New York
Kiara menginjakkan kakinya di Bandara Internasional John F. Kennedy. Ia menyeret kopernya dengan langkah lunglai.
"Tidak ada yang menjemputku” gumam Kiara.
Badannya letih, pikirannya lebih lagi. Perjalanan udara dua benua itu membuatnya benar-benar lelah. Kiara menoleh ke kanan dan ke kiri berharap mungkin saja ada seseorang yang akan menjemputnya. Namun nihil.
Kiara masuk ke dalam taxi yang memang sedang menunggu penumpang. Ia memakai kaca mata hitamnya. Entah dia ingin terlihat keren atau ingin menutup wajahnya yang sedih. Kiara memberikan secarik kertas berisi alamat yang akan dia tuju kepada sopir taxi itu. Sopir itu mengangguk dan mulai melajukan mobilnya.
Sepanjang perjalanan Kiara hanya diam. Kemegahan kota New York tidak mampu membuat mengobati hatinya yang hambar. Kiara seperti orang ling-lung yang tidak tahu mau apa.
Perjalanan darat selama kurang lebih 45 menit mengantarkannya ke depan sebuah gedung tinggi menjulang. Kiara mengambil dompetnya dan memberikan beberapa lembar dollar sesuai argo yang tertera. Kiara segera keluar dari taxi dan masuk ke dalam gedung itu.
"Hello, Miss. What can I do for you ?" tanya security yang berjaga di depan gedung itu.
“I want to meet Mr. Dira. Please tell him, Kiara is here” ucap Ara sambil membuka kaca matanya.
Security itu mengerutkan keningnya. Ia heran karena ada perempuan yang ingin menemui bosnya. Wajah perempuan di depannya jelas tampak seperti orang Asia setipe dengan bosnya yang berasal dari Indonesia. Apa mungkin perempuan ini pacar si bos? batin si Pak security. Memang selama ini Mr. Dira tidak pernah menerima tamu perempuan selain kolega bisnisnya yang juga selalu datang tidak sendiri.
“ Hel....lloowwwww.... Mr. Se..cu..ri...ty....” teriak Kiara di depan wajah Pak Security. Ia mulai kesal karena security itu malah terdiam melihatnya. Teriakan Kiara yang sudah mirip dengan nada tinggi 100 oktaf sukses membuat Pak security kaget.
“Oh... Sorry, Miss” Pak Security mulai sadar dari lamunannya.
Kiara mengibaskan tangannya. Ia tidak memperdulikan security itu dan berjalan masuk dengan cuek. Security itu mengejarnya, menarik tangannya agar Kiara berhenti. Bukannya berhenti, Kiara malah menepis tangan security itu dengan kencang.
“Heyyy you.. !!! don’t touch me!! I want to meet Mr. Dira. Tell me. Where is his room?" teriak Ara.
Security itu tidak menjawab. Ia malah kembali menarik tangan Kiara dan menyeretnya agar keluar dari gedung itu. Kiara meronta-ronta. Ia berusaha melepas cengkraman tangan security itu.
“Hey botak...!!!!! Lepasin gue!!! Sudah bosan hidup kau?" ucap Kiara. Dia kelepasan berbicara dengan bahasa Indonesia.
Security itu berhenti mendengan ucapan Kiara. Meskipun ia tidak mengerti tapi ia paham kalau perempuan di hadapannya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Security itu melepaskan tangan Kiara. Ia membungkuk meminta maaf. Wajahnya yang semula garang berubah menjadi ciut. Dengan penuh rasa takut security itu segera mengantar Kiara menuju ruangan Mr. Dira.
Kiara menghentakkan kepalanya, memberikan kode agar security itu pergi. Sekali lagi security itu membungkuk dan meminta maaf kemudian pergi meninggalkan Kiara. Kiara menatap pintu di hadapannya.
“Mau kesini aja ribet” umpat Ara dalam hati.
Kiara membuka pintu tanpa permisi dan...
Buggggg...
Kiara melempar sepatunya ke wajah laki-laki yang sedang sibuk dengan laptopnya. Laki-laki itu kaget karena mendapat serangan mendadak tak terduga.
“Hey You....!!!” umpat Dira kesal.
Ia yang sedari tadi fokus mengerjakan pekerjaannya tentu saja merasa kaget mendapat lemparan sepatu tiba-tiba.
“Opo????” tantang Ara sambil berkacak pinggang
Laki-laki di hadapannya menggeleng-gelengkan kepala. Dia yang sedari awal ingin marah malah kembali duduk dan berkutat dengan laptopnya. Hal ini membuat Kiara kesal.
“Kaaaadiiiiiirrrrrrrrr .... elu kok cuek sih sama gue???? Gue jauh-jauh datang kesini malah elu cuekin" teriak Kiara.
Dira mengangkat kepalanya. Melemparkan senyum sinisnya dan kembali menatap laptopnya. Dia benar-benar tak merespon teriakan Kiara.
“Kaaaadiiiiirrrrrrrrrrrrr.......... elu denger gue nggak sih?” teriak Kiara lagi.
Dira menghentikan gerak jemarinya. Dia mengambil sepatu yang tadi dilempar oleh Kiara dan melempar balik ke wajah Kiara.
Buggg......
Tepat sasaran.
“Kadir...Kadir... gue ini Presdir. P-R-E-S-D-I-R. Yang sopan kalau ngomong sama gue” kata Dira.
“Apa lu kata? Presdir? Presdir macam apa yang tidak mampu menyuruh satu anak buahpun buat ngejemput gue di bandara ? Gue sudah bilang kalau gue mau datang. Gue berangkat jam segini, gue bakalan sampai jam segini, kenapa lu nggak suruh orang buat jemput gue?” tanya Kiara lagi.
“Gue nggak nyuruh lu kesini” jawab Dira tenang. Dira tetap fokus dengan pekerjaannya.
"Terus kalau gue nggak kesini? Gue harus kemana?” tanya Kiara lagi.
"Terserah elu mau kemana aja. Ke rumah Mama juga boleh” jawab Dira dengan enteng. Mulutnya berbicara, tetapi mata dan tangannya tetap fokus mengerjakan pekerjaannya.
Kiara menunduk mendengar perkataan Dira. Ia yang semula merasa marah besar dengan Dira, berubah menjadi ciut. Hatinya kembali merasakan sakit.
Dira menggeser kepalanya, melihat apakah Kiara masih disitu atau tidak.
“Kenapa diam?” tanya Dira.
“Kadir..., lu tahu nggak kalau Mama sudah menikah lagi?” tanya Kiara kali ini nada suaranya rendah.
Mulai nampak kesedihan di raut wajahnya. Andai saja sikap Dira tidak sedingin ini, pasti Kiara sudah berlari dan memeluknya. Kiara ingin menangis. Tangis yang sudah ia tahan sejak kedatangannya.
“Gue sudah tahu. Gue nggak peduli dan nggak mau mengusik Mama. Biarkan saja Mama menjalani hidupnya sendiri yang terpenting dia nggak ngusik hidup gue disini” ucap Dira santai.
Kiara mengangkat wajahnya.
“Kadir....” panggilnya pelan.
“Opoooo???”balas Dira.
“Elu itu anak Papa apa bukan sih?? Mama nikah lagi kok elu cuek begini” teriak Kiara.
Emosi Kiara kembali tersulut. Ia menghampiri Dira dan menjambak rambutnya. Kiara kesal dengan tingkah Dira yang hanya peduli dengan dirinya sendiri.
“Sakitttt....... sakitttt....... sakitttttt.. lepasin rambut gue!!! Gue presdir ya disini! Elu datang nggak diundang bukannya sopan malah ngejambak” teriak Dira menahan sakit.
“Gue kesel ama elu, Kadirrrrr. Gue benci ama elu ..!!! Gue jauh-jauh kesini karena gue sedih. Tapi elunya dingin begini sama gue..!!!!” Kiara menarik rambut Dira lebih kuat.
“Ampuuuunnnnnnnnnn......”teriak Dira.
Dira berusaha melepas cengkraman tangan Kiara dari rambutnya. Rusak sudah tatanan rambut keren Dira. Meski laki-laki, Dira sangat memperhatikan penampilannya. Dira paham betul jabatannya sebagai Presdir akan mengundang banyak mata yang akan melihat penampilannya. Dira tidak mau tampil jelek di hadapan tamu dan bawahannnya.
Kiara melepas cengkramannya. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Kiara menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kiara menangis, ya, menangis. Hatinya bertambah kalut. Kiara pikir dengan menyusul Dira, dia bisa menumpahkan segala kesedihannya.
“Lu nangis?” tanya Dira.
“Nggak. Gue lagi berdoa” jawab Kiara.
“Oh...” jawab Dira.
Dira kemudian duduk di sebelah Kiara.
“Kadir... elu nggak senang gue samperin kesini?” tanya Kiara.
“Nggak” jawab Dira cepat.
“Elu bertahun-tahun nggak ketemu gue apa nggak kangen?” tanya Kiara lagi
“Nggak” jawab Dira lagi.
“Elu kakak gue apa bukan sih?" tanya Kiara semakin kesal.
“Bukan kali” kali ini Dira menjawab dengan tertawa.
“Kadirrrr.....” teriak Kiara. Ia kesal karena Dira tetap saja dingin.
“Opo???” jawab Dira lagi kali ini wajahnya sudah berubah. Dia meregangkan otot wajahnya agar tidak terlihat dingin lagi.
"Kiarang sarang burung, kalau elu bukan adek gue nggak mungkin kan gue gantiin popok lu waktu lu masih bocah?" kata Dira lagi.
Kiara melempar tasnya ke wajah Dira.
“Elu dingin banget sih sama gue? Adek lu lagi sedih nih” ucap Kiara.
“Idih...sedih...sedih kenapa? Sedih ditinggal nikah, lu?" goda Dira.
Kiara terkejut mendengar perkataan Dira. Mereka sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Kiara dan Dira bahkan tidak pernah berkomunikasi. Dari mana Dira tahu kalau dia sedang patah hati karena ditinggal nikah?
“Elu tahu dari mana?” tanya Kiara.
“Elu pikir gue nggak tahu. Elu kesini karena cem-ceman lu nikah? Heii Kiarang sarang burung meskipun gue ada nun jauh di sini tapi gue selalu memantau elu. Gue nggak mau terjadi apa-pa sama elu. Apalagi sejak Papa meninggal. Elu sama Mama malah nggak akur. Gue jadi kepikiran. Lu ngerti nggak sih?” jelas Dira panjang kali lebar.
Kiara menatap Dira tak percaya. Ternyata selama ini Dira memantaunya. Kiara pikir Dira tidak peduli kepadanya. Dira mengambil sesuatu dalam sakunya dan memberikan kepada Kiara.
“Nih...! Kartu apartemen gue. Passwordnya tanggal lahir Mama. Gue harap elu masih ingat” perintah Dira.
“Lu ngusir gue?” tanya Kiara dengan suara memelas.
Sungguh untuk saat ini Kiara hanya ingin bersama Dira, kakaknya. Kiara ingin bercerita banyak dengannya. Berkeluh kesah dari pagi sampai malam.
“Iyalah. Ngapain elu disini? Elu itu baru aja datang. Badan lu selain bauk juga capek. Elu harus istirahat. Kalau elu tetap di sini yang ada gue nggak kelar ama pekerjaan gue dan kantor gue ini banjir sama air mata elu. Sudah sana ke apartemen gue. Lu istirahat dulu. Nanti elu cerita kalau gue pulang” kata Dira
Kiara menerima kartu itu dengan bimbang.
“Kenapa lagi?” tanya Dira yang menangkap keraguan di hati adiknya.
“Gue kesananya gimana, Kadirrrrrrrrr??? Gue nggak tahuuuuuuuuuuuu” teriak Kiara. Ia sengaja berbicara dekat dengan telinga Dira.
“Eeebusyettttt ....nih anak tinggal di hutan kali ya? Seneng banget teriak-teriak. Ini bawa kunci mobil gue!" kata Dira sambil melempar kunci mobilnya.
Kiara menangkap dengan cepat. Ia kembali menatap dengan bimbang.
“Kenapa lagi?” tanya Dira kesal. Kalau adiknya itu tetap di sini kapan pekerjaaannya bisa selesai?
“Elu ngasik kunci mobil ini ke gue?” tanya Kiara pelan.
Dira mengangguk.
“Elu mau gue bawa mobil lu?” tanya Kiara lagi.
Dira mengangguk cepat. Ia memperlihatkan arloji yang ada di pergelangan tangannya sebagai isyarat kalau dia tidak punya waktu banyak.
“Elu goblok atau gimana sih Kadiiiiirrrrrr???? Gue itu baru pertama kali kesini. Gue nggak tahu apartemen elu. Gue juga nggak bisa bawa mobil...!!!” Kiara berteriak lagi.
Teriakan Kiara kali ini benar-benar membuat Dira jantungan. Untung Dira tidak punya riwayat penyakit jantung. Dia menetralkan nafasnya hingga benar-benar normal. Mimpi apa dia semalam kok bisa-bisanya Dira mendapat serangan fajar.
Dira mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Tak lama seorang lelaki bertubuh tegap dan berkacamata hitam masuk ke ruangan Dira. Laki-laki itu membungkuk memberi hormat kepada Dira.
“Antar perempuan ini ke apartemen saya! Jangan melihatnya apalagi menyentuhnya! Pastikan dia selamat sampai disana! Mengerti?” perintah Dira.
“Baik Tuan” jawab lelaki itu penuh hormat.
“Dia orang Indonesia?” tanya Kiara.
“Bukan! Dia orang hutan” jawab Dira. Sudah jelas-jelas Dira berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia tetapi adiknya itu masih bertanya seperti itu.
“Oh... gue pikir aktor hollywood. Soalnya ganteng banget sih” ucap Kiara cekikikan.
“Hihhhh...katanya patah hati tapi masih aja cuci mata. Patah hati macam apa lu?” umpat Dira.
“Patah hati express” jawab Kiara.
“Sudah sana lu ikut pengawal gue. Nanti kita bicara lagi di sana. Gue lagi banyak kerjaan!” usir Dira.
Kiara tak lagi membantah. Ia mengambil barang- barangnya tetapi dicegah oleh pengawal Dira. Lelaki itu mempersilakan Kiara agar berjalan mengikutinya.
Kiara mengikuti lelaki itu dengan senyum-senyum tipis. Ingin sekali ia berkata Mas... buka kaca matanya dongggg... agar dirinya tidak penasaran dengan wajah pengawal Dira.
"Dira dapat darimana pengawal ganteng kayak gini? bisa juga kali ya buat cem-ceman gue di New york" kata Kiara cekikikan dalam hati.
Adira Putra Sanjaya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Husnul Khotimah
keren ceritanya maak
2024-10-20
0
Lies Firdaus
aku mulai baca kak 😁
2022-11-07
1
📴🍀⃟🐍 🥜⃫⃟⃤
woooaaahhh mantap bahasa nya d selipin sama Inggris.. keren thor
2022-10-03
1