Aura terhenyak heran mendapati meja kerjanya sudah tidak ada lagi di tempat biasanya. Gadis itu menoleh ke arah Fadia rekan kerjanya di L&D Foundation.
"Mbak meja kerjaku kok tidak ada ya?"
"Sudah di pindah, katanya kau sudah tidak kerja disini lagi sekarang," jawab Fadia.
"Lho, kata siapa mbak Fadia?"
"Bu Olivia yang bilang."
"Aku di pecat maksudnya?" Aura bertanya dengan suara bergetar.
Fadia menggeleng. "Kau tanya saja langsung pada bu Olivia!" Usul Fadia.
Aura mengangguk dengan perasaan gelisah dan segera menuju ruangan Bu Olivia namun belum lagi ia mengetuk pintu, Bu Olivia keluar dari dalam ruangannya.
"Lho Aura, kok kamu masih disini?" Olivia bertanya heran.
"Itu. Saya mau nanya meja saya kenapa di pindah ya Bu?" Tanya Aura lirih.
"Karna mulai hari ini kau sudah tidak bekerja disini lagi Aura,"
"Tapi kenapa Bu?"
"Kau kan sudah bekerja di Pramudya Corp mulai hari ini."
"Kata siapa Bu?" Aura nampak terkejut.
"Pak Anton yang menelfhon kemarin, katanya kau sudah di angkat menjadi Personal Asistant CEO." Jelas Olivia.
Aura langsung bungkam seketika.
"Wahh!" Fadia yang mendengar itu langsung bangkit dari duduknya dan mendekati Aura.
"Kau jadi asisten pribadinya pak Damaresh, Aura.
Aku juga mau. Kenapa bukan aku saja sih."
Fadia terlihat geregetan sendiri.
"Boleh, jika kau ingin menggantikan." sahut Aura.
"Benarkah?" Fadia terlonjak kegirangan.
"Ya." Aura mengangguk meyaqinkan. "Aku ingin tetap kerja disini," imbuhnya lagi.
"Tapi apa bisa?"
"Tidak bisa," sahut Olivia cepat. "Jika Aura yang di pilih, maka Aura yang harus kesana tidak boleh di gantikan siapapun."
Fadia langsung tertunduk kecewa, Olivia segera berlalu, namun di pintu ia berpapasan dengan seorang lelaki yang sudah sangat ia kenal.
"Pak Kaivan!"
"Permisi bu Olivia, saya di perintahkan pak Damresh untuk menjemput mbak Aura."
"Oo ya, silahkan." Olivia segera memberi isyarat pada Aura yang masih terdiam enggan pergi.
Kenapa ada orang seperti Damaresh Willyam yang memaksakan kehendaknya pada orang lain dengan sesuka hati. Pikir Aura.
Gadis itu sama sekali tak tau apa saja tugas seorang personal Asistant seorang CEO, dan ia juga tak ingin mempelajarinya karna sama sekali tak tertarik dengan posisi itu.
Tak mungkin jika tugasnya hanya duduk diam di samping Damaresh seperti yang dilakukannya dalam rapat kemarin, di mana Damaresh menariknya dengan paksa untuk ikut. Anehnya dalam rapat yang di-ikuti oleh semua petinggi Pramudya Corp itu, tak satupun dari mereka yang menatap pada Aura, apalagi mempermasalahkan keberadaannya di sana. Seakan segala apa saja yang ada di dekat Damaresh semuanya sah saja. Bahkan sekalipun itu adalah kesalahan pasti tetap benar dimata mereka. Setinggi itukah kharisma seorang Damaresh Willyam di depan semua bawahannya.
Atau jangan-jangan sudah tidak ada bedanya lagi, antara benar atau salah di dalam tubuh Pramudya Corp. Dan kini Aura akan menjadi bagian dari mereka.
Tidak. Tidak. Aura menggelengkan kepalanya kuat sampai membentur kaca mobil disampingnya, tempatnya menyandarkan kepalanya dari tadi.
Shifft.. Aura mengaduh kecil.
"Ada apa?" Kaivan bertanya dari balik kemudi tanpa menoleh.
"Tidak ada apa-apa." Sahut Aura cepat sambil mengusap kepalanya yang terbalut hijab.
Menapaki gedung Pramudya Corp, tak ada lagi tatapan aneh seperti yang didapatinya kemarin, justru mereka semua yang berpapasan mengangguk hormat disertai
senyum ramah. Awalnya, Aura mengira semua penghormatan itu hanya di tujukan pada Kaivan, orang kepercayaan Damaresh. Tapi begitu dilihatnya dengan seksama, ternyata dirinya juga mendapatkan senyuman dan keramahan yang sama.
Penting untuk dicatat, kenal dengan orang besar atau penguasa apalagi dekat dengannya, akan ikut mendapatkan penghormatannya. Kenal dan dekat dengan orang baik, akan ikut mendapatkan kebaikannya. Maka pilihlah orang berkuasa yang baik,
karna kebaikan tetap di atas segalanya. Aura berkhotbah pada dirinya sendiri.
"Selamat datang, Mbak Aura." Aura berjengit kaget mendapat sapaan seramah itu dari Clara. Ternyata semuanya memang sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Lagi-lagi karna kharisma sang CEO.
Apakah sebentar lagi, Damaresh juga akan menyambutnya dengan lebih ramah, sepertinya tidak, jangan lupa kalau Damarest terlahir tanpa senyum.
"Terima kasih, Bu Clara," sahut Aura tak kalah ramah.
Selanjutnya Clara dan Kaivan sama-sama mengiringi Aura untuk masuk kedalam ruangannya Damaresh.
"Selamat pagi, Pak." Clara dan Kaivan menyapa bersamaan ke arah Damaresh yang sedang duduk di singgasananya dan tengah memeriksa beberapa berkas.
Damaresh mengangguk tanpa perlu repot-repot melihat pada siapa yang datang.
"Aku sudah membawa Mbak Aura kemari pak, sesuai perintahmu." Kaivan melaporkan.
"Ya. Kau beritaukan padanya, di mana ruangannya."
"Baik Pak."
"Dan Clara."
"Saya Pak."
"Kau ajari Arra, apa saja tugasnya sebagai asisten pribadiku."
"Ya Pak." Clara menjawab sigap.
semua perintah itu diberikan Damarest tanpa melihat pada lawan bicaranya. Aura menatap kesal pada lelaki angkuh yang duduk tak jauh di depannya itu.
Gadis itu maju beberapa langkah lebih mendekat pada meja di depan Damarest.
"Pak Damaresh, saya belum menyutujui untuk bekerja di sini sebagai asisten Bapak." Aura menyatakan protesnya dengan berani, membuat Kaivan dan Clara saling pandang.
"Aku sudah memutuskan kau bekerja di sini, dan aku tidak perlu persetujuanmu untuk itu." Damaresh menanggapi dengan santai, dan masih tak mengalihkan tatapannya dari berkas-berkas di tangannya. Sepertinya keindahan wajah Aura yang terbalut hijab tak seindah tulisan yang tertera di atas kertas yang ia baca. Juga kecantikan wajah Clara yang selalu terawat dengan skincare mahal, juga tak lebih menarik dalam pandangan Damaresh ketimbang berkas-berkas di tangannya.
"Baik. kalau persetujuan saya tidak di perlukan, artinya saya juga tidak perlu berada disini," sahut Aura
dengan berani.
Barulah kalimat itu yang mampu membuat Damaresh mengalihkan perhatiannya. Sepasang mata pekatnya menatap Aura dengan tajam. "Kamu mau melawan keputusanku?"
"Saya punya hak untuk menerima ataupun menolak keputusan bapak tentang diri saya." sahut Aura.
Waahh sepertinya Aura belum begitu tau siapa Damaresh Willyam, dia menggali kuburannya sendiri dengan melawan lelaki itu, demikian pasti yang tersirat dalam pikiran Clara yang terlihat tegang.
Berbeda dengan Kaivan yang justru menyimpan senyum melihat keberanian gadis itu di depan Damaresh.
"Benar juga." Damaresh meletakkan berkas di tangannya. ternyata bukan keindahan wajah Aura, tapi keberaniannya yang di nilai Damaresh lebih menarik dari pada berkas yang di pegangnya dari tadi, hingga lelaki itu kini memusatkan perhatian sepenuhnya pada Aura Aneshka. "Kau tau apa akibatnya bila melawanku?"
"Pasti ... buruk." Aura menjawab lirih.
"Bagus kau tau, dan kau tidak takut rupanya." Damaresh menyeringai kecil.
"Saya hanya menyuarakan hak saya saja." Aura tetap berkata tegas meskipun perasaannya sudah tidak nyaman, ketika pandangannya dapat menangkap adanya ketidak sukaan di wajah Damaresh
Lelaki itu bangkit berjalan pelan menghampiri Aura,
tanpa melepaskan sedikitpun tatapannya dari wajah lembut Aura. Langkahnya semakin dekat dan dekat, hingga membuat Aura mundur beberapa langkah.
"Bapak mau apa?" Aura bertanya dengan sikap waspada.
"Aku ingin tau, sebatas apa keberanianmu padaku."
Damaresh menjawab dingin sambil terus menghampiri Aura yang juga terus menghindarinya dengan melangkah mundur hingga kini tubuhnya membentur dinding.
Aura terhenyak, menoleh ke kanan kekiri.
Sedangkan Damaresh terus mendekatinya hingga kini tubuh mereka saling berdekatan, bahkan Damaresh mengunci tubuh gadis itu dengan kedua tangannya yang bertumpu pada tembok di samping kanan-kiri Aura.
"Apa yang mau Bapak lakukan?" Aura menatap wajah lelaki yang sangat dekat di depannya itu dengan nafas turun naik.
"Kau tadi bicara tentang hak. Hakmu menolak dan menerima keputusanku. Aku juga mau bicara tentang hak. Hakku sebagai penguasa di Pramudya Corp.
Di sini aku berhak melakukan apapun, bahkan di ruanganku ini aku punya hak atas siapapun yang datang kesini, termasuk kau, Arra."
Damaresh kian mendekatkan wajahnya, bahkan sapuan nafasnya terasa hangat menyapu wajah Aura.
Seringai liciknya tampil sempurna di wajah tampannya ketika terlihat Aura yang mulai tertekan dan ketakutan.
Kaivan hanya mengalihkan pandang melihat itu, sedang Clara menelan salivanya berkali-kali, seakan dirinya yang berada di posisi Aura dan akan menerima ciuman dari Damaresh.
"Pak lepaskan saya." Aura berkata dengan suara tercekat.
"Tidak. Sebelum aku dapatkan apa yang aku mau."
Damaresh seakan berbisik di telinga Aura karna dekatnya jarak wajah keduanya, bahkan jika Aura bergerak sedikit saja, ujung hidung mancung Damaresh pasti mengenai wajahnya.
"Bapak mau apa?"
"Kau pasti sudah bisa menebaknya." Damaresh mengangkat satu tangannya hendak membelai wajah Aura.
"Jangan sentuh saya!" Aura coba membentak, tapi suaranya justru terdengar bergetar. Damaresh menyeringai senang. Dan kembali melanjutkan niatnya untuk menyentuh wajah mulus itu.
"Cukup! Oke, baik. Saya mau jadi asisten pribadimu, tapi lepaskan saya." ucap Aura dengan cepat.
Damaresh mundur dua langkah menatap Aura yang tengah mengatur nafasnya berkali-kali. "Kau tau, kalau aku selalu mendapatkan apa yang aku mau." dia berkata dengan pongahnya.
Aura terdiam, dia mengaku kalah. Baginya tak apa bekerja pada lelaki pemaksa itu, dari pada kesucian wajahnya ternodai, karna ia sudah menjaganya sejauh ini, dan akan di persembahkannya pada lelaki halalnya nanti.
Enak saja, seorang Damaresh ingin mengambilnya begitu saja tanpa mengucapkan ijab qabul lebih dulu.
"Kai, perintahkan orang untuk memindahkan meja kerja PA ke dalam ruangan ini," titah Damaresh berkata
pada Kaivan.
"Maksudnya, Aura bekerja dalam satu ruang dengan Bapak?" tanya Kaivan.
"Ya. Itu adalah bentuk hukuman untuknya yang sudah terlalu berani padaku."
Kaivan mengangguk dan segera keluar untuk menjalankan titah sang bos besar.
"Dan Clara, aku akan pergi ke Blanc Compani, dalam dua jam aku akan kembali. Aku harap saat itu, Arra sudah tau, apa saja tugasnya sebagai Personal Asistant ku."
"Baik Pak." Clara menjawab sambil menghela nafas.
Artinya dia hanya di kasih waktu dua jam untuk mengajari Aura sampai gadis itu faham.
Berharap saja Clara, kalau Aura adalah gadis yang cerdas, yang bisa kau ajari dengan cepat. Karna jika tidak, itu akan sangat tidak baik terhadapmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Ria
suka keren ayo thor
2021-12-09
1
Andri Sukaro
mohon ditinjau kembali ada kalimat yg harus disambungkan bukan dipisahkan.
2021-11-13
1
🌹Dina Yomaliana🌹
wahh suka banget sama khotbah nya Aura🤩🤩🤩 bisa jadi reminder diri sendiri😘😘😘😘😘
Pas lahir kayaknya Damaresh ngak nangis ya kak🤣🤣🤣🤣 sampe ngak punya senyum gitu, atau pas keluar dari perut ibunya muka Damaresh langsung dingin kek sekarang 🤣🤣🤣 absurd sekali si bos bermuka tembok ini😘
enak banget jadi bos🤣🤣 bisa ngatur sana sini tanpa banyak komat kamit, tinggal ngangguk, nunjuk terus kasih tatapan super tajam pada bawahan🤭🤭🤭🤭 dah lah, bawahan langsung tunduk sama si bos muka tembok 🤣🤣🤣🤣 terus satu lagi, enak banget ganti nama orang🤣🤣🤣 nama gadis itu Aura, Resh😌😌😌 bukan Arra🤭 atau itu panggilan kesayangan mu ya buat Aura🤣
berharap banget Damaresh bakal curi first kiss nya Arra🤣🤣🤭🤭 tapi ngak mungkin karna Arra cewek baik-baik😘😘😘 haduh pikiran mulai melalang buana nih
2021-11-01
1