"Wanita berhijab?" Kaivan mengerutkan keningnya.
Anton mengangguk. "Ya. Seperti yang kau lihat."
"Kau yaqin?" tanya Kaivan yang cukup meragukan pilihan temannya itu.
"Sesuai dengan saranmu, bro." Anton menepuk pundak Kaivan cukup keras. "Gak usah pura-pura lupa." Anton sedikit mengancam.
"Aku? kapan?" Kaivan terlihat berpikir.
"Kau bilang carilah yang lain dari biasanya." Anton menirukan ucapan Kai waktu itu.
"Iya, tapi bukan yang berhijab juga kali." Kai menoyor kepala Anton sambil berdecak.
"Lalu harus yang bagaimana coba. Semua sudah pernah kan dari yang cantik, menarik, berpengalaman, cerdas,
muda sampai yang sudah ibu beranak tiga, semuanya di depak begitu saja sama si bos, bahkan belum satu minggu mereka bekerja. Terus yang laki-laki juga dari yang beneran laki sampai yang setengah laki. Juga di tendang tak lebih dari tiga hari mereka kerja. Hanya perempuan yang memakai hijab kan yang belum pernah." Anton menjabarkan panjang lebar alasan di balik keputusannya mengirimkan Aura ke hadapan Damaresh Willyam saat ini.
Tiga hari yang lalu, CEO Pramudya Corp itu mendatangi ruang HRD meminta langsung pada Anton untuk di carikan PA untuknya. Dan ini permintaan yang kesekian. Sudah lebih dari Lima belas orang yang di bawa Anton untuk menduduki posisi tersebut, tapi dari kesemuanya diberhentikan begitu saja oleh Damaresh tanpa alasan.
Posisi Personal Asistant CEO dari dulu dipegang oleh Julian sahabat Damaresh sendiri dari sejak tinggal di luar negeri. Tapi Julian meninggal karna kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Sejak kepergian Julian sampai saat ini, Damaresh belum menemukan orang yang cocok untuk menggantikannya. Jadilah ia berkali-kali minta pada bagian HRD untuk di carikan lagi dan lagi.
Anton sendiri sudah mulai kelabakan dengan permintaan ajaib bosnya itu, hingga ia meminta saran pada Kaivan selaku orang kepercayaan Damaresh yang sekaligus sahabatnya juga untuk mendapatkan kriteria seorang Personal Asistant yang di-inginkan Damaresh.
Berbekal usul dari Kai itulah, Anton memulai pencariannya dan akhirnya menemukan satu orang kandidat yang bekerja di L&D Foundation, yayasan sosial milik Pramudya Corp sendiri.
"Benar juga." Kaivan mulai menyetujui pilihan Anton pada Aura Aneskha, wanita berhijab itu, karna selama ini belum pernah ada wanita berhijab yang bekerja di dekat Damaresh.
"Tapi kau tidak menculik gadis itu kan?"
"Tidak Kai, dia datang sendiri kemari. Ya atas suruhan Olivia sih."
"Tapi dia seperti tidak tau apa-apa dalam hal ini."
"Aku memang sengaja tidak memberitaukannya, juga terhadap Olivia, biar pak bos sendiri yang memberitaukan." Anton berkata dengan senyum.
"Wah kau cari masalah, kau tau kan kalau Damaresh itu tidak suka dengan cara seperti itu?"
"Kalau begitu, mungkin aku perlu menghindarinya selama seminggu." Anton terkekeh.
"Menghindar apa, justru aku di tugaskan kesini untuk menyeretmu kehadapannya." Kaivan memicingkan mata.
"Kau bilang saja, aku lagi keluar." Anton malah menyuruh Kai untuk bohong. Kaivan berdecak.
****
Damarest melihat jam tangannya, astaga sudah lewat dua puluh menit Kaivan pergi dan belum menampakkan batang hidungnya lagi ditempat ini.
Selama itu pula Damarest juga mendiamkan gadis berhijab yang duduk tak jauh di depannya. Gadis yang juga diam tak membuka mulutnya sama sekali.
Pengalaman pertama bagi seorang Damaresh Willyam duduk berdua dalam satu ruang dengan orang baru tanpa bahasa dalam rentan waktu yang cukup lama, biasanya ia akan sangat tidak menyukai hal itu. Untuk para bawahannya saja yang dipanggil menghadap keruangannya, segera akan diusir pergi setelah menyampaikan titahnya. Karna Damaresh tidak suka berlama-lama bersama orang lain terkecuali orang yang sudah sangat di percaya seperti Kaivan atau Julian.
"Jadi apa yang harus saya lakukan di sini pak?"
Aura akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang di tahannya sejak sembilan belas menit yang lalu, tepatnya dua menit setelah ia duduk.
Baginya tak mungkin CEO Pramudya Corp itu memintanya datang hanya untuk duduk tak jauh di depannya dan memperhatikan dirinya yang sibuk dengan laptopnya.
Lagi pula bukan hal yang baik pula duduk berdua dalam satu ruangan tertutup dengan lelaki yang terlalu tampan seperti Damresh, yah meskipun ia lelaki yang tak punya senyum, tapi pesonanya itu lho sangat tidak bagus untuk kesehatan jantung. Karna jika jantung berdetak sepuluh kali lipat lebih cepat dari biasanya itu bukan hal yang normal bukan.
Damarest menatap Aura sekejab, tentu saja ia tak setuju kalau gadis di depannya ini menjadi Personal Asistantnya, tapi sikap Aura yang cukup berani menghadapi dirinya membuat Damaresh merasa mendapat lawan bicara yang tak biasa, dan membuatnya ingin mengujinya lagi sebelum mengusirnya pergi.
"Untuk mengawasiku bekerja." Damaresh menjawab tanpa menatap lawan bicaranya.
"Saya sudah melakukannya sejak dua puluh menit yang lalu, pak." sahut Aura cepat, meski ia heran dengan jawaban itu.
"Berarti tinggal sepuluh menit lagi." Kata Damaresh lagi. Setengah jam itulah tenggat waktu yang ia berikan untuk menunggu Kai dan Anton. Lewat setengah jam, kedua orang itu harus menanggung akibatnya karna telah terlalu lama membuatnya menunggu.
Aura mendesah pelan.
Hahh apa maksudnya coba, apa dia tipe orang yang suka di perhatikan, ayolahh seorang Damaresh Willyam lho, tanpa dia minta diperhatikanpun seluruh mata dunia sudah tertuju padanya. Dengan ketampanan, kekayaan, dan kesuksesannya. Batin Aura. Tapi dia menurut saja, setidaknya hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini.
Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang wanita cantik, sangat cantik tepatnya, memakai terusan tanpa lengan sepanjang lutut yang memperlihatkan tungkainya yang indah. Wanita itu menampilkan senyum yang sangat indah terhadap Damaresh.
"Apa kau tak bisa mengetuk pintu lebih dulu?" Damaresh menyambut dingin kedatangannya.
"Maaf Pak." Clara muncul tergesa dari belakang wanita itu. "saya sudah bilang pada mbak Yeslin kalau Bapak lagi ada tamu, tapi mbak Yeslin memaksa masuk."
Damaresh mengkibaskan tangannya pada Clara menyuruh sekretarisnya itu pergi. Clara mengangguk dan segera berlalu tak lupa menatap Yeslin yang menampilkan senyum mencibir kearahnya.
"Siapa gadis ini Resh?" mengabaikan sapaan tak bersahabat dari Damaresh, Yeslin mengalihkan perhatian pada Aura yang tetap duduk tenang di kursinya.
"Kau bisa tanya sendiri padanya."
"Sudahlah tidak penting. Aku ada perlu denganmu."
Yeslin mendudukkan dirinya di bibir meja tepat di samping Damaresh yang hanya menatapnya sekilas.
"Aku tau dari Mommy Claudia kalau kau sedang mencari Personal Asistant. Mommy mengusulkan aku untuk mengisi posisi itu, ya...karna kita kan sudah lama saling kenal, jadi aku sudah cukup tau apa yang kau sukai.
Dan aku rasa gak ada salahnya aku mengikuti usulnya mommy Claudia."
Damarest mendengus pelan. Lagi-lagi Nyonya besar itu
turut campur dalam urusannya, satu hal yang sangat tidak di sukai oleh Damaresh.
Lelaki itu memang punya hubungan yang tidak terlalu baik dengan ibunya sendiri.
"Bagaimana menurutmu Aresh?, yaa dari pada aku gak punya kesibukan ku pikir gak ada salahnya bila aku membantu pekerjaanmu. Mau kerja di kantor papaku, gak boleh sama mama, jadi aku pilih kerja sama kamu saja."
Yeslin kembali melemparkan senyuman mautnya berharap Damaresh menyetujui permintaannya, karna dengan itu akan lebih banyak waktu baginya untuk dekat dengan lelaki pujaannya itu.
"Aku sudah punya PA Yang baru," sahut Damaresh.
"Ohya? siapa?" Yeslin terlihat terkejut sekaligus kecewa.
Damaresh memberi isyarat pada Aura.
"Hah dia?, Ares ayolah jangan bercanda." Yeslin tersenyum geli. Padahal tidak ada yang memberinya lelucon.
"Aku tidak suka bercanda." Damaresh menjawab datar.
"Apa? ... tapi masak gadis ini Resh?"
"Apa masalahnya?" Damaresh menatap Yeslin
Wanita itu diam, terlihat shock dengan keputusan Damaresh. Lalu apa kabarnya dengan Aura, dia malah lebih shock dari Yeslin dan sudah siap dengan bantahannya tapi Damaresh menatapnya tajam.
"Ikut aku sekarang ke ruang rapat, Arra!" Damaresh bangkit dari duduknya.
"Saya Pak?" Aura menunjuk dirinya tak percaya.
"Ya kamu. bawa berkas-berkas ini!" memberi isyarat kecil ke arah beberapa berkas di atas meja dan segera berlalu.
"Tapi saya kan bu.." Aura membungkam mulutnya begitu saja ketika Damaresh melayangkan tatapan membunuh kepadanya, seakan mengatakan jangan berani membantah.
Apa-apaan ini seenaknya saja memutuskan semuanya sendiri, dia pikir aku mau apa jadi asistennya. Sungut Aura, tapi dalam hati, hanya dalam hati saja. Karna mulutnya sudah terkunci.
"Tunggu Aresh!" Yezlin berusaha mengejar Damaresh yang sudah sampai di depan pintu.
"Jangan pergi dulu, aku belum selesai bicara."
"Apalagi, aku sudah punya asisten, jadi aku tak butuh bantuanmu."
"Its oke soal itu, tapi aku juga ada hal penting lagi selain itu." Yeslin meraih tangan Damaresh, namun lelaki itu menepisnya cepat.
"Aku ada meeting sekarang," Damaresh menatap ke arah Aura yang berdiri memegang beberapa kertas di belakang Yeslin. "Ayo cepat Arra!" titahnya dan segera keluar.
Clara yang sedang duduk manis segera berdiri melihat bos besarnya itu melangkah ke arahnya.
"Katakan pada yang lain, aku tunggu di meteng room sekarang!"
"Tapi Pak, jadwal meetingnya kan masih satu jam lagi."
"Jangan membantah!" Damaresh segera mengancam dengan tatapan mata elangnya.
"Ba..baik Pak."
"Beri tau Kai juga, untuk menyusulku."
"IYa Pak."
Damaresh segera berlalu setelah memberi isyarat pada Aura untuk terus mengikutinya. Yeslin hanya bisa menatap kesal di tengah pintu. Sedangkan Clara bagai cacing kepanasan harus menghubungi beberapa petinggi perusahaan untuk segera meeting sekarang juga. Dengan memajukan jadwal tanpa adanya pemberitaun sebelumnya. Ingin ku cakar wajah tampanmu itu bos, seenaknya saja memberi perintah. Gerutu Clara dalam hati.
"Bapak mau bawa saya kemana?" Aura bertanya setelah kini mereka hanya berdua saja didalam lift khusus CEO perusahaan.
"Memang kau tadi tidak dengar?" Damaresh balik tanya tanpa menoleh pada gadis yang berdiri di sampingnya itu.
"Ruang meeting, saya dengar. Tapi saya bukan Asisten bapak."
"Sekarang kau jadi asistenku." putus Damaresh.
"Saya tidak mau pak." jawab Aura tegas.
"Apa kau punya hak untuk menolak?" Damaresh menatap Aura tajam.
"Saya sudah bekerja di L&D Foundation."
"Sekarang kau sudah di pecat dari sana." Damaresh segera keluar karna pintu lift yang sudah terbuka.
Mau tak mau Aura pun terus mengikutinya, jangan tanya seberapa banyak sumpah serapah dalam hatinya
untuk lelaki yang melangkah tegap di depannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
𝓓𝓮𝓪
imron kusuka love pria pakistan😍
2022-06-07
2
Husna
seru,,lanjut,,
2022-06-02
1
🌹Mariana 🌹
aku mmpir di crita mu ini thor
2022-05-08
2