punya pacar, tapi aku tidak perna melihat kak Ainun sama cowok atau kamu cowoknya?" Kata Roy menelisik ekspresi wajahku curiga.
Aku belum sempat menjawab saat Beny dan yang lain muncul "Weetzz....berat nih obrolan. Sampai aku datang tidak dihiraukan." Celetuk Beny dan duduk di sampingku. Membuyarkan semua obrolanku dengan Roy.
"Ansel mana?"Tanyaku tanpa menanggapi ucapannya.
"Itu sama Yudi dan Riyan."Jawabnya seraya mencomot kue di atas meja. Aku dan Roy menoleh kearah yang ditunjuk Beny. Benar saja mereka bertiga berjalan sambil bercanda ke arah kami.
"Lama benar." Sambut Roy pada pada mereka bertiga.
"Memangnya kenapa?" Ucapan Riyan sambil duduk di dekatku pula. Semua sudah mengambil posisi mengelilingi meja yang sudah dipenuhi hidangan berbagai macam kue.
"Beeehh,enak nih..." Ucap Beny terus menyambar sepotong kue dan memasukannya ke mulutnya.
"Kalau sama kamu semua makanan pasti dibilang enak,Ben." Kata Yudi sambil geleng-geleng melihat tingkah Beny.
"Roy, ajak teman-temanmu makan dulu." Seru mama Roy yang berjalan dari dalam rumah menghampiri kami.
Mama Roy memang selalu ramah dengan kami. Selalu menghidangkan berbagai makan bila kami sedang berkumpul di rumah Roy.
"Iya,tante. Terimakasih. Kita selalu merepotkan ini." Ucap Yudi mewakili kami semua.
"Iya, jangan sungkan. Kalian seperti orang lain saja. Ayo masuk makan dulu." Kata mama Roy lagi.
Tanpa komando semua bergerak menuju meja makan. Aku berjalan paling belakang masih mencari keberadaan Ainun. Aku terus masuk ke dapur, beralasan mau ke kamar mandi dulu meninggalkan semuanya yang masih sibuk menyendok hidangan di meja makan.
Benar saja Ainun masih sibuk di dapur, sepertinya dia benar kerepotan dengan kedatangan tante dan om, saudara - saudara orangtuanya -meski ada sintha dan kak vitha yang membantunya.
"Sibuknya calon pengantin." Ucapku mengejutkan mereka.
"Eeh, Abyan. Sudah makan?"Tanya kak vitha ramah.
"Belum,Sebentar kak. Mau ke kamar mandi dulu." Ucapku sopan dan berlalu masuk ke kamar mandi. Aku tahu Ainun melirikku, pasti sejak tadi dia menungguku.
Saat keluar dari kamar mandi Ainun ternyata sudah berdiri di depan pintu menungguku.
"Dari mana saja?" Katanya merajuk.
( Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments