Chapter 5: Misi Kecil

Ken, Luke dan para warga yang berhasil dihubungi Ken segera bergegas masuk. Suara teriakan barusan, sangatlah keras hingga membuat mereka semua berpikir negatif. Bahkan saat mendengarnya, Anne pun turut panik dan segera menutup kedua telinganya. Jelas, gadis itu trauma.

Ken yakin, teriakan itu bukan suara dari Rachelle. Dia juga yakin, teriakan itu bukan suara desahan seseorang atau apapun itu. Ken bersama dengan yang lain terus melangkah menuju sebuah tempat yang persis ditunjukkan oleh Anne tadi.

Ketika menemukan kamar yang dimaksud, pintu kamar terlihat sudah terbuka. Sebagai pihak dari kepolisian, Luke maju terlebih dahulu untuk memastikan. Tanpa senjata atau apapun, Luke tampak masuk begitu saja ke dalam.

Belum sempat memastikan keadaan, Rachelle sudah lebih dulu mengejutkan Luke. Wanita tersebut dengan tiba-tiba muncul dari dekat lemari sambil jatuh ke dalam pelukan Luke. Rachelle terlihat ketakutan.

“Anda baik-baik saja? Anda kah yang barusan berteriak?” tanya Luke memastikan, usai tadi sempat tertegun karena syok Rachelle langsung datang memeluknya dengan erat. “Orang itu...” jawab Rachelle terputus. Ken segera mengambil alih Rachelle dari Luke. Sementara para warga yang ikut masuk, berusaha untuk melihat keadaan Nicholas bersama dengan Luke.

Ketika mereka melihat keadaan Nicholas, mereka semua terkejut. Bagai petir menyambar di siang bolong, mereka menyaksikan Nicholas sedang telanjang bulat sambil menyakiti alat kelaminnya sendiri dengan bantuan sebuah belati. Darah mengucur kemana-mana. Meski sempat berteriak kesakitan, Nicholas tetap berusaha merusak alat kelaminnya.

“Tuan Poole! Hentikan!” teriak Luke syok. “Jangan mendekat! Aku akan membunuh gadis ini, jika kau mendekat!” seru Nicholas. Sontak, semua orang yang ada di dalam sana terlihat kaget. Mereka tidak mengerti, apa yang dimaksud Nicholas barusan. Nicholas mengatakan “gadis ini”, padahal tak ada seorang pun didekatnya.

“Nona pelatih, apakah dia menyakitimu? Sejak kapan dia begini?” tanya Luke yang pada akhirnya, bertanya pada Rachelle. “Tadi saat aku keluar dari toilet, dia sempat menyerangku dengan sebuah suntikan. Aku kaget dan berusaha menghindarinya sekuat tenaga. Aku tidak tahu, ada cairan apa di dalamnya. Yang jelas, pas suntikan terkena tubuhnya, orang itu tiba-tiba melantur. Dia melucuti semua pakaiannya dan bertindak seperti itu. Aku benar-benar takut...” terang Rachelle sembari menyembunyikan wajahnya ke pelukan Ken. Luke tampak masih tidak mengerti. Saat hendak kembali bertanya pada Rachelle, Ken tidak mengizinkannya. Karena itu, Luke mengurungkan niat dan fokus menyelamatkan Nicholas.

Luke dengan beberapa anggota polisi lainnya, terlihat membawa Nicholas ke dalam mobil polisi. Dia dibawa ke kantor untuk investigasi selanjutnya. Mobil polisi tampak melaju dengan kencang, meninggalkan TKP yang telah dihiasi garis polisi.

Anne berlari memeluk Rachelle. Dengan setengah menangis, Anne terdengar bernafas panjang. “Terima kasih, pelatih Elle. Aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan tanpa bantuanmu” bisik Anne. “Ada satu hal yang harus kau lakukan” tanggap Rachelle. “Apa itu?” tanya Anne penasaran. Rachelle tampak membisikkan beberapa keinginannya.

“Kamu baik-baik saja? Luke bilang, kamu adalah orang penting dari kasus ini. Kalau perasaanmu sudah tenang, aku akan mengantarmu ke sana” ujar Ken masih cemas. “Aku baik-baik saja. Katakan padanya, besok pagi aku akan menemuinya” tanggap Rachelle diikuti senyum khasnya. Ketika hendak berbalik menemui Philip, Rachelle dikejutkan dengan pelukan hangat dari Ken yang mendadak.

Philip yang melihatnya, segera memalingkan wajah. Wajar, dia kaget. Baru beberapa hari Rachelle di sana, dia sudah dekat dengan seseorang. “Kalau bos melihatnya, kejadian ini pasti sudah jadi olokan bulan-bulanan pada Rachelle. Untung, si kampret Steve nggak ada di sini. Kalau ada, dia juga pasti bakal mengadu pada bos. Aduh, malangnya nasib Kaptenku yang selalu gagal cari cowok!” pikirnya panjang. Belum sempat berbalik kembali ke arah Rachelle, Philip kembali dikejutkan oleh serangan dari Rachelle yang datangnya terlalu tiba-tiba. Alhasil Philip yang kaget, hampir saja tersungkur ke tanah.

“Kakak! Syukurlah, kau baik-baik saja. Sepanjang perjalanan kemari, sudah berapa kali aku membentak si cowok yang memelukmu tadi itu. Habisnya... kau nggak membalas pesanku dan pergi begitu saja. Bikin khawatir saja!” omel Philip yang akhirnya tersampaikan. Rachelle tampak menyatukan kedua telapak tangannya, kode dia sedang benar-benar menyesal. “Sorry... lain kali, aku pasti akan memberitahumu detailnya sebelum bertindak. Oke? Sorry...” sesalnya kemudian.

“Kalau kau beneran menyesal, beri aku makan! Huh!” ujar Philip dengan nada super manja. Rachelle mengangguk mengiyakan.

Esok paginya, Philip akhirnya bisa pulang dengan tenang. Dia menitipkan Rachelle yang akan menemui Luke hari ini, kepada Ken. Tadi malam, Philip cukup kesulitan akibat permintaan Ken yang memaksa untuk tidur di rumahnya. Alih-alih, tidur di rumah Rachelle. Padahal di setiap misi bersama, dia, Rachelle dan bahkan Steve tinggal di satu tempat yang sama.

Setelah say goodbye pada Philip, Ken segera menemani Rachelle pergi ke kantor polisi setempat. Di sepanjang perjalanan menuju kantor polisi menggunakan motor Ken, Rachelle mendadak penasaran dengan perbincangan antara Philip dan Ken tadi malam. Sebelum pulang Philip sempat berbisik kalau, pembahasan mereka cukup memanas.

"Tadi malam, maaf sudah merepotkanmu. Adikku... sangat cemas, jadi dia mendadak datang” sesal Rachelle dari tempat duduk belakang. Ken memboncengnya dengan kecepatan normal. “Tidak masalah. Dia anak yang baik. Adik sepupumu, bukan? Karena itu, aku menyuruhnya tidur di rumahku. Sebagai... sesama pria. Kamu pasti tahu... apalagi yang dibicarakan, selain pembicaraan antar pria dewasa?” jelas Ken sambil mengingat kejadian yang terjadi tadi malam.

Flashback sejenak

“Kau pasti... sangat menyukai kakakku, kan?” tebak Philip tepat sasaran. “Aku hanya... tidak, kok!” elak Ken. Philip menatapnya dengan tatapan tak percaya. “Ataukah... hanya tertarik? Kalau begitu, aku tidak perlu repot-repot” tanggap Philip mencoba tarik ulur, berharap Ken mengakui. Setelah mengatakan itu, Philip buru-buru berbaring ke tempat tidur.

Sedetik kemudian, Ken berbaring menjajari Philip. Sembari melipat kedua tangan ke belakang kepala, Ken menatap langit-langit kamarnya yang kosong. “Aku... tertarik padanya. Eh, tidak hanya tertarik! Aku sungguh-sungguh! Baiklah, kau benar. Aku... menyukai kakakmu” ungkapnya mengejutkan. “Walah, kau kan masih barusan ketemu dia? Masa’ begitu saja, kau sudah menyukainya dengan mudah? Memangnya, apa yang membuatmu tertarik pada kakakku yang jutek dan hobi mengomel itu?” tanya Philip yang mulai masuk ke dalam curhatan Ken.

Ken menjawab dengan sebuah gelengan kepala. “Dia memang... tidak seistimewa itu awalnya. Kuakui, dia memang cuek, pemarah dan agak kaku. Tapi... semakin dekat dengannya, semakin aku tahu bagaimana sifat asli dari kakakmu” ujarnya setelah itu. “Kupikir, perhatianmu cuman karena sebatas sesama pelatih. Nggak ya?” tanya Philip lagi. “Nggak lah! Ngapain juga aku sebegitu perhatian dan khawatir padanya, kalau nggak punya perasaan apapun? Mustahil, bagiku! Aku nih sebenarnya... tidak pandai memperlihatkan perasaanku” jawab Ken jujur.

“Dia... dalam waktu dekat ini, dia tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan seseorang. Aku mengatakannya, biar kau nggak kecewa” ujar Philip. “Aku akan melakukan apapun, agar kau percaya padaku. Aku akan melindunginya, mendukungnya dan selalu berada di sisinya. Jadi, tolong hargai perasaanku padanya. Jangan menghalangiku, please...” pinta Ken memohon.

“Auh, menyusahkan sekali orang ini...” batin Philip agak kesal. “Aku nggak berusaha untuk menghalangimu atau apapun. Perasaanmu itu adalah milikmu sendiri. Kau mau menyukai kakakku atau tidak, itu bukan urusanku untuk menghalanginya. Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Aku juga nggak ingin, orang yang seserius kau ini... tiba-tiba ditinggalkan oleh kakakku” kata Philip memperjelas. “Aku tidak akan berhenti, sebelum aku melihatnya sendiri. Aku akan terus mengembangkan perasaan ini, hingga perasaanku ini berhenti untuk tumbuh” tegas Ken. Philip terdengar menghela nafas pasrah. “Dia... pria yang terlalu naif” pikirnya.

Kembali ke Rachelle

“Kau yakin, adikku tidak mengatakan hal yang membuatmu sakit hati? Kadang, dia punya mulut yang suka blak-blakan dan tidak mengerti perasaan orang lain” tanya Rachelle memastikan. “Dia adik yang menyenangkan. Sudah kubilang, jangan sungkan padaku. Kalau kau butuh bantuan, aku siap membantumu!” tanggap Ken menegaskan. Rachelle tersenyum senang. Dia memiliki orang baik lainnya, selagi tidak berada di kantor. “Makasih” ucapnya kemudian. “Aku ngebut nih! Pegangan!” perintah Ken. Ups! Untuk yang ini, mungkin Rachelle... tidak akan mematuhinya.

Jarak antara rumah Rachelle dan kantor kepolisian setempat, memang lumayan jauh. Setelah menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit, akhirnya Rachelle sampai. Saat masuk ke dalam kantor, Luke telah menyapa mereka berdua. Ken tampak menjabat tangan Luke, sebelum mengizinkan Rachelle masuk ke ruang interogasi.

“Nama anda?” tanya Luke dengan ekspresi santai. Ini masih permulaan baginya. “Rachelle Young” jawab Rachelle jujur. “Anda tidak memiliki alamat di desa ini, rupanya. Sudah berapa lama anda tinggal di rumah yang saat ini anda tempati?” tanya Luke lagi. “Masih baru. Seminggu? Tapi... Saya cukup sering sih berkunjung kemari. Saya memiliki seorang paman yang tinggal di desa ini” jelas Rachelle. Luke tampak mengangguk paham. Dia menulis beberapa kata di notesnya, entah itu apa. Karena, Rachelle nggak kelihatan.

“Paman anda, siapa?” tanya Luke beralih ke paman Rachelle. “Ron Young” jawab Rachelle singkat. Menyebut nama si paman yang saat ini kabur entah kemana itu, Rachelle berasa agak malas. Oh, iya. Semenjak Rachelle menjadi pelatih di klub bela diri itu, Paman Ron sudah tidak kelihatan batang hidungnya lagi. Rachelle tidak tahu dimana keberadaanya, serta nggak mau tahu dimana dia. Mereka memang tidak memiliki hubungan paman-keponakan yang baik sekali.

Mendengar nama Ron Young, wajah Luke memancarkan ekspresi berbeda. “Jadi, bisa anda ceritakan saat itu? Tepatnya, bagaimana anda berada di rumah Nicholas Poole dan disekap di dalam kamarnya” tanya Luke dengan pertanyaan mulai menjurus. “Kalau dibilang disekap, bukan begitu jalan ceritanya. Sebenarnya, saya hanya bertamu ke rumah Anne. Sebelumnya, saya mengantar Anne terlebih dahulu ke rumahnya. Dia bilang, dia pulang sendirian. Karena saya pelatih baru dan satu-satunya pelatih wanita di sana, akhirnya saya berat hati melepasnya sendirian. Saya mengantarnya pulang. Sayangnya, boneka miliknya tertinggal di dalam tas saya. Tadi dia memang sempat menitipkannya pada saya. Saat mengembalikan ke rumahnya, waktu itu hujan lebat. Pakaian saya basah dan saya memohon izin untuk pergi ke kamar mandi. Dan disitulah kejadian itu dimulai” jelas Rachelle panjang lebar.

Luke mencatat beberapa poin kronologi yang diceritakan Rachelle. “Nicholas Poole bilang, anda yang berinisiatif untuk masuk ke toilet pribadi miliknya” lanjut Luke ke pertanyaan selanjutnya. “Saya diantar Anne ke toilet tamu. Anne bilang, tempatnya di belakang. Tapi tiba-tiba pak Poole menuntun saya ke toilet pribadinya dan mengatakan kalau, toilet tamu sedang rusak” jawab Rachelle seadanya. Luke mengangguk mengerti.

Ketika Rachelle hendak keluar dari ruangan tersebut, Luke mendadak menanyakan hal lain. “Apakah Nicholas Poole adalah target buruan anda?” ucap Luke, sukses membuat Rachelle kaget. Akan tetapi, dia segera mengendalikan ekspresinya. “Target? Buruan? Maksud anda, saya sengaja menggoda pak Poole? Wah, sungguh... Bahkan, tipe pria saya sebelas-dua belas seperti anda. Kenapa saya harus menggoda seorang pria punya anak seperti dia? Wah...” jawab Rachelle sembari mengibas-ngibaskan tangan, mengipas wajahnya yang mulai memerah. Luke terdengar berdehem, sebagai sebuah respon.

“Aku serius!” seru Luke usai terdiam sejenak. “Anda sedang berbicara dengan korban atau berbicara dengan Rachelle Young, keponakan Ron Young?” tegas Rachelle. “Rachelle Young, keponakan paman Ron” jawab Luke. “Oke, baiklah. Image keluarga kami yang berada di desa ini, mungkin sangat kentara bagi kalian para polisi. Pamanku, memang seorang mantan agent. Akan tetapi, semua tidak berjalan seperti pemikiranmu. Bicaramu juga terdengar aneh. Jadi, kutegaskan. Aku berada di sini untuk membantu pamanku” terang Rachelle agak detail.

Luke mendadak kaget, saat Rachelle mengatakan bahwa dirinya sedang “membantu” pamannya. Luke menatap Rachelle dengan tatapan penuh kecurigaan. “Bekerja sebagai pelatih klub!” tekan Rachelle menyatakan maksudnya. "Kalau begitu, aku mohon maaf. Masih baru awal berada di sini saja, kau sudah mendapatkan kejadian yang tidak mengenakkan. Kami akan memperketat pengawasan, agar kejadian seperti ini tak terulang kembali” sesal Luke tulus, mewakili kantornya. Rachelle mengangguk pelan. “Sudah boleh pulang nih?” tanyanya kemudian. Luke tampak tersenyum tipis.

Melihat Rachelle keluar dari ruangan khusus, Ken bergegas menghampirinya. “Dia baik-baik saja! Lagipula, dia adalah korban. Kami nggak akan menyiksanya, cuman untuk mencari kebenaran! Wajahmu tuh... kayak nggak percaya saja!” omel Luke agak kesal. Wajar saja, kalau memperhatikan kelakuan Ken yang langsung menghampiri Rachelle begitu keluar... memang agak aneh. Dia seperti sedang hendak menyelamatkan Rachelle dari ancaman bahaya yang bakal dikeluarkan Luke.

“Aku cuman menghampirinya!” seru Ken menampik kecurigaan Luke. "Hari ini, cukup sampai di sini saja. Kalau ada hal lain yang kami butuhkan, aku akan menghubungimu” kata Luke sesaat kemudian. Ken mengangguk mengerti. Sebelum meninggalkan kantor polisi, Rachelle tampak memberi hormat pada Luke. Dan Luke pun, segera membalasnya. Setelah itu, Ken dan Rachelle terlihat meninggalkan kantor polisi menaiki motor Ken.

Mendapatkan dua hari yang sibuk, Rachelle menyempatkan diri untuk bersantai usai menyelesaikan tugasnya. Dia memilih taman belakang klub bela diri, sebagai pelipur stresnya. Sembari ditemani secangkir kopi, Rachelle menikmati udara malam yang belakangan ini terasa lebih menyejukkan. Yah, ketimbang saat masih berada di kota tentunya.

“Mini mission, complete!” sorak seorang pria paruh baya. Ketika Rachelle menengok dengan enggan, paman Ron sudah muncul di belakangnya. Rachelle kembali menyeruput kopinya sambil menikmati udara segar lain.

“Sudah kuduga, kau akan menyelesaikan sesuatu. Kau tidak mungkin, akan berdiam diri seperti siput terkurung dalam rumahnya” lanjut paman Ron.

“Mini mission, katamu? Menyelesaikan masalah si cabul Poole itu, tidak sebanding dengan apa yang kau berikan padaku di sini. Mini mission di kantorku, pasti sudah bisa kubelikan mobil baru!” protes Rachelle, meski masih dengan menikmati secangkir kopinya.

Paman Ron terdengar menghela nafas panjang. Adik dari ayah Rachelle tersebut, tampak berdiri menjajari keponakannya.

“Waktu kurunganmu berada di sini, dikurangi satu bulan! Yeay, selamat!” serunya mendadak heboh. Rachelle meliriknya dengan sinis. "Jangan sok baik. Katakan saja, apa yang harus kukerjakan selanjutnya!” gerutu Rachelle marah.

Paman Rachelle tampak menghela nafas panjang lagi, setelah sempat bersorak-sorak dengan riangnya. "Tidak ada” tanggap paman Ron kemudian. “Apa maksudmu, tidak ada?! Telingaku masih mendengarnya dengan jelas, kau berteriak histeris seperti orang gila beberapa menit yang lalu. Mini mission, complete! Yeay, kau dibebaskan satu bulan! Apaan?!” seru Rachelle makin marah. Paman Ron hanya terdiam dan mendengar segala celotehan Rachelle dengan seksama.

“Jujur, memang tidak ada. Semuanya... mengalir seperti air, Elle. Cepat atau lambat, masalah selalu datang. Kepada siapa saja dan di mana saja. Begitupun yang dilakukan paman Raph di sini. Begitupun juga denganku” ungkap paman Ron. “Oh, maksudmu... mini mission akan datang tepat berada di depanmu? Setelah yang lain terselesaikan? Karena itulah, kau menyuruhku datang kemari dengan kedok melatih anak-anak menggantikan paman Raph? Sepertinya, selama ini kau tiba-tiba meninggalkanku menyelesaikan semuanya, karena kau sedang ingin berlibur kan? Katakan saja di awal, tolong bantu selesaikan masalahku, Elle sayang!” tanggap Rachelle. “Kau keberatan? Ya, tolong bantu aku!” rengek paman Ron. Rachelle hanya membalasnya dengan helaan nafas bernada jengkel.

“Bagaimana dengan anak itu?” tanya Rachelle mengalihkan topik. “Anne?” jawab paman Ron balik bertanya. Dia cuman kaget, karena Rachelle mencemaskan Anne dengan gayanya yang sok sibuk minum kopi. “Dia tinggal di panti asuhan yayasanku sekarang. Dia memang anak yang pendiam, tapi aku yakin dia pasti bisa beradaptasi di sana. Untuk sementara, dia masih diberikan konseling untuk traumanya. Yah, meski dia juga berulang kali menanyakan dirimu” jelas paman Ron. Rachelle berpaling menatap ke arah lain, namun dalam hati dia merasa agak lega. Anne mungkin akan segera baik-baik saja.

“Tapi! Dia bilang, dia tetap akan berlatih bela diri di sini lagi! Hebat, kan dia?” kata paman Ron membagi kabar baik lainnya. Rachelle mengangguk pelan sembari bergegas meneguk habis kopi malamnya. Keduanya, mulai larut dalam udara malam yang menyegarkan.

Hendak mengubah topik, paman Ron justru kaget dan mengurungkan pertanyaan. Tepat setelah salah satu muridnya datang dan tiba-tiba menyapa. “Pelatih Young! Maaf, beberapa hari ini aku sedang...” ucap murid laki-laki paman Ron tersebut. Seorang remaja. Dia terdengar menghentikan kalimatnya, usai menyadari adanya Rachelle di sana.

“Oh, pelatih Elle! Maaf, saya tidak sempat memberi anda salam, ketika anda datang. Aku, Zach Weiss, kelas dua SMA dan kapten klub bela diri Youth. Senang bertemu dengan anda! Mohon kerja samanya, pelatih!!” sapa Zach, si murid laki-laki dengan nada semangat tinggi. Tak lupa, dia juga tampak membungkukkan kepala sebagai tanda hormat. Rachelle menatapnya sejenak dan kembali menatap ke arah lain. Gayanya yang khas.

Usai mengobservasi secara kilat tampilan serta ekspresi Zach Weiss, Rachelle terlihat menatap ke arah sang paman. Paman Ron pun, seakan membuat sebuah kode-kode tertentu. Terutama saat Rachelle menyatakan, “So, inikah mini mission yang harus ku selesaikan selanjutnya?”.

Dan pertanyaan itu pun, langsung disambut anggukan penuh dari sang paman. Artinya, akan ada tantangan lain yang telah menunggu Rachelle. Kali ini, Zach Weiss yang akan menjadi tokoh utama dari tantang tersebut.

Terpopuler

Comments

Fina Tanjung

Fina Tanjung

KK isi kepala mu apa? ko bisa bikin cerita keren kayak gini sih....

2022-03-01

1

idawati

idawati

lanjut

2021-11-06

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1: Dunia Baru
2 Chapter 2: Beradaptasi
3 Chapter 3: Anne dan Rahasianya
4 Chapter 4: Maniak
5 Chapter 5: Misi Kecil
6 Chapter 6: Tipe Priaku?
7 Chapter 7: Si Anak Tunggal
8 Chapter 8: Menghilang
9 Chapter 9: Rencana Rachelle
10 Chapter 10: Kesempatan Luke
11 Chapter 11: Kebenaran yang Salah
12 Chapter 12: Dokter di Klinik Kecil
13 Chapter 13: Rival
14 Chapter 14: Aura Seorang Pembunuh
15 Chapter 15: Langkah Rachelle
16 Chapter 16: Misi untuk Meyakinkan
17 Chapter 17: Perasaan Paman Ron
18 Chapter 18: Perasaan yang Nyata
19 Chapter 19: Teman Lama
20 Chapter 20: Orphen
21 Chapter 21: Memancing Si Pemimpin
22 Chapter 22: Sahabat Luke
23 Chapter 23: Dua Sisi dalam Ken
24 Chapter 24: Masalah Ray
25 Chapter 25: Menyelesaikan Geng Sampah
26 Chapter 26: Satu Serangan
27 Chapter 27: Drama Perebutan Orphen
28 Chapter 28: Dal Slater dan Rancangan Serangannya
29 Chapter 29: Mereka adalah Keluarga. Tapi...
30 Chapter 30: Pria dalam Ring Pertarungan Bawah Tanah
31 Chapter 31: Nyali Si Anak Jagoan, Ray
32 Chapter 32: Hugo Si Penggoda
33 Chapter 33: Kekacauan yang Sengaja Dibuat
34 Chapter 34: Pria yang Berbeda
35 Chapter 35: Menyerang dalam Bayangan
36 Chapter 36: Kemungkinan Dari Sebuah Hubungan
37 Chapter 37: Catatan Raphael Young
38 Chapter 38: Nona Young dan Tuan Robert
39 Chapter 39: Tato Mawar
40 Chapter 40: Kebaikan yang Dimanfaatkan
41 Chapter 41: Perasaan yang Mengganggu
42 Chapter 42: Suara dari Masa Lalu
43 Chapter 43: Sebuah Keraguan
44 Chapter 44: Aku Bukan Lagi Keponakanmu
45 Chapter 45: Situasi Sulit
46 Chapter 46: Kunci dari Sebuah Aset
47 Chapter 47: Dua Liontin
48 Chapter 48: Kisah Romantis yang Tertunda
49 Chapter 49: Kejutan Bukan Main
50 Chapter 50: Syarat dari Kai
51 Chapter 51: Lengah
52 Chapter 52: Sebuah Umpan dari Ron Young
53 Chapter 53: Daya Tarik Magnet
54 Chapter 54: Intuisi dari Si Pembual
55 Chapter 55: Tuan Muda Robert
56 Chapter 56: Kejujuran yang Terdalam
57 Chapter 57: Sisi Lain Sahabatku
58 Chapter 58: Sebuah Persoalan yang Mudah
59 Chapter 59: Percaya Padaku
60 Chapter 60: Percakapan Serius di Tengah Hujan
61 Chapter 61: Arti Sebuah Keluarga
62 Chapter 62: Perjanjian Ayah Rachelle
63 Chapter 63: Bukan Anak Ayah
64 Chapter 64: Kualifikasi Circle of Diable
65 Chapter 65: Berdiri Sendiri
66 Chapter 66: Wajah yang Penuh Kepedihan
67 Chapter 67: Menjadi Orang Normal
68 Chapter 68: Pengkhianatan Besar
69 Chapter 69: Perdebatan yang Menyebalkan
70 Chapter 70: Menjadi Umpan
71 Chapter 71: Kejutan yang Menegangkan
72 Chapter 72: Mereka, Selangkah Lebih Cepat
73 Chapter 73: Reuni
74 Chapter 74: Reuni_ Hal yang Sering Kuanggap Tak Adil
75 Chapter 75: Reuni_ Pertemuan yang Berakhir Kacau
76 Chapter 76: Kejutan yang Membuat Hilang Akal
77 Chapter 77: Dua Wanita Tangguh
78 Chapter 78: Sekelumit Harapan Kyra
79 Chapter 79: Tetaplah di Sampingku
80 Chapter 80: Cinta Lokasi
81 Chapter 81: Apa Kabar?
82 Chapter 82: Tempat yang Seharusnya
83 Chapter 83: Pengangguran
84 Chapter 84: Wajah yang Berbeda
85 Chapter 85: Tato Baru
86 Chapter 86: Petunjuk Darinya
87 Chapter 87: Permohonan untuk Tuhan
88 Chapter 88: Warisan
89 Chapter 89: Tolong, Berhenti Ikut Campur
90 Chapter 90: Melemahkan Diri
91 Chapter 91: Keluarga Gray
92 Chapter 92: Fabien dan Eleanor
93 Chapter 93: Target yang Sebenarnya
94 Chapter 94: Kita adalah Kita
95 Chapter 95: Pertemuan Pertama Mereka
96 Chapter 96: Kenangan Buruk
97 Chapter 97: Circle X Lironvein
98 Chapter 98: Foto Lama
99 Chapter 99: Misi untuk Mengalihkan
100 Chapter 100: Circle dan Tiga Wanita Penting
101 Chapter 101: Kapten Gavin
102 Chapter 102: Perubahan Sistem
103 Chapter 103: Rencana Rachelle Part 2
104 Chapter 104: Sosok yang Tak Terduga
105 Chapter 105: Nasib Circle
106 Chapter 106: Akhir Dari Sebastian
107 Chapter 107: Penghalang Baru
108 Chapter 108: Sebelum Maut Menjemput
109 Chapter 109: Dua Pilihan
110 Chapter 110: Hari Eksekusi
111 Chapter 111: Epilog
112 Chapter 112: Next
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Chapter 1: Dunia Baru
2
Chapter 2: Beradaptasi
3
Chapter 3: Anne dan Rahasianya
4
Chapter 4: Maniak
5
Chapter 5: Misi Kecil
6
Chapter 6: Tipe Priaku?
7
Chapter 7: Si Anak Tunggal
8
Chapter 8: Menghilang
9
Chapter 9: Rencana Rachelle
10
Chapter 10: Kesempatan Luke
11
Chapter 11: Kebenaran yang Salah
12
Chapter 12: Dokter di Klinik Kecil
13
Chapter 13: Rival
14
Chapter 14: Aura Seorang Pembunuh
15
Chapter 15: Langkah Rachelle
16
Chapter 16: Misi untuk Meyakinkan
17
Chapter 17: Perasaan Paman Ron
18
Chapter 18: Perasaan yang Nyata
19
Chapter 19: Teman Lama
20
Chapter 20: Orphen
21
Chapter 21: Memancing Si Pemimpin
22
Chapter 22: Sahabat Luke
23
Chapter 23: Dua Sisi dalam Ken
24
Chapter 24: Masalah Ray
25
Chapter 25: Menyelesaikan Geng Sampah
26
Chapter 26: Satu Serangan
27
Chapter 27: Drama Perebutan Orphen
28
Chapter 28: Dal Slater dan Rancangan Serangannya
29
Chapter 29: Mereka adalah Keluarga. Tapi...
30
Chapter 30: Pria dalam Ring Pertarungan Bawah Tanah
31
Chapter 31: Nyali Si Anak Jagoan, Ray
32
Chapter 32: Hugo Si Penggoda
33
Chapter 33: Kekacauan yang Sengaja Dibuat
34
Chapter 34: Pria yang Berbeda
35
Chapter 35: Menyerang dalam Bayangan
36
Chapter 36: Kemungkinan Dari Sebuah Hubungan
37
Chapter 37: Catatan Raphael Young
38
Chapter 38: Nona Young dan Tuan Robert
39
Chapter 39: Tato Mawar
40
Chapter 40: Kebaikan yang Dimanfaatkan
41
Chapter 41: Perasaan yang Mengganggu
42
Chapter 42: Suara dari Masa Lalu
43
Chapter 43: Sebuah Keraguan
44
Chapter 44: Aku Bukan Lagi Keponakanmu
45
Chapter 45: Situasi Sulit
46
Chapter 46: Kunci dari Sebuah Aset
47
Chapter 47: Dua Liontin
48
Chapter 48: Kisah Romantis yang Tertunda
49
Chapter 49: Kejutan Bukan Main
50
Chapter 50: Syarat dari Kai
51
Chapter 51: Lengah
52
Chapter 52: Sebuah Umpan dari Ron Young
53
Chapter 53: Daya Tarik Magnet
54
Chapter 54: Intuisi dari Si Pembual
55
Chapter 55: Tuan Muda Robert
56
Chapter 56: Kejujuran yang Terdalam
57
Chapter 57: Sisi Lain Sahabatku
58
Chapter 58: Sebuah Persoalan yang Mudah
59
Chapter 59: Percaya Padaku
60
Chapter 60: Percakapan Serius di Tengah Hujan
61
Chapter 61: Arti Sebuah Keluarga
62
Chapter 62: Perjanjian Ayah Rachelle
63
Chapter 63: Bukan Anak Ayah
64
Chapter 64: Kualifikasi Circle of Diable
65
Chapter 65: Berdiri Sendiri
66
Chapter 66: Wajah yang Penuh Kepedihan
67
Chapter 67: Menjadi Orang Normal
68
Chapter 68: Pengkhianatan Besar
69
Chapter 69: Perdebatan yang Menyebalkan
70
Chapter 70: Menjadi Umpan
71
Chapter 71: Kejutan yang Menegangkan
72
Chapter 72: Mereka, Selangkah Lebih Cepat
73
Chapter 73: Reuni
74
Chapter 74: Reuni_ Hal yang Sering Kuanggap Tak Adil
75
Chapter 75: Reuni_ Pertemuan yang Berakhir Kacau
76
Chapter 76: Kejutan yang Membuat Hilang Akal
77
Chapter 77: Dua Wanita Tangguh
78
Chapter 78: Sekelumit Harapan Kyra
79
Chapter 79: Tetaplah di Sampingku
80
Chapter 80: Cinta Lokasi
81
Chapter 81: Apa Kabar?
82
Chapter 82: Tempat yang Seharusnya
83
Chapter 83: Pengangguran
84
Chapter 84: Wajah yang Berbeda
85
Chapter 85: Tato Baru
86
Chapter 86: Petunjuk Darinya
87
Chapter 87: Permohonan untuk Tuhan
88
Chapter 88: Warisan
89
Chapter 89: Tolong, Berhenti Ikut Campur
90
Chapter 90: Melemahkan Diri
91
Chapter 91: Keluarga Gray
92
Chapter 92: Fabien dan Eleanor
93
Chapter 93: Target yang Sebenarnya
94
Chapter 94: Kita adalah Kita
95
Chapter 95: Pertemuan Pertama Mereka
96
Chapter 96: Kenangan Buruk
97
Chapter 97: Circle X Lironvein
98
Chapter 98: Foto Lama
99
Chapter 99: Misi untuk Mengalihkan
100
Chapter 100: Circle dan Tiga Wanita Penting
101
Chapter 101: Kapten Gavin
102
Chapter 102: Perubahan Sistem
103
Chapter 103: Rencana Rachelle Part 2
104
Chapter 104: Sosok yang Tak Terduga
105
Chapter 105: Nasib Circle
106
Chapter 106: Akhir Dari Sebastian
107
Chapter 107: Penghalang Baru
108
Chapter 108: Sebelum Maut Menjemput
109
Chapter 109: Dua Pilihan
110
Chapter 110: Hari Eksekusi
111
Chapter 111: Epilog
112
Chapter 112: Next

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!