Ken, Luke dan para warga yang berhasil dihubungi Ken segera bergegas masuk. Suara teriakan barusan, sangatlah keras hingga membuat mereka semua berpikir negatif. Bahkan saat mendengarnya, Anne pun turut panik dan segera menutup kedua telinganya. Jelas, gadis itu trauma.
Ken yakin, teriakan itu bukan suara dari Rachelle. Dia juga yakin, teriakan itu bukan suara desahan seseorang atau apapun itu. Ken bersama dengan yang lain terus melangkah menuju sebuah tempat yang persis ditunjukkan oleh Anne tadi.
Ketika menemukan kamar yang dimaksud, pintu kamar terlihat sudah terbuka. Sebagai pihak dari kepolisian, Luke maju terlebih dahulu untuk memastikan. Tanpa senjata atau apapun, Luke tampak masuk begitu saja ke dalam.
Belum sempat memastikan keadaan, Rachelle sudah lebih dulu mengejutkan Luke. Wanita tersebut dengan tiba-tiba muncul dari dekat lemari sambil jatuh ke dalam pelukan Luke. Rachelle terlihat ketakutan.
“Anda baik-baik saja? Anda kah yang barusan berteriak?” tanya Luke memastikan, usai tadi sempat tertegun karena syok Rachelle langsung datang memeluknya dengan erat. “Orang itu...” jawab Rachelle terputus. Ken segera mengambil alih Rachelle dari Luke. Sementara para warga yang ikut masuk, berusaha untuk melihat keadaan Nicholas bersama dengan Luke.
Ketika mereka melihat keadaan Nicholas, mereka semua terkejut. Bagai petir menyambar di siang bolong, mereka menyaksikan Nicholas sedang telanjang bulat sambil menyakiti alat kelaminnya sendiri dengan bantuan sebuah belati. Darah mengucur kemana-mana. Meski sempat berteriak kesakitan, Nicholas tetap berusaha merusak alat kelaminnya.
“Tuan Poole! Hentikan!” teriak Luke syok. “Jangan mendekat! Aku akan membunuh gadis ini, jika kau mendekat!” seru Nicholas. Sontak, semua orang yang ada di dalam sana terlihat kaget. Mereka tidak mengerti, apa yang dimaksud Nicholas barusan. Nicholas mengatakan “gadis ini”, padahal tak ada seorang pun didekatnya.
“Nona pelatih, apakah dia menyakitimu? Sejak kapan dia begini?” tanya Luke yang pada akhirnya, bertanya pada Rachelle. “Tadi saat aku keluar dari toilet, dia sempat menyerangku dengan sebuah suntikan. Aku kaget dan berusaha menghindarinya sekuat tenaga. Aku tidak tahu, ada cairan apa di dalamnya. Yang jelas, pas suntikan terkena tubuhnya, orang itu tiba-tiba melantur. Dia melucuti semua pakaiannya dan bertindak seperti itu. Aku benar-benar takut...” terang Rachelle sembari menyembunyikan wajahnya ke pelukan Ken. Luke tampak masih tidak mengerti. Saat hendak kembali bertanya pada Rachelle, Ken tidak mengizinkannya. Karena itu, Luke mengurungkan niat dan fokus menyelamatkan Nicholas.
Luke dengan beberapa anggota polisi lainnya, terlihat membawa Nicholas ke dalam mobil polisi. Dia dibawa ke kantor untuk investigasi selanjutnya. Mobil polisi tampak melaju dengan kencang, meninggalkan TKP yang telah dihiasi garis polisi.
Anne berlari memeluk Rachelle. Dengan setengah menangis, Anne terdengar bernafas panjang. “Terima kasih, pelatih Elle. Aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan tanpa bantuanmu” bisik Anne. “Ada satu hal yang harus kau lakukan” tanggap Rachelle. “Apa itu?” tanya Anne penasaran. Rachelle tampak membisikkan beberapa keinginannya.
“Kamu baik-baik saja? Luke bilang, kamu adalah orang penting dari kasus ini. Kalau perasaanmu sudah tenang, aku akan mengantarmu ke sana” ujar Ken masih cemas. “Aku baik-baik saja. Katakan padanya, besok pagi aku akan menemuinya” tanggap Rachelle diikuti senyum khasnya. Ketika hendak berbalik menemui Philip, Rachelle dikejutkan dengan pelukan hangat dari Ken yang mendadak.
Philip yang melihatnya, segera memalingkan wajah. Wajar, dia kaget. Baru beberapa hari Rachelle di sana, dia sudah dekat dengan seseorang. “Kalau bos melihatnya, kejadian ini pasti sudah jadi olokan bulan-bulanan pada Rachelle. Untung, si kampret Steve nggak ada di sini. Kalau ada, dia juga pasti bakal mengadu pada bos. Aduh, malangnya nasib Kaptenku yang selalu gagal cari cowok!” pikirnya panjang. Belum sempat berbalik kembali ke arah Rachelle, Philip kembali dikejutkan oleh serangan dari Rachelle yang datangnya terlalu tiba-tiba. Alhasil Philip yang kaget, hampir saja tersungkur ke tanah.
“Kakak! Syukurlah, kau baik-baik saja. Sepanjang perjalanan kemari, sudah berapa kali aku membentak si cowok yang memelukmu tadi itu. Habisnya... kau nggak membalas pesanku dan pergi begitu saja. Bikin khawatir saja!” omel Philip yang akhirnya tersampaikan. Rachelle tampak menyatukan kedua telapak tangannya, kode dia sedang benar-benar menyesal. “Sorry... lain kali, aku pasti akan memberitahumu detailnya sebelum bertindak. Oke? Sorry...” sesalnya kemudian.
“Kalau kau beneran menyesal, beri aku makan! Huh!” ujar Philip dengan nada super manja. Rachelle mengangguk mengiyakan.
Esok paginya, Philip akhirnya bisa pulang dengan tenang. Dia menitipkan Rachelle yang akan menemui Luke hari ini, kepada Ken. Tadi malam, Philip cukup kesulitan akibat permintaan Ken yang memaksa untuk tidur di rumahnya. Alih-alih, tidur di rumah Rachelle. Padahal di setiap misi bersama, dia, Rachelle dan bahkan Steve tinggal di satu tempat yang sama.
Setelah say goodbye pada Philip, Ken segera menemani Rachelle pergi ke kantor polisi setempat. Di sepanjang perjalanan menuju kantor polisi menggunakan motor Ken, Rachelle mendadak penasaran dengan perbincangan antara Philip dan Ken tadi malam. Sebelum pulang Philip sempat berbisik kalau, pembahasan mereka cukup memanas.
"Tadi malam, maaf sudah merepotkanmu. Adikku... sangat cemas, jadi dia mendadak datang” sesal Rachelle dari tempat duduk belakang. Ken memboncengnya dengan kecepatan normal. “Tidak masalah. Dia anak yang baik. Adik sepupumu, bukan? Karena itu, aku menyuruhnya tidur di rumahku. Sebagai... sesama pria. Kamu pasti tahu... apalagi yang dibicarakan, selain pembicaraan antar pria dewasa?” jelas Ken sambil mengingat kejadian yang terjadi tadi malam.
Flashback sejenak
“Kau pasti... sangat menyukai kakakku, kan?” tebak Philip tepat sasaran. “Aku hanya... tidak, kok!” elak Ken. Philip menatapnya dengan tatapan tak percaya. “Ataukah... hanya tertarik? Kalau begitu, aku tidak perlu repot-repot” tanggap Philip mencoba tarik ulur, berharap Ken mengakui. Setelah mengatakan itu, Philip buru-buru berbaring ke tempat tidur.
Sedetik kemudian, Ken berbaring menjajari Philip. Sembari melipat kedua tangan ke belakang kepala, Ken menatap langit-langit kamarnya yang kosong. “Aku... tertarik padanya. Eh, tidak hanya tertarik! Aku sungguh-sungguh! Baiklah, kau benar. Aku... menyukai kakakmu” ungkapnya mengejutkan. “Walah, kau kan masih barusan ketemu dia? Masa’ begitu saja, kau sudah menyukainya dengan mudah? Memangnya, apa yang membuatmu tertarik pada kakakku yang jutek dan hobi mengomel itu?” tanya Philip yang mulai masuk ke dalam curhatan Ken.
Ken menjawab dengan sebuah gelengan kepala. “Dia memang... tidak seistimewa itu awalnya. Kuakui, dia memang cuek, pemarah dan agak kaku. Tapi... semakin dekat dengannya, semakin aku tahu bagaimana sifat asli dari kakakmu” ujarnya setelah itu. “Kupikir, perhatianmu cuman karena sebatas sesama pelatih. Nggak ya?” tanya Philip lagi. “Nggak lah! Ngapain juga aku sebegitu perhatian dan khawatir padanya, kalau nggak punya perasaan apapun? Mustahil, bagiku! Aku nih sebenarnya... tidak pandai memperlihatkan perasaanku” jawab Ken jujur.
“Dia... dalam waktu dekat ini, dia tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan seseorang. Aku mengatakannya, biar kau nggak kecewa” ujar Philip. “Aku akan melakukan apapun, agar kau percaya padaku. Aku akan melindunginya, mendukungnya dan selalu berada di sisinya. Jadi, tolong hargai perasaanku padanya. Jangan menghalangiku, please...” pinta Ken memohon.
“Auh, menyusahkan sekali orang ini...” batin Philip agak kesal. “Aku nggak berusaha untuk menghalangimu atau apapun. Perasaanmu itu adalah milikmu sendiri. Kau mau menyukai kakakku atau tidak, itu bukan urusanku untuk menghalanginya. Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Aku juga nggak ingin, orang yang seserius kau ini... tiba-tiba ditinggalkan oleh kakakku” kata Philip memperjelas. “Aku tidak akan berhenti, sebelum aku melihatnya sendiri. Aku akan terus mengembangkan perasaan ini, hingga perasaanku ini berhenti untuk tumbuh” tegas Ken. Philip terdengar menghela nafas pasrah. “Dia... pria yang terlalu naif” pikirnya.
Kembali ke Rachelle
“Kau yakin, adikku tidak mengatakan hal yang membuatmu sakit hati? Kadang, dia punya mulut yang suka blak-blakan dan tidak mengerti perasaan orang lain” tanya Rachelle memastikan. “Dia adik yang menyenangkan. Sudah kubilang, jangan sungkan padaku. Kalau kau butuh bantuan, aku siap membantumu!” tanggap Ken menegaskan. Rachelle tersenyum senang. Dia memiliki orang baik lainnya, selagi tidak berada di kantor. “Makasih” ucapnya kemudian. “Aku ngebut nih! Pegangan!” perintah Ken. Ups! Untuk yang ini, mungkin Rachelle... tidak akan mematuhinya.
Jarak antara rumah Rachelle dan kantor kepolisian setempat, memang lumayan jauh. Setelah menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit, akhirnya Rachelle sampai. Saat masuk ke dalam kantor, Luke telah menyapa mereka berdua. Ken tampak menjabat tangan Luke, sebelum mengizinkan Rachelle masuk ke ruang interogasi.
“Nama anda?” tanya Luke dengan ekspresi santai. Ini masih permulaan baginya. “Rachelle Young” jawab Rachelle jujur. “Anda tidak memiliki alamat di desa ini, rupanya. Sudah berapa lama anda tinggal di rumah yang saat ini anda tempati?” tanya Luke lagi. “Masih baru. Seminggu? Tapi... Saya cukup sering sih berkunjung kemari. Saya memiliki seorang paman yang tinggal di desa ini” jelas Rachelle. Luke tampak mengangguk paham. Dia menulis beberapa kata di notesnya, entah itu apa. Karena, Rachelle nggak kelihatan.
“Paman anda, siapa?” tanya Luke beralih ke paman Rachelle. “Ron Young” jawab Rachelle singkat. Menyebut nama si paman yang saat ini kabur entah kemana itu, Rachelle berasa agak malas. Oh, iya. Semenjak Rachelle menjadi pelatih di klub bela diri itu, Paman Ron sudah tidak kelihatan batang hidungnya lagi. Rachelle tidak tahu dimana keberadaanya, serta nggak mau tahu dimana dia. Mereka memang tidak memiliki hubungan paman-keponakan yang baik sekali.
Mendengar nama Ron Young, wajah Luke memancarkan ekspresi berbeda. “Jadi, bisa anda ceritakan saat itu? Tepatnya, bagaimana anda berada di rumah Nicholas Poole dan disekap di dalam kamarnya” tanya Luke dengan pertanyaan mulai menjurus. “Kalau dibilang disekap, bukan begitu jalan ceritanya. Sebenarnya, saya hanya bertamu ke rumah Anne. Sebelumnya, saya mengantar Anne terlebih dahulu ke rumahnya. Dia bilang, dia pulang sendirian. Karena saya pelatih baru dan satu-satunya pelatih wanita di sana, akhirnya saya berat hati melepasnya sendirian. Saya mengantarnya pulang. Sayangnya, boneka miliknya tertinggal di dalam tas saya. Tadi dia memang sempat menitipkannya pada saya. Saat mengembalikan ke rumahnya, waktu itu hujan lebat. Pakaian saya basah dan saya memohon izin untuk pergi ke kamar mandi. Dan disitulah kejadian itu dimulai” jelas Rachelle panjang lebar.
Luke mencatat beberapa poin kronologi yang diceritakan Rachelle. “Nicholas Poole bilang, anda yang berinisiatif untuk masuk ke toilet pribadi miliknya” lanjut Luke ke pertanyaan selanjutnya. “Saya diantar Anne ke toilet tamu. Anne bilang, tempatnya di belakang. Tapi tiba-tiba pak Poole menuntun saya ke toilet pribadinya dan mengatakan kalau, toilet tamu sedang rusak” jawab Rachelle seadanya. Luke mengangguk mengerti.
Ketika Rachelle hendak keluar dari ruangan tersebut, Luke mendadak menanyakan hal lain. “Apakah Nicholas Poole adalah target buruan anda?” ucap Luke, sukses membuat Rachelle kaget. Akan tetapi, dia segera mengendalikan ekspresinya. “Target? Buruan? Maksud anda, saya sengaja menggoda pak Poole? Wah, sungguh... Bahkan, tipe pria saya sebelas-dua belas seperti anda. Kenapa saya harus menggoda seorang pria punya anak seperti dia? Wah...” jawab Rachelle sembari mengibas-ngibaskan tangan, mengipas wajahnya yang mulai memerah. Luke terdengar berdehem, sebagai sebuah respon.
“Aku serius!” seru Luke usai terdiam sejenak. “Anda sedang berbicara dengan korban atau berbicara dengan Rachelle Young, keponakan Ron Young?” tegas Rachelle. “Rachelle Young, keponakan paman Ron” jawab Luke. “Oke, baiklah. Image keluarga kami yang berada di desa ini, mungkin sangat kentara bagi kalian para polisi. Pamanku, memang seorang mantan agent. Akan tetapi, semua tidak berjalan seperti pemikiranmu. Bicaramu juga terdengar aneh. Jadi, kutegaskan. Aku berada di sini untuk membantu pamanku” terang Rachelle agak detail.
Luke mendadak kaget, saat Rachelle mengatakan bahwa dirinya sedang “membantu” pamannya. Luke menatap Rachelle dengan tatapan penuh kecurigaan. “Bekerja sebagai pelatih klub!” tekan Rachelle menyatakan maksudnya. "Kalau begitu, aku mohon maaf. Masih baru awal berada di sini saja, kau sudah mendapatkan kejadian yang tidak mengenakkan. Kami akan memperketat pengawasan, agar kejadian seperti ini tak terulang kembali” sesal Luke tulus, mewakili kantornya. Rachelle mengangguk pelan. “Sudah boleh pulang nih?” tanyanya kemudian. Luke tampak tersenyum tipis.
Melihat Rachelle keluar dari ruangan khusus, Ken bergegas menghampirinya. “Dia baik-baik saja! Lagipula, dia adalah korban. Kami nggak akan menyiksanya, cuman untuk mencari kebenaran! Wajahmu tuh... kayak nggak percaya saja!” omel Luke agak kesal. Wajar saja, kalau memperhatikan kelakuan Ken yang langsung menghampiri Rachelle begitu keluar... memang agak aneh. Dia seperti sedang hendak menyelamatkan Rachelle dari ancaman bahaya yang bakal dikeluarkan Luke.
“Aku cuman menghampirinya!” seru Ken menampik kecurigaan Luke. "Hari ini, cukup sampai di sini saja. Kalau ada hal lain yang kami butuhkan, aku akan menghubungimu” kata Luke sesaat kemudian. Ken mengangguk mengerti. Sebelum meninggalkan kantor polisi, Rachelle tampak memberi hormat pada Luke. Dan Luke pun, segera membalasnya. Setelah itu, Ken dan Rachelle terlihat meninggalkan kantor polisi menaiki motor Ken.
Mendapatkan dua hari yang sibuk, Rachelle menyempatkan diri untuk bersantai usai menyelesaikan tugasnya. Dia memilih taman belakang klub bela diri, sebagai pelipur stresnya. Sembari ditemani secangkir kopi, Rachelle menikmati udara malam yang belakangan ini terasa lebih menyejukkan. Yah, ketimbang saat masih berada di kota tentunya.
“Mini mission, complete!” sorak seorang pria paruh baya. Ketika Rachelle menengok dengan enggan, paman Ron sudah muncul di belakangnya. Rachelle kembali menyeruput kopinya sambil menikmati udara segar lain.
“Sudah kuduga, kau akan menyelesaikan sesuatu. Kau tidak mungkin, akan berdiam diri seperti siput terkurung dalam rumahnya” lanjut paman Ron.
“Mini mission, katamu? Menyelesaikan masalah si cabul Poole itu, tidak sebanding dengan apa yang kau berikan padaku di sini. Mini mission di kantorku, pasti sudah bisa kubelikan mobil baru!” protes Rachelle, meski masih dengan menikmati secangkir kopinya.
Paman Ron terdengar menghela nafas panjang. Adik dari ayah Rachelle tersebut, tampak berdiri menjajari keponakannya.
“Waktu kurunganmu berada di sini, dikurangi satu bulan! Yeay, selamat!” serunya mendadak heboh. Rachelle meliriknya dengan sinis. "Jangan sok baik. Katakan saja, apa yang harus kukerjakan selanjutnya!” gerutu Rachelle marah.
Paman Rachelle tampak menghela nafas panjang lagi, setelah sempat bersorak-sorak dengan riangnya. "Tidak ada” tanggap paman Ron kemudian. “Apa maksudmu, tidak ada?! Telingaku masih mendengarnya dengan jelas, kau berteriak histeris seperti orang gila beberapa menit yang lalu. Mini mission, complete! Yeay, kau dibebaskan satu bulan! Apaan?!” seru Rachelle makin marah. Paman Ron hanya terdiam dan mendengar segala celotehan Rachelle dengan seksama.
“Jujur, memang tidak ada. Semuanya... mengalir seperti air, Elle. Cepat atau lambat, masalah selalu datang. Kepada siapa saja dan di mana saja. Begitupun yang dilakukan paman Raph di sini. Begitupun juga denganku” ungkap paman Ron. “Oh, maksudmu... mini mission akan datang tepat berada di depanmu? Setelah yang lain terselesaikan? Karena itulah, kau menyuruhku datang kemari dengan kedok melatih anak-anak menggantikan paman Raph? Sepertinya, selama ini kau tiba-tiba meninggalkanku menyelesaikan semuanya, karena kau sedang ingin berlibur kan? Katakan saja di awal, tolong bantu selesaikan masalahku, Elle sayang!” tanggap Rachelle. “Kau keberatan? Ya, tolong bantu aku!” rengek paman Ron. Rachelle hanya membalasnya dengan helaan nafas bernada jengkel.
“Bagaimana dengan anak itu?” tanya Rachelle mengalihkan topik. “Anne?” jawab paman Ron balik bertanya. Dia cuman kaget, karena Rachelle mencemaskan Anne dengan gayanya yang sok sibuk minum kopi. “Dia tinggal di panti asuhan yayasanku sekarang. Dia memang anak yang pendiam, tapi aku yakin dia pasti bisa beradaptasi di sana. Untuk sementara, dia masih diberikan konseling untuk traumanya. Yah, meski dia juga berulang kali menanyakan dirimu” jelas paman Ron. Rachelle berpaling menatap ke arah lain, namun dalam hati dia merasa agak lega. Anne mungkin akan segera baik-baik saja.
“Tapi! Dia bilang, dia tetap akan berlatih bela diri di sini lagi! Hebat, kan dia?” kata paman Ron membagi kabar baik lainnya. Rachelle mengangguk pelan sembari bergegas meneguk habis kopi malamnya. Keduanya, mulai larut dalam udara malam yang menyegarkan.
Hendak mengubah topik, paman Ron justru kaget dan mengurungkan pertanyaan. Tepat setelah salah satu muridnya datang dan tiba-tiba menyapa. “Pelatih Young! Maaf, beberapa hari ini aku sedang...” ucap murid laki-laki paman Ron tersebut. Seorang remaja. Dia terdengar menghentikan kalimatnya, usai menyadari adanya Rachelle di sana.
“Oh, pelatih Elle! Maaf, saya tidak sempat memberi anda salam, ketika anda datang. Aku, Zach Weiss, kelas dua SMA dan kapten klub bela diri Youth. Senang bertemu dengan anda! Mohon kerja samanya, pelatih!!” sapa Zach, si murid laki-laki dengan nada semangat tinggi. Tak lupa, dia juga tampak membungkukkan kepala sebagai tanda hormat. Rachelle menatapnya sejenak dan kembali menatap ke arah lain. Gayanya yang khas.
Usai mengobservasi secara kilat tampilan serta ekspresi Zach Weiss, Rachelle terlihat menatap ke arah sang paman. Paman Ron pun, seakan membuat sebuah kode-kode tertentu. Terutama saat Rachelle menyatakan, “So, inikah mini mission yang harus ku selesaikan selanjutnya?”.
Dan pertanyaan itu pun, langsung disambut anggukan penuh dari sang paman. Artinya, akan ada tantangan lain yang telah menunggu Rachelle. Kali ini, Zach Weiss yang akan menjadi tokoh utama dari tantang tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Fina Tanjung
KK isi kepala mu apa? ko bisa bikin cerita keren kayak gini sih....
2022-03-01
1
idawati
lanjut
2021-11-06
1