🌸Kemajuan🌸
Setelah jam kuliah selesai, aku menemui Pak Nathan di ruangannya.
Tok.tok.tok.
"Masuk." sahut Pak Nathan.
Aku segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Pak Natham segera menutup laptopnya, lalu beralih menatapku tajam.
"Duduk." ucap Pak Nathan. Aku mengikuti instruksinya, duduk di kursi yang ada di depan meja Pak Nathan.
Lama tidak ada suara, dosenku itu hanya menatapku tanpa bertanya atau bicara. Aku sih senang - senang saja di tatap begitu terus olehnya. Tapi jantung ini yang tidak bisa di ajak kompromi. Berdebar terus tanpa berhenti.
"Saya perhatikan kamu tidak pernah serius di kelas saya, padahal kamu selalu duduk di depan." ucap Pak Nathan, masih dengan tatapannya yang horor menghujam jantungku.
waduh! Ternyata dia sadar kalau aku selalu duduk di depan.
"Saya serius kok, Pak. Beneran deh. Kenapa saya duduk di depan? itu karena saya suka sama bapak, eh maksud saya materi pelajaran bapak."
Pak Nathan mengernyit, alisnya yang tebal dan rapi itu kini bertautan. Aku meneguk saliva, cemas karena tadi sempat keceplosan lagi.
Duh mulut, kenapa hobi banget ceplas - ceplos!
"Jadi, kamu sudah tahu kenapa saya panggil ke sini?" tanya Pak Nathan lagi.
Aku segera menggelengkan kepala, tapi sedetik kemudian mengangguk, membuat Pak Nathan lagi - lagi menghela napasnya.
"Ini peringatan terakhir saya buat kamu, jangan bikin keributan lagi di kelas saya. Atau selanjutnya kamu tidak usah masuk ke kelas saya lagi."
"Iya pak, saya paham. Janji gak akan di ulangi." jawabku cepat. Bisa gawat kalau aku tidak boleh masuk ke kelasnya lagi. Pasokan oksigenku akan berkurang kalau tidak melihat wajahnya.
"Oke. Silakan keluar." ucap Pak Nathan lagi. Dia kini kembali sibuk menatap layap laptopnya.
Aku ingin cepat pergi, tapi entah kenapa lutut ini rasanya lemas. Melihat Pak Nathan yang sedang serius bekerja di depan laptop benar - benar sangat keren, aku jadi ingin terus berlama - lama berada di sini.
Rupanya Pak Nathan sadar kalau aku masih terus menatapnya. Dia melirikku sekilas melalui ekor matanya.
"Kenapa masih di sini?"
"Ah iya, Pak. Ini saya mau pergi kok. Permisi ya, Pak." aku segera bangkit dari duduk, dan beranjak pergi dari ruangannya.
Satu ruangan dengan Pak Nathan, benar - benar tidak bagus untuk kesehatan.
Di luar, aku berusaha menormalkan kembali degup jantung yang sejak tadi tidak karuan. Ini pertama kalinya aku bicara berdua saja dengan Pak Nathan. Biasanya, setiap kali berpapasan dia jarang sekali menjawab sapaanku. Paling hanya mengangguk sekilas, atau bahkan hanya di balas dengan lirikan maut. Tapi hari ini aku berhasil bicara dengannya, ah senang sekali....!
🌸🌸🌸
Esoknya,
Hari yang cerah, untuk hati yang cerah. Aku senang karena kuis di kelas Pak Nathan tadi pagi berjalan dengan lancar. Aku sengaja belajar sebelumnya, agar tidak di marahi lagi oleh Pak Nathan.
Sambil bersenandung kecil, aku berjalan menyusuri koridor kampus.
Beberapa pasang mata menatapku kagum. Yaa...begitulah resiko orang cantik.
Karena kuliahku sudah selesai, aku berencana untuk pulang lebih cepat, agar bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan mamaku. Hari ini dia sedang libur kerja di rumah. Menjadi single parent membuatnya jarang di rumah.
Tapi, setelah melewati satu ruangan yang terlihat kosong, terdengar bisik - bisik dan suara seorang anak menangis di ruangan itu.
Siapa ya ?
Karena penasaran aku berhenti dan mundur selangkah. Menajamkan pendengaran di pintu.
Samar - samar terdengar suara orang yang kukenal dari dalam.
Itu seperti suara Pak Nathan. Aku semakin mendekatkan diri ke pintu agar terdengar lebih jelas. Tapi ternyata pintunya tidak tertutup rapat, dan sukses terdorong terbuka begitu aku bersandar.
"Upss. Sori ..."
Aku tersenyum kaku. Dalam hati merutuki kebodohanku yang punya sifat terlalu ingin tahu ini. Seperti kata pepatah, rasa ingin tahu itu dapat membunuhmu.
Begitulah nasibku sekarang. Karena di dalam sana ada Pak Nathan.
Dia tidak sendiri, tapi sedang bersama seorang anak perempuan kecil berusia sekitar 5 tahunan yang sedang menangis.
Mereka serentak menatapku. Mungkin heran melihat ada orang asing yang tiba - tiba masuk.
"Maa.. maaf Pak. Saya pikir gak ada orang." aku berkata pelan sambil menatap mereka dengan salah tingkah.
Kulihat Pak Nathan dengan wajah datarnya hanya diam tidak menjawab. Dan kembali menatap anak kecil di hadapannya.
"Ini anak bapak yaa? kenapa nangis?"
aku memberanikan diri bertanya.
"Bukan urusan kamu. Sebaiknya kamu pergi nanti terlambat masuk kelas." Pak Nathan menjawab dengan nada ketus.
"Aku gak ada kelas kok Pak. Ini malah mau pulang."
"Terus kenapa masih disini gak pulang ?"
Aku bingung harus menjawab apa. Hanya mengulum senyum dan menunduk malu.
"Papa aku nggak mau pulang. Bibi yang kemarin itu jahat sama aku. Pokoknya aku gak mau pulang. Mau ikut papa."
anak kecil di hadapanku tiba - tiba menyela. Pak Nathan kembali sibuk menenangkan anak itu, ternyata benar tebakanku tadi, gadis kecil itu anak Pak Nathan. Aku memang sudah tahu kalau Pak Nathan mempunyai seorang putri. Tapi baru kali ini melihatnya langsung.
Aku menatap mereka, mencoba memahami situasi dulu dari apa yang ku dengar tadi.
Aha! aku punya ide.
"Halo adik kecil ... nama kamu siapa ?" aku menghampirinya, lalu menekuk lutut di hadapan gadis kecil itu.
Anak itu berhenti menangis dan menatapku.
"Namaku Arsy, Kak."
"Wahh, nama kamu cantik sekali. Pantas kamu juga cantik."
"Benarkah? aku cantik seperti Elsa?"
"Iya Arsy, kamu cantik seperti Puteri Elsa." aku tersenyum dan mengusap pipinya yang lembut.
"Dan anak cantik tidak boleh menangis."
Pak Nathan kelihatan terkejut. Mungkin dia kaget melihat interaksiku dengan anaknya.
"Begini saja Pak, kalau bapak masih ada jadwal kelas mengajar, biar Arsy saya yang jaga. Kebetulan saya sudah nggak ada kelas kok. Jadi bisa temanin Arsy bermain disini.
Gimana Arsy, mau main sama kakak gak?. Nanti kita ke taman belakang kampus ini. Bagus lho. Ada ikan juga. "
Arsy tersenyum cerah padaku. "Mau ..mau ..Arsy mau ikut kakak."
Aku menoleh meminta persetujuan Pak Nathan. Dia memicingkan mata menatapku. Terlihat ragu. Mungkin dia berpikir aku punya maksud tertentu.
Padahal sih iya, ini salah satu siasatku buat lebih dekat dengannya. Haha.
"Papa.. aku mau main sama kakak ini. Mau lihat ikan di taman juga." Arsy menarik - narik ujung kemeja yang dikenakan Pak Nathan.
Pak Nathan terdiam, terlihat sedang berpikir. Tapi Arsy terus merengek padanya. Akhirnya dia menghela napas dan terlihat pasrah.
"Baiklah princess, kamu boleh main. Jangan nakal dan jangan main jauh - jauh."
"Siap papa.." Arsy bersorak senang.
Aku? tentu saja ikut bersorak, tapi hanya di dalam hati.
Begitu dong pak, daripada bingung terus, lebih baik anaknya dititip ke calon ibu sambungnya ini. Ups.
"Anindira, Saya titip Arsy yaaa... Jam 3 nanti saya sudah selesai. Boleh saya minta nomor kamu buat hubungi nanti ?" Pak Nathan menyodorkan Handphonenya kepadaku.
Aku hanya bengong, menatap handphone Pak Nathan tak percaya? ini beneran?
Pak Nathan mau minta nomor kontakku.
"Kak .. ??"
Aku kembali tersadar ketika Arsy menegurku, dia sudah berdiri di sampingku sekarang.
"Ah iyaaa Arsy ..sebentar yaaa." Aku meraih handphone Pak Nathan. Lalu dengan semangat mengetik nomorku.
"Ini pak. Silakan hubungi saya kalau sudah selesai. Saya pasti langsung menjawab."
Pak Nathan tidak menjawab. Hanya melirikku sekilas. Lalu memasukkan kembali handphonenya di saku celana.
" Kalau begitu saya pergi dulu yaa Pak. Ayo Arsy.. "
Aku menggandeng tangan Arsy dan pergi meninggalkan Pak Nathan yang masih terus menatapku.
Tenang saja pak, anak anda pasti aman sama aku kok. Cantik - cantik begini aku juga suka anak kecil lho. Karena aku anak tunggal. Jadi kalau lihat anak kecil imut dan lucu macam Arsy ini berasa mau aku jadiin anak sendiri saja deh.
Berharap banyak boleh dong ......
****
Di taman,
Aku duduk di bangku taman berdua dengan Arsy Sambil meminum es kopi favoritku, sedangkan Arsy menikmati es krim coklat yang baru ku belikan tadi.
"Kakak suka sama papah aku ya ?" Arsy bertanya dengan wajah polosnya.
Aku sampai tersedak minuman mendengarnya.
"Kok kamu tau?"
"Iyaa dong, papaku kan ganteng. Lagipula ketahuan kok dari wajah kakak." Arsy menjawab cuek sambil terus menjilati es krimnya.
Aku langsung mengambil cermin kecil dari dalam tasku, dan melihat pantulan wajahku disana. Tapi tidak ada yang aneh. Bagaimana bisa kelihatan sih.
Arsy malah tertawa geli melihat tingkahku.
"Haha kakak lucu banget sih."
Aku meringis. Sialan. Ternyata nih bocah ngerjain doang. Oke lihat saja. Aku gak akan kalah sama bocah ini.
"Terus kalau kakak suka, kamu setuju gak ?"
Arsy menatapku intens. Bola matanya yang bulat menatapku. Aku sendiri bingung, sebenarnya berapa umur bocah ini. Kok ya tua banget rasanya.
"Arsy suka kakak, habis kakak cantik sih kayak Barbie."
Aku tersenyum puas. Nah kan! anaknya aja suka. Jadi tidak ada alasan papanya buat nolak dong....
"Tapi kakak bodoh."
DUENG. Apa ???
Baru saja nih anak memujiku cantik, sekarang bilang aku bodoh?
Aku merengut sebal. Kalau bukan anak kecil mungkin sudah aku pites dia daritadi.
Melihat ekspresiku yang kesal, Arsy semakin menertawakanku.
"Arsy punya ide, sini deh kakak Arsy bisikin."
Ragu - ragu aku mendekat, takut Arsy ngerjain aku lagi seperti tadi.
Arsy menarik tanganku dengan tidak sabar agar cepat mendekat padanya. Lalu ia mulai membisikiku sesuatu.
"Gimana? oke kan ide Arsy?."
Aku tercengang .Tidak menyangka dengan ide cemerlang anak ini.
"Sebenarnya umur kamu berapa?." tanyaku heran.
"5,5 tahun, tapi Arsy jenius dan pintar dong." jawabnya sambil mengelap tangannya yang belepotan es krim dengan sapu tangan.
Pantas saja. Dia memang benar - benar anak Pak Nathan. Tidak heran sifat dan sikapnya memang mirip sekali.
🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Hmm....kecil2 sdh pinter ngegombal apa b'neran tuh....🤔🤔🤔
2024-03-12
0
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
Baru chapter 2 dah mulai menarik keliatan seru kayaknya 😁
2021-06-03
1
Astirai
masih nyimak thor, simpen di vaforit
jangan lupa mampir jg ya bukalah hatimu untukku
2021-04-02
0