Saingan

Key menyumpalkan earphone di telinganya, menggendong tasnya yang berwarna cream-putih sambil memakan kripsetnya (kripik setan) yang super pedas.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejam yang lalu, sekolah juga sudah terlihat sepi. Key memang sengaja pulang terlambat untuk menghindari Deden gila yang tak ia sukai.

Sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya, baru saja ia sampai di parkiran ia sudah disambut oleh duo cecunguk sahabatnya Deden.

"Tett teret ... Tett teret ... Tett teret ... Tett teret ... ter re re rett ...."

Mereka bernyanyi serampangan menirukan suara terompet, berpura-pura menjadi pengawal kerajaan sambil melemparkan daun-daun kering kearah Key.

"Mari kita sambit pakai celurit, putri dari kerajaan cecunguk. Putri Keyara ... Valensia ...." Gibran berbicara bak pembawa acara pernikahan, kemudian diikuti tepuk tangan dari Vino yang masih terus melempar daun kering dan memungutnya kembali untuk dilemparkan, terus saja begitu.

Key membuka earphone nya dan menatap duo cecunguk itu datar, dimana ada cecunguk pasti ada rajanya dan benar saja dilihatnya Deden sedang bersandar di motor ninja merahnya sambil mengenakan taplak meja kelas yang diikatkan ke lehernya menjadi jubah di belakangnya dan juga kertas yang dilipat menjadi topi ia pakai di atas kepalanya.

Key hanya menanggapinya dengan memutarkan bola mata malas, lelah sekali ia selalu diganggu orang-orang aneh seperti mereka.

"Ladies and gentleman, tukang paku tukang semen. Sekarang ini pangeran cecunguk yaitu Pangeran Deden dari kerajaan cecunguk menghampiri sang putri untuk dijaga nyawanya secara lahir batin menuju tempat peristirahatannya terakhirnya," ucap Gibran yang masih berperan sebagai pembawa acara.

"Heh, emangnya is death!" tanggap Vino menjitak kepala Gibran keras.

"Rumahnya maksud gue," ucap Gibran meringis.

Deden yang sedari tadi berdiri itu mendekat ke arah Key kemudian berlutut di hadapannya, ia memeberikan ranting kayu kering pendek tanpa daun. Ya, hanya ranting bukan bunga.

"Kuy, pulang," ucap Deden sembari menyodorkan ranting itu.

Key hanya melihatnya tanpa ekspresi, ia berharap ada yang menolongnya sekarang dari bencana ini.

Bagaskara Putra, siswa teladan kelas XII IPA 3. Seorang ketua OSIS di SMA Bhayangkara itu mendekat ke area parkiran ke arah keributan yang diciptakan Deden dan kedua sahabatnya.

"Ada apa ya ribut-ribut? loh Key kamu belum pulang?" tanya Bagas yang melihat Key.

Bagas memang teman kecil Key, rumah mereka berdekatan. Sejak kecil mereka selalu bermain bersama, hingga mereka sudah saling mengenal satu sama lain.

"Iya, tadi ada urusan sebentar, " jawab Key.

"Yaudah yuk pulang bareng."

"Woy, enak aja! Key sekarang mau pulang bareng urang," ucap Deden yang sudah berdiri dari berlututnya.

"Benar, Key?" tanya Bagas memastikan, pasalnya ia tahu jika Key sama sekali tidak mau berurusan dengan Deden.

"Ya bener lahh!" jawab Deden tegas.

"Enggak, kok, ayo pulang," jawab Key santai.

"Aduh urang dianggap patung," Deden meremas dadanya merasa seakan-akan dirinya tersakiti.

"Balikin itu nanti taplaknya ke tempat semula." Bagas memerintah sambil menunjuk taplak meja yang digunakan Deden.

Bagas dan Key pergi meninggalkan area sekolah menggunakan mobil, meninggalkan Deden yang menatap mereka dari jauh.

"Yang namanya ketua OSIS memang selalu jadi idola ya ... apa nanti urang nyalonin diri jadi ketua OSIS aja?" Gibran dan Vino yang mendengarnya meringis pelan, membayangkan betapa hancurnya sekolah jika Deden yang menjadi ketua OSIS.

"Udahlah kita balik, kuy," ajak Vino menepuk pelan pundak Deden.

"Iya, udah sepi juga nih sekolah," tambah Gibran menenangkan.

"Aduh! urang ada masalah, euy," sentak Deden mengagetkan.

"Apaan?" Gibran dan Vino kaget sambil menjawab Deden kompak, mereka memang sangat peduli pada sahabatnya itu.

"Urang lapar ... Bensin motor juga tinggal setetes, nanti pinjam uang, ya, tenang nanti ku urang ganti," ucap Deden menunjukan cengirannya yang khas.

"Untung Key gak jadi ikut sama lo, Den. Kalo ikut, jadi tukang dorong motor tuh anak sampe rumahnya, udah kecil makin mini tuh cewek," ucap Vino berkomentar.

"Iya untung, deh. Nanti kalo Key ikut sama urang badannya yang kecil jadi mini dari mini jadi kurcaci dari kurcaci jadi ketot dari ketot jadi amoeba dari amoeba jadi kuman kan gak lucu," timpal Deden ngasal.

Kedua sahabat Deden memukul kepala Deden bersamaan, mereka tertawa bersama. Padahal Deden merupakan anak dari direktur perusahaan ternama, tetapi dia sering sekali kekurangan uang, ia juga bekerja setiap malam di salah satu cafe di dekat rumahnya.

*   *   *   *   *

Kring ....

Pintu cafe terbuka menampilkan seorang gadis manis berponi rapi dan berambut lurus panjang sepinggang memakai kaos putih bertuliskan 'love' dengan jaket kulit diluarnya, juga celana jeans berwarna navy. Penampilan yang simple namun mampu menyedot perhatian seluruh orang di cafe untuk menatapnya, tetapi gadis yang ditatap banyak pasang mata itu hanya fokus pada ponselnya sendiri.

Deden yang tadinya sibuk meracik kopi, menghentikan aktivitasnya dan menatap gadis yang menghampiri meja pesanan itu.

"Capuccino nya satu, ya, Mas," ucap gadis itu masih fokus pada ponselnya.

"Kayaknya maneh jodoh sama urang, pas banget lagi kaosnya tulisan 'love'."

Gadis yang baru datang itu---Key---mengangkat kepalanya dari layar ponsel, mengenali suara yang tadi ia dengar. Ia menghembuskan napas kasar, sedangkan Deden hanya menunjukan senyuman termanisnya.

"Cappucino siap meluncur," ucap Deden yang mengenakan appron hitamnya mengambil sebuah cangkir.

"Gak jadi, gak usah." Key hendak berbalik menuju pintu keluar, meninggalkan cafe yang baru saja ia datangi.

"Tenang aja maneh gak usah menghindar dari urang. Urang mah profesional gak bakal ganggu maneh, lagian urang mau berduaan sama pacar urang."

"Cangkir sama kopi maksud urang," batin Deden

"Pacar?seorang Deden sekarang punya pacar?" batin key.

Key yang hendak berlalu pergi berbelok ke arah meja cafe, ia duduk dekat jendela sambil kembali memainkan ponselnya. Deden yang melihat itu hanya tersenyum tipis melanjutkan pekerjaannya.

"Lo kenal cewek itu, Den? kenalin dong! Cakep, tuh," tanya Bimo pemilik cafe, ia juga salah satu teman dekat Deden.

"Gak bisa, udah hak paten milik urang kalo cewek itu."

Deden mulai membuat kopi pesanan para pelanggan cepat, khusus untuk Key ia sendiri yang mengantarkannya.

"Selamat menikmati, capuccino tambah sianida buatan urang ini, putri Key." Deden mempersilakan sambil menampilkan senyuman manisnya yang malah dibalas pelototan dari Key. "Haha ... bercanda-bercanda," ucap Deden lagi masih berdiri dihadapan Key, Key baru saja hendak menyesap kopinya.

"Bercandanya gak main-main maksud urang, hati-hati nanti bisa mati."

Deden berbisik pelan di dekat Key, membuat gadis manis itu tersedak pelan.

Deden yang melihat itu hanya tertawa lepas, memberikan sekotak tisu kehadapan Key dan berlalu pergi dengan sisa tawanya. Key yang masih memegang cangkir kopi itu menatap cangkir itu ngeri, apa benar dia akan mati?

Sudah setengah jam Key menikmati cappucino nya di cafe ini, dan ia tidak mati tentunya. Cafe ini sangat nyaman dekorasi alam yang menenangkan juga lagu-lagunya yang mengalun indah, cafe ini juga menyediakan banyak novel menarik di rak kecil yang ada di pojok. Key baru pertama kali ke tempat ini, ia sangat menyukainya. Satu-satunya yang tak ia sukai di cafe ini adalah baristanya yaitu Deden.

Beberapa saat berlalu, seorang gadis cantik berambut pirang sebahu dan berpakaian modis mendekati meja barista, gadis itu tampak sudah kenal lama dengan Deden. Namun, di tempat duduknya, Key tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Kafa!" Gadis itu melambai ke arah Deden.

Zeana Oliv andara, gadis yang biasa dipanggil Zea itu adalah teman kecil Deden di Amerika. Zea juga merupakan Blasteran Amerika-indonesia, Deden memang sempat tinggal di Amerika selama lima tahun bersama orang tuanya, itupun sudah lama, kira-kira waktu ia sekolah dasar hingga SMP

"Hai Zea, how are you?" jawab Deden balas melambai.

"Just fine," jawab Zea tersenyum.

"Oh iya, Ze. Nama urang bukan Kafa nama urang sekarang Deden."

Zea yang sudah lama bergaul dengan Deden itu paham apa yang ia katakan, karena Zea ketika di Amerika juga sering diajak ngobrol oleh orang tuanya bahasa indonesia ataupun sunda, walaupun begitu Zea agak kesulitan berbahasa Indonesia karena ia lebih sering di Amerika dibandingkan Indonesia.

"Wow, khamu ganti nama? Gimana kalo aku juga ganti nama? Ehm ... jadi Jubaedah ghimana?" ucap Zea yang sontak mendapat tawa dari Deden itu

"No! nama maneh udah bagus Zea gausah diganti." Deden yang masih tertawa itu, memegang perutnya geli. Zea yang melihatnya hanya tersenyum menatap Deden.

"Kapan maneh datang dari Amerika? mau kopi?"

Zea mengangguk menerima tawaran dari Deden, mereka tak menyadari jika sedari tadi ada yang memperhatikan mereka yang terlihat sangat akrab dari jauh.

"Itu pacarnya Deden? Cantik juga," batin Key.

*   *   *   *   *

Kamus Bahasa

Urang\=Saya

Maneh\=Kamu

Happy Reading gaes!

Terpopuler

Comments

🐾🐞

🐾🐞

key sepertinya mulai semburu 😆

2021-01-02

1

mutmut

mutmut

kurasa maneh mulai ada rasa cemburu key

2020-08-05

1

Bubun Kino Anjani

Bubun Kino Anjani

suka thor...
lucu...😊😊

2020-07-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!