" Mel... " panggilku.
Melly mengangkat kepalanya sambil berucap dengan lirih " Aku suka sama kamu...."
" Kamu paham kan,By maksud aku. Aku sayang sama kamu, lebih dari sekedar teman atau adik ke kakaknya." Jelas Melly dengan napas naik turun menahan luapan rasa yang ia rasakan.
Aku menarik nafas dalam sebelum mejawabnya ucapannya. Bangga?Jelas... Lelaki mana yang tidak merasa tersanjung, tidak memiliki apa - apa tapi bikin cewek-cewek klepek - klepek. Bahkan berani nembak langsung seperti ini, tapi aku tidak egois dengan memanfaatkan mereka, aku tahu tidak bisa memberi harapan pada semua cewek yang mendekatiku. Aku punya saudara perempuan, yang selalu membuatku sedikit menjaga sikapku pada sesamanya. Tak ingin ada yang menyakiti adik - adikku kelak.
" Maaf, Mel.. Maksudnya apa yah? Aku tidak mau membuatmu salah paham dengan sikapku padamu selama ini, karena jujur saja -aku hanya menganggapmu sebagai teman, kamu pahamkan?"Jelasku panjang lebar pada Melly, dengan hati - hati, takut Melly sakit hati.
" Byan, apa tidak bisa lebih? Kita sudah kenal lama? Dan rasa yang aku punya padamu sepertinya cukup jelas untuk kita menjalin hubungan yang lebih serius? Apalagi kita sama - sama masih sendiri." Ucapan Melly serius dan penuh harap padaku.
Aku kembali menarik nafas dalam kembali, aku menatap manik mata indah Melly, dia juga sedang menatapku. Cantik, iya tapi aku tidak bisa memberinya harapan lebih dari teman dan hanya menganggapnya sebagai seorang adik karena Ansel punya rasa padanya.
" Mel, kamu sudah bertemu Ansel? Aku yakin kamu sudah tau bagaimana perasaannya padamu, tanpa Ansel mengatakannya secara langsung." Tanyaku kembali, tidak menggubris ucapannya.
" Belum, Ansel selalu menelpon mengajakku bertemu tapi aku selalu mencari alasan untuk menolaknya." Ucap pelan Melly dwngan wajah sendu.
" Hai, katanya sibuk?" Sapa Ansel tiba - tiba. Iya aku memang sempat mengirim pesan padanya tadi sebelum mengajak Melly pergi.
" Dapat kaosnya?" Aku mengalihkan perhatian Ansel agar tidak melihat wajah terkejut Melly terlalu lama. Ya, Ansel memang sempat mengajakku ingin membeli beberapa baju ,-kebiasaannya setiap memperoleh penghasilan, pasti akan membeli beberapa potong pakaian.Namun aku menolak, karena sangat malas untuk kemana - mana sampai akhirnya Melly datang.
Ansel hanya mengangguk sambil tersenyum dan kembali mengajak Melly berbicara. " Dari mana kok bisa sama Kak Byan?" Tanyanya masih penasaran.
" Tadi ke rumah nenek, aku langsung ajak kesini saja supaya bisa bertemu dengan kamu." Ucapku cepat. Aku takut Melly mengatakan yang sebenarnya kalau dia ingin bertemu denganku bukan bertemu Ansel.
" Yah, sudah aku duluan. Masih ada urusan." Kataku segera lalu berdiri, aku melihat ketidakrelaan Melly karena aku meninggalkannya bersama Ansel.
Aku hanya tersenyum dan segera berlalu, lega sudah mempertemukan mereka, semoga tidak ada masalah. Akhirnya, aku berjalan ke arah pasar. Ya, aku ingat parfumku habis sekalian beli dulu sebelum pulang mumpung sudah berada disini.
Cukup lama ternyata aku memilih wangi parfum yang kuinginkan, tidak terasa 2 jam berlalu begitu cepat -hampir memasuki waktu magrib. Aku bergegas menunggu angkot yang arah menuju ke rumahku. Setiba di rumah aku buru-buru membersihkan diri sebelum larut malam, aku harus ke rumah Riyan. Malam ini kami semua janjian kumpul disana.
Setelah mandi, aku sudah bersiap - siap untuk keluar lagi, aku mencari Ansel, karena sempat berpapasan tadi depan pintu -saat aku hendak masuk ke dalam rumah.
" Ansel mana dek?" Tanyaku pada Davina, adik perempuan pertamaku yang sedang duduk di ruang tengah.
" Kak Ansel sudah pergi, kak. Tadi hanya mengganti baju saja." Sahut Davina tanpa menoleh padaku, dia sedang serius mengerjakan tugas sekolahnya.
Aku hanya tercenung mendengarnya, kuusap kepala adikku dan berlalu. Mungkin Ansel menungguku di rumah nenek. Aku melangkah dengan terburu-buru dan menyuruh Davina menutup pintu. Aku berjalan menyusuri jalan di kegelapan, rumah nenekku tidak begitu jauh dari rumah orangtuaku cukup dengan berjalan kaki. Rumah teman-temanku pun sama, aku hanya berjalan kaki bilang ingin kesana.
Sampai di rumah nenek aku juga tidak menemukan Ansel, aku langsung ke dapur dan mengambil segelas air putih untuk melepaskan dahagaku saat berjalan tadi. Sepertinya tadi aku berlari, tidak mungkin sehaus ini bila aku berjalan santai. Tanpa menegur penghuni rumah, kulanjutkan perjalananku menuju rumah Riyan.
" ABY .... ABYAN ....." Baru beberapa langkah, aku mendengar ada suara yang memanggil. Tampak Beny terburu - buru memarkir motornya lalu berlari ke arahku.
" Ada apa?" Tanyaku heran.
" Kamu dari mana, aku barusan ke rumahmu kata adikmu, kamu ke rumah Riyan. Aku juga kesana tapi kamu tidak ada?" Ucapnya cemas,dengan napas yang memburu.
" Ini Aku baru mau ke rumah Riyan, ada apa kamu mencariku?" Tanyaku heran.
" Ansel rese, sepertinya dia mabuk berat. Sekarang dia ada di rumah Yudi, menantang semua orang yang ada disana dengan par*ng." Jelas Beny panik.
" Astaga.... Ayoo, cepat kesana...!!" Seruku kaget, aku menarik paksa Beny untuk menaiki motornya kembali, agar segera mengantarku ke rumah Yudi.
" SIAPA YANG BERANI!!! MAJU SATU PERSATU KALAU KALIAN JANTAN...!!!!" Suara teriakan Ansel sudah terdengar olehku dari kejauhan.
Aku melihatnya sudah mengacungkan sebilah par*ng. Semua orang terlihat ketakutan, tidak ada yang berani mendekat pada. Tampak Yudi berusaha membujuknya tapi sia - sia.
" ANSEL!!!" Teriakku sambil berjalan ke arahnya.
Ansel menoleh melihatku dan malah tertawa " HAI KAKAKU SAYANG, SENANG KAN MELIHATKU SEPERTI INI. KENAPA KEMARI? MAU PAMER KAMU, KAK?"
" SELAMAT YA KAKAKKU SAYANG." Ucapannya kembali sambil tertawa - tawa.
Aku mendekatinya secara perlahan, lalu mencoba menarik tangannya, mengamankan senjata tajam yang berada di tangannya, untunglah dia mau lepaskannya.
Ansel kembali tertawa dan berkata "Bangga kamu kak, Melly lebih memilihmu daripada aku."
" Malah kalian sudah jadian, iya kan?" Katanya lagi dengan suara pelan,sambil menatap sendu padaku.
Aku kaget dengan ucapannya " Siapa yang bilang?"
Ansel tersenyum sinis " Dion, dia melihat kalian tadi pegangan tangan naik di angkot,lalu makan bersamaan di warung tadi." Katanya ketus padaku.
" Astaga,Ansel!! Dion kamu percaya, seperti kamu baru mengenal dia saja. Itu anak kan memang biang gosip, persis ibu-ibu rumpi."Jelasku gemes.
"Aku tadi mengajak Melly ke warung dekat pasar karena aku tahu kamu sedang disana. Bukannya tadi aku mengirimkan pesan untuk menemui kami?" Kataku kembali panjang lembar.
Ansel hanya tersenyum sinis kembali berdiri dan berbicara tidak jelas -ingin menjauh. Aku segera memanggil Beny untuk membantuku menyeret membawanya pulang.
"Ben, antar kami ya, ke rumah nenek saja. Sepertinya terlalu malam untuk pulang ke rumah." Kataku dan di sambut anggukkan oleh Beny.
"Yud,kami pulang.Terimakasih ya,maaf Ansel sudah merusuh." Kataku pula pada Yudi yang di jawab anggukan olehnya.
Akhirnya aku dan Ansel di bonceng Beny ke rumah nenek. Aku memapah Ansel berjalan masuk ke rumah nenek. Kebetulan om Irwan, yang tinggal bersama nenek belum tidur, membukakan pintu untuk kami. Ansel sudah tidak sadar, waktu kubaringkan di tempat tidur.
*****
Keesokan harinya aku terbangun, Ansel sudah tidak ada di sampingku. Tanpa banyak berpikir aku begegas bangun ingin ke kamar mandi membersihkan diri. Namun, baru berapa langkah aku keluar kamar tiba-tiba sebuah pukul mengenai pipiku dari arah samping,membuat tante dan sepupuku yang melihatnya berteriak histeris. Aku jatuh tapi berusaha bangun mencari siapa pelakunya.
"KENAPA,APA SALAHKU?"Tanyaku pada Ansel,sedikit berteriak karena tidak terima di perlakuan seperti itu. Ansel masih mengepalkan tangannya menahan emosi.
"Kakak tahu aku suka sama Melly kenapa kakak masih mendekatinya juga?" Ucapnya geram dengan tatapan tajam.
"Tidak,sel. Kamu salah."Sanggahku cepat.
"Aku tidak ada hati sama dia, aku hanya menganggapnya adik saja. Aku tahu kamu suka sama dia, kenapa kamu selalu lebih percaya orang lain daripada aku sih, sel?" Lanjutku frustasi dan juga mulai kesal. Rasa sakit di pipiku tidak dihiraukan, Ansel masih ingin menyerangku untung nenek langsung muncul melerai kami.
"CUKUP..!!!Hanya karena wanita kalian seperti ini. Bikin malu, pertengkaran kalian sampai terdengar di tetangga. Kalau masih mau lanjut, tidak usaha ada yang menginap disini lagi." Ucapnya tegas menatap kami satu persatu.
Syukurlah ucapan nenek bisa menahan emosi Ansel untuk menyerangku lagi. Aku hanya diam dan berlalu ke kamar mandi, meninggalkan Ansel yang masih berdiri mematung dengan tangan yang masih mengepal menatap berang padaku , aku sudah tidak bisa menahan pipis.
Selesai menuntaskan hajat, aku keluar dari kamar mandi dan melihat sekitar mencari keberadaan Ansel untuk menyelesaikan permasalah kami. Tapi ternyata aku sudah tidak menemukan Ansel, kata tante Mirna dia pamit pulang ke rumah. Aku segera menghubungi Davina, adikku yang selalu bisa kuandalan untuk urusan rumah.
"Dek, kak Ansel ada di rumah?" Pesan yang kukirim.
"Iya, kak Ansel sedang tidur kak... Baru saja tiba di rumah. Kakak lagi dimana, kenapa tidak pulang bersama kak Ansel?" Balas Davina disertai pertanyaan.
"Aku di rumah nenek,dek. Ya, sudah kabari kakak kalau kak Ansel keluar rumah lagi." Balasku kembali.
"Siap,bos.." Balas Davina singkat.
Aku menghela nafas dan membaringkan tubuhku kembali di tempat tidur melayangkan pikiran dengan kejadian tadi. Entah apa yang dipikirkan Ansel hingga berani memukulku seperti itu.
Aku lega karena Ansel benar-benar pulang ke rumah. Aku sangat khawatir, kalau dia sampai keluyuran kemana - mana lalu cari gara - gara dengan orang-orang yang bertemu dengannya. Dengan kondisi emosi yang seperti itu, adikku itu kadang sedikit tidak waras.
Aku juga tidak ingin pulang ke rumah bila kondisi Ansel seperti itu, yang ada kami akan ribut lagi. Biarlah untuk beberapa waktu seperti ini, membiarkannya tenang dulu sebelum kembali bertemu denganku.
Happy Reading......
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments