Bab 3 : Tempat pernikahan

"Tunggu dulu Tuan!" Sergah Safira, "aku belum setuju untuk menikah dengan mu!" Yohan mengangkat sebelah alisnya.

"Oh jika begitu, Tuan Aditama pasti punya jawabannya! Benar begitu bukan, Tuan!" Yohan memberikan tatapan mengintimidasi.

"Tuan Yohan jangan dengarkan dia, dia sudah setuju sebelumnya dia hanya main-main dengan mu, mungkin dia ingin menguji anda saja," ucap Aditama gugup.

"Safira, diam lah jangan coba-coba kau mempermainkan ku, ingat Ibu mu ada di tangan ku," bisik Aditama di daun telinga Safira.

Safira mengepalkan tangan dia sudah tidak bisa menghindar lagi, 'Apa aku harus pasrah hidupku hancur di tangan Ayah ku sendiri, aku punya mimpi untuk pernikahanku nanti. Sekarang mimpi itu hanya akan tetap menjadi mimpi, maafkan aku, aku tidak akan bisa menepati janji ku.' Batin Safira bergumam.

"Nona Safira, katakan pada ku apa aku perlu persetujuan mu untuk menikahi mu?" Tanya Yohan penuh penekanan, di dalam kata-katanya seolah dia sudah menjadi pemilik Safira sepenuhnya hingga suaranya pun tak akan pernah ada artinya.

'Aku tahu Pria ini tidak seperti yang terlihat, dia terlihat ramah dan baik, namun aku tidak nyaman dengan tatapan matanya itu, seolah ada sesuatu yang tersirat di sana.' Safira balas menatap mata Yohan, dia hanya tersenyum pada Safira.

"Nona, kenapa kau diam saja? Ayo katakan bagaimana caranya agar aku bisa mendapat persetujuan pernikahan dari mu?!" Yohan menyunggingkan senyuman terbaik di bibirnya.

"Ti--tidak Tuan, Anda tidak perlu melakukan apapun. A--aku setuju," ucap Safira gagap, karena mendapat tatapan tajam dan penuh ancaman dari Ayah nya.

"Oh jika seperti itu, mari kita laksanakan pernikahannya hari ini." Ucapnya senang.

"A--apa? Kenapa begitu cepat? Aku belum menyiapkan apa pun!" Ucap Safira dia menatap Ayah nya memohon pertolongan.

'Tidak, aku tidak boleh menikah sekarang. Aku bahkan belum menemui Ibu.' Safira mencengkram ujung gaun yang ia kenakan.

"Kamu tidak perlu menyiapkan apapun, semuanya telah siap," ucap Yohan santai.

"Ta--tapi, Ayah," Safira kembali menatap Ayah nya. Aditama hanya diam dengan wajah datar.

"Tuan Yohan, apa boleh saya bicara empat mata dengan putri saya?" tanya Aditama.

"Tentu saja silahkan, Ken! Tolong antar mereka ke kamar tamu biar mereka berbincang dengan lebih leluasa!" Perintahnya pada Pria yang sedari tadi berdiri di sampingnya, aura laki-laki ini lebih menakutkan dari pada Yohan.

"Baik Tuan!" Ken memimpin jalan menuju tempat yang di sebutkan Yohan tadi. Safira dan Tuan Aditama mengikuti dan masuk ke dalam kamar tersebut.

"Silahkan masuk, saya akan menunggu kalian di luar!" Ken membuka kan pintu dan menutupnya kembali setelah Safira dan Ayah nya masuk ke kamar tersebut.

"Ada yang ingin kau katakan?" ucap Tuan Aditama.

"Aku ingin bicara dulu dengan Ibu sebelum pernikahan, aku tidak akan pernah lari dari pernikahan ini. Ingat Ibu masih sakit, aku tidak mungkin meninggalkannya," lirih Safira.

"Baiklah, aku akan bicara dengan Tuan Yohan, tapi aku tidak bisa janji!" Aditama nampak tegang, keringat dingin nampak membasahi pelipisnya.

'Apakah Ayah takut dengan laki-laki itu?'

"Ayo!" Aditama lebih dulu keluar dan di susul Safira, tampak Ken orang kepercayaan Yohan berdiri tak jauh dari pintu. Tanpa banyak bicara dia pun berjalan lebih dulu.

"Bagaimana keputusan kalian?!" tanya Yohan santai sambil menyesap sedikit wine dari gelas yang ada di tangannya.

"Tuan Yohan, bagaimana kalau pernikahannya di tunda sampai besok, Ibu nya Safira sedang sakit jadi dia ingin bicara dulu dengannya malam ini!" Yohan melempar pandang penuh amarah tangannya mengepal kuat, hampir saja gelas di genggamannya hancur berkeping-keping.

Ken menyentuh bahu Yohan dan membisikan sesuatu, membuatnya kembali memasang senyum walau terlihat kaku.

"Baiklah, sekarang kalian boleh pergi. Aku ada urusan kantor, Tuan Aditama ingat janji mu!" ucapnya lantas pergi meninggalkan rungan itu.

***

Safira menyeret kaki nya kembali ke rumah sakit. Lantas mendudukan diri di kursi ruang tunggu, dia menghapus air mata yang terus saja muncul tanpa ijin nya. Dia tak ingin Ibunya melihat dia menangis.

Setelah mampu menguasai diri dan menghentikan tangisnya Safira pun masuk ke dalam ruangan tempat Ibu nya di rawat, ia berjalan perlahan mendekati ranjang dan duduk di hadapan Ibu nya.

"Buk, ini Fira, bagaimana keadaan Ibu? Apa sudah lebih baik?" Safira menggenggam tangan Ibunya dan menciumnya.

"Buk, mungkin beberapa hari kedepan Fira gak bakal nemenin Ibu di sini. Fira harus pergi keluar kota karena ada urusan pekerjaan, Ibu baik-baik ya di sini." Ucap Safira berbohong, dia tidak ingin Ibunya tahu jika dia di paksa menikah oleh Ayah nya.

Seperti biasa Ibu hanya diam tak merespon sama sekali, Safira sudah mulai terbiasa dengan kondisi Ibunya yang lumpuh total ini.

'Aku tidak mungkin bilang bahwa aku akan menikah besok, aku takut Ibu terkejut dan membuat kondisinya semakin buruk.' Batin Safira.

'Buk, kenapa ini terjadi pada ku. Bahkan untuk memilih pasangan hidup sendiri pun aku tidak bisa, kenapa Ayah tidak mau melepaskan kita dan membiarkan kita hidup tenang.'

Safira membaringkan kepalanya di tepi ranjang, tanpa terasa ia pun terlelap.

"Nona, Nona bangunlah, Tuan meminta Anda segera datang!" Suara seseorang terdengar familiar di indra pendengaran Safira. Safira perlahan membuka mata dan melihat siapa yang membangunkannya pagi-pagi buta.

"Tuan Ren, ada apa?!" tanya Safira bingung, kesadarannya belum terkumpul sempurna.

"Nona lupa, hari ini adalah--," Safira membulatkan mata dan menaruh telunjuknya di bibir agar Reno tidak melanjutkan lagi apa yang ingin di katakannya.

"Baiklah, aku akan segera datang," ucap Safira sambil menatap lembut wajah Ibu nya yang masih nampak tertidur lelap.

"Tuan memerintahkan untuk membawa Nona bersama saya," tambah Reno.

"Ya sudah, tunggu aku membasuh wajah dulu." Safira beranjak ke toilet dan secepat mungkin kembali.

Di dalam mobil hening terasa sepanjang perjalanan, Safira hanya diam begitu pula Reno sekertaris pribadi Ayah nya itu, pria muda berwajah cukup tampan. Dia menjadi pengganti Ayah nya menjadi sekertaris pribadi Tuan Aditama.

Mobil pun menepi di parkiran sebuah hotel bintang lima yang cukup terkenal, Safira sudah tahu milik siapa hotel ini, tak heran jika dia di bawa ke tempat ini.

"Nona, silahkan turun!" Reno membuka kan pintu tanpa Safira sadari.

"Hem...." Jawab Safira singkat, Safira berjalan mengikuti langkah Reno di belakangnya, menuju lantai paling atas gedung ini tampaknya. Setelah sampai Safira pun di suruh masuk ke dalam sebuah kamar dan merias diri di sana.

Tampak dua orang wanita sudah menunggu Safira untuk mereka rias sedemikian rupa.

Beberapa jam berlalu akhirnya Safira pun sudah siap, "Nona, Anda benar-benar sangat cantik. Tuan Yohan pasti tidak akan mampu mengalihkan pandangan dari Anda." Safira hanya tersenyum tanpa berniat menjawab.

'Aku melangkah ke masadepan yang entah akan bagaimana. Tapi, yang aku tahu ini tidak akan mudah, entah apa motip Yohan yang sebenarnya, aku harus tetap waspada.'

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

like 👌👍

2021-07-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!