"Aura kamu di panggil untuk ke Pramudya Corp sekarang." Olivia segera menyampaikan maksudnya memanggil Aura bahkan sebelum gadis itu duduk dengan sempurna di hadapannya.
"Saya Bu?" setelah sempat kaget beberapa saat, Aura bertanya untuk lebih meyaqinkan apa yang di dengarnya.
"Ya kamu Aura."
"Ee ada apa ya Bu?" Aura bertanya pelan. setelah sebelumnya ia memikirkan hal apa yang telah di lakukannya selama setahun ini di L&D Foundation tempatnya bekerja, hingga mengharuskannya di panggil ke Pramudya Corp. Namun memang ia tak mendapatkan apa-apa. Jalan satu-satunya adalah bertanya lansung pada Olivia, atasannya.
Olivia menggeleng. Sejujurnya ia juga heran ketika tiba-tiba kepala bagian HRD menelfhonnya dan memintanya untuk mengirim salah satu anak buahnya ke sana. "Sebaiknya kau segera berangkat kesana sekarang, akan sangat tidak baik jika mereka terlalu lama menunggu." Olivia memberi saran sekaligus perintah.
Aura mengangguk, namun belum beralih dari tempatnya duduk. Banyak hal yang di pikirkan sekarang, diantaranya ia belum pernah ke Pramudya Corp, ia hanya pernah melihat gedung kantornya yang tinggi menjulang entah terdiri dari berapa puluh lantai.
"Ada masalah?" Olivia dapat merasakan kegelisahan anak buahnya itu.
"Tidak ada bu." Aura berusaha menutupinya dengan memberikan senyum terbaik.
"Pak Arman yang akan mengantarmu, setiba disana, temui Pak Anton kepala bagian HRD!"
"Baik bu, saya segera berangkat." Aura memantapkan dirinya untuk menghadapi apapun nanti yang akan ia dapati, setidaknya ia akan tiba di Pramudya Corp dengan selamat, tak perlu kawatir akan kesasar karna ia akan di antar oleh sopir yayasan. Hilang satu sudah kegelisahannya. Perlu di ketahui Aura bukan orang yang bisa berkendara sendiri, motor apalagi mobil, karna Aura memang tidak punya keduanya. Ia pulang pergi ke L&D Foundation dengan naik angkot, hingga ada beberapa sopir angkot yang sudah di anggapnya kakak sendiri. Menjalin persaudaraan dengan orang-orang yang baik di perantauan adalah sangat perlu menurutnya.
****
Aura menghela nafasnya lagi. Mendapatkan pandangan yang sama sekali lagi. Ini yang ketiga terhitung dari awal ia masuk dan menemui resepsionist cantik di lobi. Kedua ketika bertemu Pak Anton di ruang HRD. Dan ketiga adalah saat ini, di hadapan seorang wanita cantik nan **** yang katanya adalah sekrertaris CEO Pramudya Corp.
Apa yang salah pada dirinya, Aura tidak bermake up tebal yang memungkinkan wajahnya seperti ondel-ondel sehingga menarik perhatian orang untuk melihatnya, ia hanya memolesi wajah imutnya dengan bedak tipis dan polesan lip-balm pada bibir mungilnya yang memang sudah merah alami.
Aura juga tidak memakai pakaian **** yang menampilkan lekuk tubuhnya sehingga memungkinkan menarik pandangan terarah padanya, ia hanya memakai abaya panjang berwarna soft yang selaras dengan warna hijabnya. Ah tunggu, apa karna pakaiannya itu yang membuat semua orang melihatnya dengan tatapan aneh.
Kalau di ingat lagi, dari awal ia menjejakkan kaki di kantor megah Pramudya Corp, ia belum melihat satupun yang berpakaian sama seperti cara berpakaiannya yang tertutup begitu, rata-rata memakai busana kerja sebagaimana lazimnya dengan bawahan rok selutut atau sedikit di atasnya seperti yang dipakai wanita cantik berbulu mata lentik di depannya. Entah itu bulu mata asli atau itu bulu mata cetar badai seperti yang biasa dipakai artis Syahrini. Kalaupun ada yang memakai rok panjang semata kaki tapi tak memakai hijab.
Ahh sudahlah. Aura tak perlu membahas tatapan heran mereka itu padanya, yang lebih menjadi fokus pertanyaannya kini mengapa Pak Anton itu membawanya ke lantai dua tuju dan kini berdiri di depan clara sekretaris CEO Pramudya Corp itu.
dan di depan sana ada sebuah ruangan yang berpintu besar dan tinggi, meski tanpa melihat papan nama di atasnya, sudah dapat di tebak itu ruangan siapa.
"Apa Pak Damaresh ada?" demikian tanya Pak Anton pada Clara setelah keduanya terlibat basa-basi yang beraroma rayuan terselubung dari pak Anton yang di terima sang sekretaris dengan senyuman manja.
Mungkin hal itu sudah biasa bagi keduanya. Clara terlihat terlalu cantik lebih menggoda lagi dengan pakaiannya, mungkin suatu pemandangan yang sayang kalau di lewatkan begitu saja.
"Ada." Clara menjawab tak lupa di sertai senyuman mautnya.
"Tidak lagi ada tamu?"
Clara menggeleng. "Bersama Mas Kai di dalam." ia memberi penjelasan.
"Mas?" Terlihat Anton mengerutkan keningnya mendengar panggilan mas yang di sematkan Clara pada Kaivan, sahabat sekaligus orang kepercayaan Damaresh Wilyam.
"Ya. Pak Damaresh sedang bersama mas Kai di dalam, mas Anton." sahut Clara sambil mengkedipkan satu matanya.
"Nah itu baru adil." Anton melepas tawa renyah sesaat.
"Antarkan tamu ini menghadap pak Damaresh ya."
Anton memberi isyarat pada Aura Aneshka yang sesaat
lalu menjadi sosok tak kasat mata, yang terabaikan oleh keduanya.
"Tidak di antar sendiri?" tanya Clara dan kembali melabuhkan tatapan pada Aura dan masih berupa tatapan penuh tanya seperti semula.
"Tidak, bilang saja pada Pak Damaresh kalau aku masih ada pekerjaan yang harus segera di selesaikan," kata Anton sembari memberikan map yang di bawanya.
"Lalu?"
"Aku traktir makan siang nanti." Anton paham kalau Clara meminta imbalan atas jasanya, bukan jasa juga sih karna itu kan memang sudah tugasnya.
"Di mana?"
"Di rooftop." dan Anton segera berlalu.
"Dasar gak pernah romantis. Makan siang di rooftop, yang ada terbakar muka gue." Clara menggerutu dengan muka sewot.
"Mari mbak. Ikuti saya." meski sempat tak menganggap ada, tapi Clara berkata cukup ramah juga pada Aura.
Aura tak bisa membahasakan kemewahan ruangan CEO Pramudya Corp di mana ia menjejakkan kakinya kini. Juga tak bisa mendefinisikan ketampanan wajah Damaresh Willyam yang tengah duduk di kursi kebesarannya, kendatipun menampilkan muka datar tanpa expresi tapi tak mengurangi pesona keindahan wajahnya yang bak pahatan patung dewa yunani.
Aura hanya berkali-kali mengatur nafasnya diam-diam mencoba menrtralisir perasaan campur aduk dalam dirinya, pasalnya tatapan tajam dari sepasang mata pekat penguasa tahta tertinggi kerajaan bisnis Pramudya Corp itu seribu kali lebih membuatnya tak nyaman di banding berkali-kali tatapan aneh yang di labuhkan padanya sejak awal menapaki kantor megah ini.
Lain halnya dengan Clara yang sudah hafal dengan suguhan muka tembok bos besarnya, toh kendati demikian, itu masih menjadi pemandangan terindah bagi Clara yang masih membuatnya enggan beralih pandang hingga saat ini.
"Ini tamunya Pak." Clara memberi isyarat pada Aura yang berdiri dua langkah di sampingnya. "Saya di minta pak Anton untuk mengantarnya menemui Bapak." Clara melanjutkan ucapannya. Jangan lupa dengan senyum paling sempurna yang selalu ia suguhkan tiap kali memberi laporan atau ketika menemani atasannya itu dalam beberapa pekerjaan.
Walaupun sepanjang sejarah menjadi sekretaris Damaresh, belum sekalipun senyum sempurna yang selalu ia suguhkan itu mendapat balasan, jangankan yang serupa, senyum kecilpun tidak. Tapi Clara tak pernah jera menampilkan senyum indahnya di depan lelaki yang mungkin memang terlahir tanpa memiliki senyuman itu, bukan karna terlanjur terpesona tapi tuntutan kerja lebih tepatnya.
"Anton mana?"
"Langsung pergi Pak, katanya ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan." Clara meletakkan berkas yang dari tadi dibawanya di atas meja.
Damaresh memberi isyararat pada laki-laki tampan di sampingnya yang sepertinya seumuran dengannya itu.
Kaivan segera mengambil berkas yang di serahkan Clara yang berisi data diri Aura Aneshka itu dan mulai membacanya.
"Saya boleh pergi Pak?" tanya Clara yang merasa tugasnya sudah selesai. Setelah mendapat anggukan kecil dari Damaresh, Clara melenggang keluar ruangan.
Menyisakan Aura yang berdiri seorang diri dan belum di silahkan duduk sama sekali.
"Namanya Aura Aneshka pak, dia sudah setahun bekerja di L&D Foundation." Kaivan telah selesai membaca data gadis di depannya dan langsung melaporkannya pada Damaresh.
Damaresh mengangguk kecil, menatap Aura beberapa jenak dari atas hingga bawah dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Kamu tau, kenapa kamu di panggil kemari?" ia bertanya pada Aura.
"Tidak Pak." sahut Aura. Sebuah jawaban yang membuat Kaivan heran, karna kalau Anton yang membawanya kemari harusnya ia sudah tau apa alasannya ia di minta menemui Damaresh Willyam.
"Lalu untuk apa kamu kemari?" sarkas Damaresh
yang harusnya membuat Aura terkejut.
Jika Kaivan heran dengan ketidak tauan gadis itu, Damaresh sudah bukan heran lagi, karna dia bukan tipe orang yang suka banyak bicara menjelaskan apa yang harus di lakukan
bawahannya. Untuk hal itu sudah ada bagiannya masing-masing. Damaresh hanya bagian tinggal tunjuk saja atau mengkibaskan jika ada yang tak sesuai.
"Saya di suruh bu Olivia untuk datang ke Pramudya Corp, menemui pak Anton di bagian HRD dan pak Anton mengajak saya menemui bu Clara, dan sekretaris Bapak itu membawa saya kesini."
Lugas, tegas dan jelas, demikian jawaban yang di berikan Aura. Berbanding terbalik dengan penampilannya yang terkesan lemah lembut, di kombinasi dengan wajah yang imut terhias hijab, serta tatapan yang teduh.
"Kai, temui Anton!" Damarezh memberi perintah pada Kaivan. Menurutnya Anton harus memberikan penjelasan kenapa ia mengirim gadis ini padanya.
"Baik pak." Kaivan segera keluar
"Kamu mau berdiri saja disitu" Damaresh kembali berkata datar pada Aura.
"Karna saya belum di suruh duduk Pak." sahut Aura yang seakan tak terganggu dengan sikap tak ramah dari lelaki di depannya. Padahal bersikap ramah pada semua orang sudah menjadi motto hidupnya dan juga keluarganya.
Sebagaimana Aura, Damaresh juga seperti tak terganggu dengan sikap gadis di depannya yang sebenarnya baru di temuinya sekarang ada orang yang baru bertemu dengannya seberani itu menjawab setiap jawabannya. Jangan lupakan kalau Damaresh bukan hanya sosok yang di segani oleh setiap bawahannya juga rekan-rekan bisnisnya, tapi juga di takuti. Mereka semua menerapkan bersikap dan berbicara hati-hati bila di depannya, karna bila sedikit saja Damaresh tersinggung, ia akan langsung main tebang begitu saja.
Bos besar bebas kan.
"Duduk!" Damaresh memberi isyarat dengan dagu tumpulnya saja kearah kursi di depan Aura.
Sepertinya Aura kini harus setuju kalau Damaresh Wilyam itu memang terlahir tanpa punya senyum, dan Aura perlu menambahi, tanpa Expresi juga.
Terlahir dengan kekayaan berlimpah dan kekuasaan yang sangat luas, tapi tanpa punya senyuman dan expresi. Itulah CEO Pramudya Corp.
Aura bersorak dalam hati mendapati kalimat itu dalam otaknya, yang pasti seru bila di jadikan judul berita.
Batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Maria Lamur
sambil menunggu tuan muda erald,, langsung kesini deh
2022-11-09
0
Risna Wati
baru nemu novel ini
terloveee
2022-10-22
1
𝓓𝓮𝓪
luar biasa
2022-06-07
1