Jazira masih berlari sambil menatap kebelakang. Dia masih belum menyadari bahwa dirinya semakin mendekat kepada dua orang yang tadi mengejarnya.
Hingga ketika dia menolehkan kepalanya kembali ke depan, betapa terkejutnya dia karena melihat dua orang berkepala plontos tadi telah berdiri di depannya.
Terlambat, Jazira sudah dibawa oleh kedua orang tadi. Jazira berusaha berteriak untuk meminta bantuan. Namun, hal tersebut gagal karena satu orang lagi membekap mulut Jazira dengan sapu tangan yang Jazira yakin telah diberi obat bius.
Perlahan namun pasti, pengelihatan Jazira mulai memburam. Pengelihatan gadis itu semakin memburan hingga akhirnya, sebuah kilatan putih menyapa pengelihatannya dan seketika semua menjadi gelap. Dalam pingsannya, Jazira masih mengeluarkan air matanya.
Dua orang tersebut membawa Jazira kembali ke mobil jeep berwarna hitam yang terparkir di depan apartemen. Dengan cepat, lima laki-laki yang telah membunuh keluarga Jazira itu membawa gadis yang tengah tak sadarkan diri pergi dari lingkungan apartemen tersebut.
Tak lama setelah kepergian mereka, seseorang yang tadi membuat Jazira berlari pun menghubungi bawahannya karena melihat tragedi penculikan itu. Bukan dirinya bod*h, dia tahu siapa komplotan yang menculik gadis yang dia temui tadi.
"Segera ikuti mobil jeep yang keluar dari apartemen X! Aku akan segera menyusul setelah kau menemukan mereka," titah lelaki berpakaian formal yang tengah menancap pedal gas mobilnya, lalu menutup panggilannya.
...***...
Perlahan, Jazira mulai mengerjapkan matanya beberapa kali. Pada awalnya semua terlihat kabur dan Jazira tak dapat melihat dengan jelas lingkungan sekitarnya. Mata Jazira tiba-tiba terbuka lebar ketika mendengar suara tawa yang menggema di ruangan gelap tersebut.
Jazira mencoba untuk berteriak namun tak bisa karena ada sapu tangan yang menyumpal mulutnya. Jazira hanya bisa menangis dan mencoba menggerakkan tangan serta kakinya. Namun, nihil dia tak dapat bergerak sama sekali selain berteriak dan tangis yang semakin deras.
"Lihatlah, anak dari pria brengs*k itu sudah bangun! Cepat siapkan semua peralatannya!" tegas seorang lelaki yang sudah berumur itu sambil berjalan mendekati Jazira. Jazira masih menangis dan berteriak tidak jelas karena sapu tangan di mulutnya.
Jazira terbelalak ketika melihat puluhan pisau yang terlihat sangat tajam itu berjejer rapi di sebuah papan berdiri. Dia juga menelan salivanya dengan susah payah ketika melihat pria itu mengelus dan memeluk pistol berwarna hitam yang membuat Jazira begitu ketakutan.
Jazira pun mencoba untuk memohon kepada lelaki itu walaupun dia yakin jika orang tersebut tak mengerti maksud dari ucapannya.
"Apakah kau ingin mengatakan sesuatu sebelum menyusul Ayahmu, hah?!" bentak lelaki tersebut yang membuat Jazira terperanjat. Namun, detik berikutnya Jazira pun menganggukkan kepalanya antusias.
Laki-laki itu pun memajukan tangannya dan langsung menarik sapu tangan tersebut dari mulut Jazira dengan kasar. Jazira sedikit meringis ketika tarikan kasar lelaki itu menyakiti sebagian mulutnya.
"Paman jangan bunuh Zizi! Zizi tidak bersalah sama sekali!" mohon Jazira sambil menangis dengan suara yang parau ketika mulutnya telah terbuka. Jazira menggelengkan kepalanya berharap agar lelaki itu tak membunuhnya.
"Apakah kau tak tahu? Bahwa Ayahmu telah merebut istri dan anakku?! Aku sudah cukup bersabar untuk itu, tapi dia semakin melunjak dengan mejadikan anakku sebagai ancaman!" ujar laki-laki berpakaian formal itu dengan nada emosinya.
Jazira menangkap raut kekecewaan dari lelaki tersebut, terlihat dari air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya dan mungkin saja akan terjun bebas membasahi pipinya yang mulai dihinggapi oleh kerutan alami di wajah tegasnya.
"Zizi tahu akan hal itu! Zizi pun setuju dengan penyalahan Paman tentang Ayah. Paman mungkin berpikir jika istri dan anak Paman memiliki sifat yang baik, tapi itu semua salah! Istri serta anak Paman, bagaikan wanita jelmaan iblis!" jawab Jazira dengan teriakan seraknya yang membuat sang lelaki dengan pistol di tangannya itu sedikit terkejut.
"Paman tak tahu bukan? Semenjak kehadiran istri serta anak Paman di rumah Zizi, mulai saat itulah hidup Zizi menderita! Paman tahu? Zizi hanya makan sehari sekali, itu pun dengan nasi sisa makan mereka!" sambung Jazira masih dengan tangisnya kala mengingat keadaannya beberapa bulan yang lalu.
"Mereka tak membiarkan Zizi untuk istirahat walau hanya sebentar. Mereka akan memukul Zizi dengan rotan jika Zizi tak menuruti kemauan mereka! Paman bisa lihat bekas pukulan-pukulan mereka di kaki dan tangan Zizi!" jelas Jazira sambil menundukkan kepalanya.
"Apakah Paman berpikir, bagaimana kehidupan Zizi? Apakah Paman pikir, Zizi hidup enak dan bisa berdamai dengan anak Paman? Tidak, Paman! Bahkan mereka memperlakukan ku seperti layaknya binatang!" bentak Jazira sambil menegakkan kepalanya.
"Ketika mereka kekurangan uang, sempat mereka ingin menjual Zizi ke teman bisnis Ayah. Bagaimana perasaan Paman jika Paman berada diposisi Zizi?" tanya Jazira sambil menatap tajam mata laki-laki tersebut.
"Paman lihat, darah yang mengering di hidung Zizi ini atas perbuatan siapa? Ini adalah ulah anak Paman! Dia marah dengan Zizi karena Zizi salah mengerjakan tugas kuliahnya. Dia memukul muka Zizi dengan papan," imbuh Jazira lalu kembali menangis.
"Hal itu pantas kau dapatkan, karena kau sangat bodoh! Hanya mengerjakan soal mudah saja kau tak mampu!" bentak lelaki itu sambil menunjuk Jazira dengan jari telunjuknya.
"Dan semenjak kedatangan istri serta anak Paman kerumah Ayah, sejak saat itulah Zizi telah kehilangan sosok Ayah. Ayah yang dulu selalu menyayangi Zizi kecilnya dan selalu memanjakannya, seketika hilang, entah kemana," imbuh Jazira lagi dengan nada lirihnya.
"Paman tak pernah merasakan berada di posisi Zizi bukan?! Apakah Zizi masih bersalah dalam hal ini, hah?! Jika Paman masih menganggap Zizi bersalah, cepat katakan apa salah Zizi!" teriak Jazira dengan meninggikan nada suaranya yang membuat semua orang terkejut.
Jazira menatap satu-persatu orang yang berada di ruangan tersebut.
"CEPAT KATAKAN!" teriak Jazira karena dirinya telah lelah. Tanpa berpikir lama, seorang lelaki mengarahkan pistol ke arah Jazira dan...
DORR!
Mata Jazira membesar seketika dan tak lama setelah itu dia hanya menangis. Untungnya, Jazira langsung peka dan memalingkan mukanya sehingga peluru tersebut melukai bahu sebelah kanannya.
DORR...
DORR...
DORR...
Tembakan peluru membrutal terdengar di telinga Jazira, yang berasal dari luar ruangan tersebut. Dengan setengah sadar, Jazira sempat melihat pria yang tadi dia temui di gang sempit di dekat apartemen ayahnya.
Terjadi baku tembak antara dua beberapa orang yang berada di ruangan gelap itu. Sang lelaki yang tadi berbincang dengan Jazira pun mengangkat tubuh mungil milik Jazira yang telah mengeluarkan banyak darah di bahu sebelah kanannya. Dengan lihai, dia berjalan melewati celah-celah berbahaya ketika anak buahnya tengah menembak.
Setelah berhasil membawa pergi Jazira dari tempat itu, lelaki itu pun memasukkan Jazira ke mobilnya dan membawa Jazira ke rumah sakit.
Sementara ditempat lain, seorang pemuda berwajah tampan yang sedang menandatangani beberapa berkas pun melirik ke Hp nya yang berdering. Tangan kekarnya yang terbalut jas mewah itu terulur untuk mengambil ponselnya.
"Ada apa, Jo? Mengapa kau meneleponku dijam seperti ini?" tanya lelaki tersebut dengan nada datarnya sambil meneruskan untuk menandatangani berkas-berkas yang lain.
"Nona Jazira terkena luka tembak di bahu sebelah kanannya. Kami sedang menuju perjalanan ke rumah sakit untuk mengobatinya." ucap Johan memberi kabar kepada sang atasan sambil menatap spion untuk memantau Jazira yang masih setia menutup mata.
"Apakah itu terdengar penting untukku?" ujar lelaki tersebut dengan nada dinginnya, sambil mengalihkan pandangannya menuju pintu tinggi yang berada di depannya.
Johan yang mendengar jawaban dari sang atasan pun mendadak terkejut. 'Apakah ini tidak penting baginya?' Batin Johan dalam hatinya.
"Ba ... baiklah tuan muda, saya putuskan dahulu panggilannya," ucap Johan dengan nada yang sedikit terintimidasi oleh suara dingin sang atasan.
"Aku tak peduli!" desis lelaki yang duduk di balik meja kerja mahalnya, lalu mematikan panggilannya secara sepihak.
...• Jangan Lupa Bersyukur •...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Anitapuji
maaf ya baru mampir, baru ketemu novelnya🙏
2022-02-19
0
saya laki-laki
Oh
2021-12-13
0
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
kaya prnh baca nih
2021-12-06
0