"Al, tanggal nikah orang tua lo kapan?" Tanya Aya serius.
"10 mei 1991". Jawab Alya masih sambil ngunyah makanannya.
"Trus, lo lahir kapan?"
"Wah...parah lo, ulang tahun sahabat sendiri gak ingat. Fyi, gue lahir tanggal 21 februari taun '92 yah." Alya sedikit dongkol sama Aya yang meskipun sdh bersahabat sekian tahun tapi rupanya tidak ingat dengan hari lahirnya.
"Sahabat durhaka". Batin Alya.
Setelah berfikir beberapa saat, Aya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda faham. "Alhamdulillah, kirain lo anak dari hasil MBA. Na'udzubillah. Berarti harta warisan dari papa Adam aman. Trus klo lo nikah gak perlu pake wali hakim."
"Emang gue elo yang ayahnya .... upssss" Alya menutup mulutnya, "maaf, Ya. Gue gak maksud nyinggung lo." Wajah Alya seketika murung merasa bersalah.
Aya hanya menggeleng, memaksakan senyumnya dan melanjutkan makannya dalam diam. Tiba-tiba suasana hening.
Ayah!
Rasanya Aya sudah lupa dengan satu sosok itu. Bibir Aya selalu kelu tiap kali harus mengucap satu kata itu, "ayah".
Satu kata yang begitu Aya benci, satu sosok yang tidak ingin lagi dilihatnya sampai mati. Baginya, kata dan sosok ayah itu sudah lama mati ikut terkubur bersama jasad sang ibu.
Ada perasaan sesak yang menghantam dadanya setiap kali bayangan wajah sosok itu terlintas di fikirannya. Andai boleh meminta amnesia, sudah pasti dia akan meminta untuk dihapuskan saja semua ingatan yang bergubungan dengan orang itu. Mengingatnya hanya membuatnya sakit, terkadang moodnya hancur hanya karena lintasan fikiran tentang sosok itu yang tiba-tiba datang tanpa permisi.
"Aya, kok diam? Lo gak papa kan? Sorry, tadi gue kelepasan menyebut kata itu." Alya mulai gelisah melihat keterdiaman Aya sepanjang mereka makan. Alya merutuki kebodohannya sudah salah ngomong. Padahal dia tau betul bagaimana traumanya Aya pada sosok Ayahnya itu.
"Santai, Al. Gue gakpapa kok. Gue hanya sedang khusyu' makan." jawabnya sambil nyengir meskipun di dalam hatinya sudah bergemuruh.
*****
Sementara itu, di sebuah Perusahaan Eksportir hasil laut terbesar di Indonesia, seorang pria tampan, warna kulit khas orang Indonesia dengan tubuh proporsional tak henti-hentinya melebarkan senyum bahagianya. Bagaimana tidak, hari ini ia berhasil meyakinkan pemilik perusahaan tersebut setuju memakai rancangan desain kapal cargo/peti kemas yang dia dan timnya ajukan setelah mengikuti proses seleksi yang cukup panjang dan melelahkan.
Pihak PT. Bintang Bahari selaku Ship Owner setuju menggunakan jasa perusahaan Konsultan milik Arga untuk pembuatan gambar desain kapal peti kemas miliknya. Mulai dari pembuatan basic design, functional design, transitional design hingga work instruction drawing.
Pembuatan gambar desain kapal ini sendiri mempunyai dampak signifikan pada proses pengadaan barang, produksi dan pengiriman kapal. Jika terjadi keterlambatan, maka implikasinya dapat menyebabkan keterlambatan dalam proses pengiriman kapal, sehingga akan terjadi kerugian finansial yang tidak sedikit, baik oleh desain konsultan, galangan kapal maupun pemilik kapal.
Arga Pramudya Hutama, CEO Blue Marine and Offshore Engineering Consultant. Dia mendirikan perusahaannya sendiri sejak dia masih berstatus karyawan kontrak di sebuah Perusahaan Galangan Kapal di Korea Selatan. Dengan kecerdasan dan visi kerjanya yang luar biasa, sekarang dia mempunyai ratusan karyawan dan berhasil membawa Perusahaannya sebagai salah satu perusahaan konsultan yang cukup diperhitungkan di bidangnya.
Awalnya Arga hanya menjual hasil-hasil design interior kapal Ferry yang dirancangnya sebagai freelancer. Lama kelamaan dia mengajak beberapa orang temannya untuk bergabung dengannya. Setelah itu ia memberanikan diri membangun perusahaan konsultan miliknya. Tidak hanya pembuatan gambar desain kapal saja yang mereka kerjakan, dia dan teamnya kini juga menjajaki pembuatan gambar offshore design atau bangunan lepas pantai untuk pengeboran minyak di laut lepas.
Untuk mengapresiasi kerja keras teamwork-nya, Arga berencana mengajak mereka makan siang di salah satu restoran mewah dekat kantornya setelah semua urusan di PT. Bintang Bahari selesai.
"Terima kasih banyak atas kehormatan yang pak Bintang berikan kepada perusahaan kami. Semoga bapak puas dengan design dan perencanaan kapal yang kami buat." Arga berdiri dari tempat duduknya lalu mengulurkan tangan ke pak Bintang dan disambut hangat oleh beliau.
"Sama-sama pak Arga, senang bisa bekerjasama dengan anda." Senyum tulus mengembang dari bibirnya. Sorot mata tajam dan aura ketegasan masih sangat kuat tergambar di wajah lelahnya yang mulai menua.
Arga sedikit membungkukkan badannya sopan, lalu Arga melangkah menuju pintu, tangannya sudah menarik gagang pintu hendak keluar.
Pak Bintang yang kembali duduk di kursi kebesarannya, tak sengaja matanya menangkap nama lengkap Arga sebagai CEO di atas lembaran kertas proposal kerjasama yang baru saja mereka tanda tangani itu. Ada perasaan bergemuruh menyelimuti dadanya.
"PRAMUDYA HUTAMA" Ucapnya dengan lantang.
"Tunggu"
Mendengar nama ayahnya disebut, Arga membalikkan badannya, menatap heran ke arah sumber suara yang tidak lain adalah pak Bintang.
"Iya pak, ada apa?" Tanyanya penasaran.
"Apa kamu putra Hutama dan Andini?"
"Benar pak, bagaimana bapak tau nama orang tua saya?" Arga semakin penasaran.
Pak Bintang berdiri dari kursi kebesarannya berjalan menuju sofa dan memanggil Arga ikut duduk bersamanya.
Pak Bintang menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Dia harus berjuang menenangkan gejolak dan kemarahan jiwanya saat ini. "Bagaimana kabar ayah dan ibumu? Mereka tinggal dimana sekarang?" Tanyanya kemudian.
"Alhamdulillah, ayah dan ibu sehat. Sudah tiga tahun kami kembali tinggal di Jakarta, pak." Jawab Arga.
"Bisakah kamu mengatur pertemuan untuk saya dan kedua orang tuamu secepatnya?"
Arga nampak sedikit berfikir, "InsyaaAllah, bisa pak. Saya usahakan lusa, soalnya hari ini dan besok kami ada acara keluarga." Besok adalah hari anniversary pernikahan tantenya, tante Mita, adik dari ayahnya. Tentu itu akan menjadi hari yang sangat sibuk.
Sebenarnya Arga masih sangat penasaran, bagaimana pak Bintang Bahari mengenal kedua orang tuanya. Mengingat Arga sudah sejak dalam kandungan keluarga mereka sudah tinggal di kota Seoul, Korea Selatan.
Tentu saja Arga tetap lancar menggunakan bahasa Indonesia karena kedua orang tuanya tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama mereka di rumah. Dan saat kuliah, Arga mengambil jurusan Teknik Perkapalan di salah satu Universitas terbaik di kota Surabaya. Ia memilih kembali ke Surabaya menemani omanya yang tinggal seorang diri di rumah karena tidak mau ikut tinggal di Seoul.
Setelah 3 tahun tinggal di Surabaya, neneknya meninggal menyusul sang Opa yang sudah lebih dulu meninggal saat Arga masih berusia 15 tahun.
Setelah menyelesaikan pendidikan Sarjananya, Arga memilih kembali ke Korea. Di sana ia langsung di terima bekerja di salah satu galangan kapal yang cukup besar di Korea Selatan. Di sanalah ia memulai karirnya di dunia Marine and Offshore Engineering.
×××××
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments