Chapter 2: Beradaptasi

“Kamu pasti kaget. Anak-anak... memang agak sedikit tertutup. Apalagi, dengan orang yang asing bagi mereka. Dulu, pelatih Raph juga mengalami hal yang sama saat datang. Tapi lambat laun, dia bisa bersahabat dengan mereka. Aku yakin, kamu juga pasti bisa sepertinya” kata Ken menenangkan. Rachelle membalasnya dengan senyum ceria yang palsu. “Begitu kah?" tanyanya agak tak yakin. Ken mengangguk penuh dengan semangat.

Hari itu, Rachelle memang tak langsung melatih para muridnya. Dia hanya duduk dan mengamati pelatih lain yang sedang mengajar. Sebenarnya, tidak banyak pelatih di sana.

Namun jika paman Rachelle, Raph tidak ada mungkin, pelatih lain akan kerepotan juga.

Murid-murid di sana berjumlah 20 orang. Pelatihnya ada tiga orang, termasuk Raph. Jadi, masing-masing pelatih membawa sekitar enam atau tujuh anak. Di masing-masing pelatih tersebut telah dibagi, dimana di kelompok pelatih yang lebih muda, mendapatkan murid yang muda juga.

Ken misalkan. Dia terlihat sedang melatih enam anak-anak. Menurut pengamatan Rachelle, semuanya mungkin berumur kisaran tujuh sampai sepuluh tahun. Sisanya, dua pelatih agak senior melatih para murid remaja.

Kalau dijabarkan begitu, kemungkinan besar Rachelle akan mengajar... anak-anak? Kemungkinan sih. Akan tetapi, jika dia menggantikan Raph artinya Rachelle akan melatih para murid remaja. Yaps, murid yang melihatnya dengan tatapan malas dan menyebalkan tadi saat perkenalan. Entah, apakah Rachelle mampu atau tidak bila memang benar dia akan melatih remaja-remaja itu.

“Elle, hari ini cukup sampai disini saja. Kamu bisa pulang lebih dulu dan datang besok sore pukul empat. Sementara, kamu akan melatih kelompok anak-anak. Jadi, Ken bisa melatih di kelompok remaja” terang paman Rachelle. Dia Ron Young, kebetulan dia merupakan pemilik dari klub bela diri yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidup Rachelle beberapa bulan ini. Ceritanya, paman Ron ini melarikan diri dari rumah kakek Rachelle

Paman Ron tidak mau meneruskan bisnis sang ayah. Katanya sih, dia ingin hidup sesuai dengan kemauannya. So, karena itulah dia terdampar di sebuah desa kecil ini.

Dan kemudian, dia membangun sebuah panti asuhan yang juga menjadi, tempat para anak-anak panti tersebut berlatih bela diri. Setahun kemudian, karena sering membawa kemenangan akhirnya, paman Ron mencari lahan yang lebih besar dan membuka bisnis klub bela diri. Klubnya lumayan diakui juga sih. Tapi meski begitu, tampaknya dia juga masih tidak bisa lepas dari keluarganya. Walaupun kabur dari rumah.

“Bukankah kau adalah kepala klub? Tentu, sebelum mendapatkan murid sebanyak ini, kau harus mendapat pengakuan. Itu artinya, kau sudah diakui. Terus, kenapa kau yang lebih senior harus meminta bantuan dariku? Aku junior sekali lho, paman. Bahkan, aku sudah lupa caranya nendang orang” ungkap Rachelle bohong. Dia berusaha menipu paman Ron, agar terbebas dari misi tak masuk akal ini. Akan tetapi, paman Ron hanya menanggapinya dengan senyum santai.

Sembari menepuk-nepuk bahu Rachelle, dia mengatakan sesuatu yang membuat keponakannya itu terkejut bukan main. “Raph bilang, kau adalah penggantinya yang paling sempurna. Kau pikir, ngapain langsung menghubungimu, kalau aku saja bisa menghandle yang ini?” ucap paman Ron blak-blakan. Rachelle terdengar menghela nafas. “Ah, jadi begitu ya?” balasnya seakan menerima takdir.

Sedetik kemudian, Rachelle mendadak bangkit dari tempat duduknya. Setelah beberapa jam duduk dan merasa tidak berguna. Rachelle melangkah keluar dari tempat klub. Dia menuju ke arah halaman tempat klub yang luas, bahkan luasnya hampir sama dengan halaman sekolah.

Rachelle mendongak ke atas langit, menarik nafas panjang-panjang sambil menempatkan tangan di pinggangnya. “Raphael busuk!!! Paman sialan!!” pekik Rachelle keras. “Paman b*engsek!!!!!!!!” tambahnya dengan kata yang harusnya, tak keluar dari mulutnya saat itu.

Paman Ron yang mendengar umpatan Rachelle dari dalam, segera buru-buru berlari keluar. Dia kaget, syok dan panik. Tentu, perkataan itu tak pantas di dengar oleh para muridnya. Apalagi, ada beberapa murid yang masih di bawah umur.

“Hei!! Kau!” seru paman Ron yang sekonyong-konyong muncul di belakang Rachelle. Menyadari hal itu, Rachelle kaget dan segera mengaktifkan mode siaga. Dia takut, pamannya akan memukul dengan sapu lidi, seperti beberapa tahun yang lalu.

“Apa yang kau lakukan? Jangan membuatku takut!” amuk Rachelle. “Kau!! Berhenti mengatakan hal kotor atau aku akan menyumpal mulutmu pakai sepatu. Teriak-teriak begitu, kau mau menghancurkan bisnisku?! Dasar, keponakan sialan!” balas paman Ron tak kalah kasar. Rachelle menatapnya dengan tatapan tak habis pikir.

"Barusan... bukankah kau juga mengatakan hal kasar? Oh, astaga... muridmu pada lihat tuh. Bisa-bisanya...” tanggap Rachelle sembari menunjuk ke arah pintu tempat klub. Saat paman Ron menoleh, tempat itu sudah penuh dengan para murid yang ingin melihat hal mengejutkan yang terjadi di luar. Mereka sempat kaget, usai mendengar suara paman Ron berteriak dan hampir saja mengumpat Rachelle.

Tidak ingin masalah makin panjang, paman Ron segera menenangkan dan menyuruh mereka masuk kembali. Sebelum ikut kembali ke dalam tempat klub, paman Ron sempat mengancam Rachelle dengan kepalan tangannya. Sayangnya bukan Rachelle keponakannya, kalau tidak balik membalas.

Tentu, Rachelle malah menantangnya dengan wajah menyebalkan. Begitulah hingga akhirnya paman Ron memilih untuk meninggalkan Rachelle. Walau begitu, Rachelle makin menatapnya dengan tatapan ingin bertengkar.

“Elle, kamu masih di sini rupanya? Syukurlah, kamu masih di sini. Tadi pamanmu bilang, kamu masih tidak mengenal jalan di sini. Dia menyuruhku untuk mengantarmu sampai rumah” ujar Ken yang tiba-tiba saja muncul, entah dari mana. Rachelle hanya menatapnya sejenak dan membalasnya dengan anggukan. “Jadi... lewat sana” ucap Ken sembari menunjuk sebuah jalan menuju tempat yang akan ditinggali Rachelle.

Bukan rumah yang mewah sih. Rachelle harus tinggal di sebuah rumah sederhana yang tempatnya, tak jauh dari rumah paman Ron. Rumah itu bercat biru segar dan salah satu tipe rumah minimalis.

“Ini kuncinya. Kalau kamu butuh sesuatu, hubungi saja aku. Rumahku... tepat berada di samping rumahmu” pesan Ken sambil memberikan sebuah kunci pada Rachelle. “Terima kasih banyak. Maaf, sudah merepotkanmu” balas Rachelle sembari memberi hormat. “Bukan apa-apa. Jadi... selamat istirahat. Semoga tidurmu nyenyak dan... sampai ketemu besok” pamit Ken diikuti senyum khasnya. Rachelle tampak mengangguk dengan sopan.

Usai melihat Ken hilang dari balik pintu rumahnya, Rachelle segera masuk ke dalam rumah yang sudah disiapkan untuk dirinya. Rumah yang ditinggali Rachelle, bisa dibilang milik paman Ron juga. Awalnya, rumah itu adalah panti asuhan sebelum dipindahkan ke tempat lain.

Melihat keadaan dalam rumah, Rachelle bisa bernafas lega. Rumah itu cukup nyaman untuknya. Rumahnya, bisa dibilang bagus untuk menenangkan pikiran setelah nanti Rachelle mulai melatih anak-anak itu.

Rachelle tampak membuang nafas keras sembari menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Saat melamun sejenak, dia teringat akan sesuatu. Rachelle buru-buru melangkah ke sebuah ruangan dalam rumah tersebut.

“Oh? Apa... benarkah? Wah...” keluh Rachelle lagi-lagi. Perasaan kesalnya makin menumpuk ketika melihat keadaan kamar mandi yang kosong. Hanya ada kran air, bak mandi dan WC. Tidak ada mesin cuci ataupun setrika listrik. So, Rachelle harus... mencuci dan menjemur pakaiannya sendiri. Dengan tangannya. Ya. Dengan kedua tangannya.

Rachelle kembali menghela nafas besar. “Wah, sialan!!!!” teriaknya keras. Dia kembali menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. “Bodoh amat! Tidur saja lah!” dengus Rachelle makin naik darah.

Hari ini adalah hari yang cukup panjang bagi Rachelle. Dia cukup lama tidak tidur pulas, selama misi berlangsung. Dan malam ini merupakan hari balas dendamnya pada tidur. Dia bertekad, akan tidur sampai dia benar-benar ingin bangun. Tak butuh waktu lama, Rachelle pun akhirnya tertidur dengan pulasnya.

Esoknya...

“Paman Ron, sialan!!!!!!!!” umpat Rachelle keras. Ini sudah yang kesekian kalinya Rachelle mendadak rewel. Sebenarnya sih, bukan masalah besar. Rachelle cuman masih nggak bisa menggunakan kompor gas. Dia juga nggak bisa mandi dengan air hangat, seperti biasa. Dan dia... cuman dibekali kulkas kosong. Begitulah.

Pas Rachelle keluar dari rumah karena malas marah-marah lagi, Ken kebetulan sudah menunggunya di depan pagar rumah. Saat membuka pagar, Ken telah memberinya senyum pagi yang menghangatkan.

“Pagi, Elle. Tidurmu nyenyak?” sapa Ken. Rachelle mendadak melunak, kalau berada di depan pria macam Ken yang lembut dan ramah begitu. “Hm, sedikit” jawab Rachelle asal. “Kudengar, kamu sempat berteriak tadi. Ada masalah?” tanya Ken khawatir.

Rachelle mendadak merasa malu, usai Ken rupanya mendengar teriakannya di pagi buta. Bahkan, tidak hanya berteriak saja. Mengumpat juga. Rachelle benar-benar sudah kehabisan topeng mukanya.

“Kau dengar... ya?” tanggap Rachelle tak enak. Ken tersenyum khas. “Kulkasnya... pasti kosong, kan? Nggak ada air hangat otomatis? Atau... mesin cucinya menghilang?” tebak Ken yang semuanya tepat sasaran. Rachelle cuman melongo saat mendengarnya. Tiba-tiba saja, Ken menanting tangan Rachelle dan mengajaknya ke suatu tempat.

“Aku tahu, ke mana kau harus menjawab semua keluh kesahmu” ucap Ken kala menyadari Rachelle masih bengong. “Benarkah? Memangnya, kemana? Dan kenapa kau... bisa tahu semua yang kualami tadi malam sampai pagi ini? Kau menguping, ya?” tuduh Rachelle curiga. “Eih, tentu saja tidak” tepis Ken.

Rachelle berhenti melangkahkan kakinya. Dia mulai curiga dengan pria yang terus memberinya perhatian itu. Namun lagi-lagi, Ken hanya tersenyum khas seperti biasa. “Aku juga mengalaminya kok. Bukan kamu saja yang pindah dari kota besar ke desa kecil begini” jawabnya santai. “Ah, begitu rupanya” tanggap Rachelle mulai tenang. Dia kembali melangkah lagi, mengikuti langkah Ken yang tak jauh di depannya.

“Dulu, aku juga sering mengeluhkan hal yang sama pas aku sampai di sini. Kurasa, hidup dari kota kemudian pindah ke desa itu, rasanya benar-benar nggak mudah. Semua kemewahan di kota, serasa nggak masuk akal di sini. Wajar saja, kalau penduduk desa bilang, anak kota manja sekali. Kurasa, bukan manja sih. Lebih tepatnya, kita sedang menyamakan keadaan dengan zaman. Benar, kan?” cerita Ken panjang. Rachelle mengangguk setuju. “Kalau dibalik nih, pasti mereka yang di desa bakal betah di kota. Kalau kembali ke sini pun, mereka juga bakal punya respon sama, kayak kita. Nah, kalau sudah begitu... pas kamu ketemu sama beberapa orang yang meledekmu aneh-aneh, acuhkan saja ya? Anggap saja, mereka cuman ingin berkenalan” pesan Ken. Tak lupa, dia kembali tersenyum ke arah Rachelle.

Rachelle segera memalingkan wajahnya dari wajah Ken. Dia merasa, Ken terlalu baik padanya dan takut akan ada kesalahpahaman yang nanti terjadi pada pikirannya. Singkatnya, Rachelle takut jatuh hati. Dia tidak mau, terus berada di desa ini demi orang yang dia cintai.

No!

“Wuah!” seru Rachelle takjub, setelah melihat sebuah bangunan berlantai dua yang terlihat mewah di pusat desa yang ditinggalinya. Rachelle segera berlari ke arah bangunan tersebut. “Kau bilang ini, solusi dari masalahku?” tanya Rachelle ke arah Ken yang ada di belakangnya. “Aku salah?” jawab Ken balik bertanya. Rachelle menggeleng dengan anggun. “Ini bukan solusi, tapi surga!!” teriaknya girang.

Jadi, bangunan itu semacam... toserba? Ya, toserba. Di sana, semua hal yang Rachelle keluhkan bisa segera dia dapatkan. Dan benar saja, tak tanggung-tanggung dong. Rachelle langsung membeli semua kebutuhan secepat kilat. Rachelle meminta semua barang yang dibelinya tersebut, diantarkan sampai rumah. Dia bahkan membayarnya dengan... TUNAI.

Melihat kegilaan Rachelle, Ken tak habis pikir. Beberapa menit duduk di bangku depan toserba, Ken cuman menyia-nyiakannya dengan melamun dan masih tak percaya. Saat ini dia juga masih menunggu Rachelle yang belum juga keluar dari toserba, setelah pamit karena kelupaan membeli sesuatu.

“Mau ini? Vanilla atau coklat?” tawar Rachelle sembari memberikan sebuah es krim cone secara mendadak. “Vanilla” jawab Ken cepat. “Oke, coklat untukmu” ujar Rachelle dan benar-benar memberikan es krim coklat.

“Vanilla?” protes Ken mengingatkan. “Kupikir, itu kebalikannya. Sudah kugigit nih” tanggap Rachelle sok polos. “Wah...” keluh Ken sedikit kesal. Padahal, dia sangat suka es krim Vanilla dan karena itulah dia memilihnya.

Sukses besar menggoda Ken hingga terlihat kesal, Rachelle malah tertawa terbahak-bahak. “Ternyata, kau sungguhan nggak bisa dibercandain ya? Serius amat sih. Lagian mau punyaku atau punyamu, semua sama-sama Vanilla kok!” ungkap Rachelle. Lagi-lagi Ken dibuat melongo dengan tingkah Rachelle.

“Kau... Wah... pantas saja Pak Ron selalu kesal padamu. Ternyata begini toh, rupanya. Wah... kau...” ujar Ken tak ada habis-habisnya mengeluh. Rachelle tetap tertawa, tanpa merasa bersalah pada Ken yang masih saja sempat mengamati dengan teliti, es krim yang didapatkannya. Ya, Ken masih memastikan es krim yang didapatkannya benar Vanilla atau malah coklat.

Hal sesepele itu. Please, Ken...

Setelah menikmati es krim, mereka bergegas menuju tempat latihan. Karena sebentar lagi, pelatihan akan segera dimulai. Akan tetapi, sepanjang perjalanan Rachelle merasa ada seseorang yang mengikutinya. Tak hanya mengikuti, Rachelle malah merasa diamati lekat-lekat oleh seseorang.

Awalnya, Rachelle sama sekali tak menghiraukannya. Namun lambat laun, semakin dekat dengan tempat latihan, semakin pula sosok itu mulai terang-terangan mendekat. Ketika Rachelle menoleh, seorang wanita telah menatapnya dengan tatapan tajam. Tajamnya seakan, melebihi pisau yang sudah terasah.

“Oh, Miya? Kau membawa sesuatu?" sapa Ken yang ternyata, mengenal sosok yang sedari tadi mengamati Rachelle. “Jadi ini, pelatih baru yang menggantikan pelatih Raph?” ujar wanita yang dipanggil dengan nama Miya tersebut. “Ah, ya. Nama saya Elle. Senang bertemu dengan anda” sapa Rachelle otomatis.

Bukannya balik menyapa, Miya justru tetap menatapnya dengan ketus. “Kalau mau melatih, melatih saja! Jangan tebar pesona sama para pelatih di sini. Apalagi yang lebih muda” pesan Miya yang lebih tepatnya terdengar seperti, ancaman? Entah, kenapa tiba-tiba wanita ini mulai mengatakan hal aneh.

“Maaf, maksud anda?” tanya Rachelle makin tak mengerti. Mendadak, Miya mendekat ke arah telinga Rachelle. Dia tampak mengatakan sesuatu. “Jangan cari perhatian atau aku... akan menghancurkanmu” bisiknya kemudian. Refleks, Rachelle langsung menatap ke arah Miya yang masih berada di dekatnya.

“Aku tidak main-main, nona Rachelle Young. Jangan sentuh dia” ancam Miya penuh penekanan. Sepertinya, tak hanya kebiasaan baru menyapa Rachelle. Musuh baru pun rupanya telah tiba, bak hujan deras di siang bolong.

Terpopuler

Comments

idawati

idawati

semangat

2021-11-06

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1: Dunia Baru
2 Chapter 2: Beradaptasi
3 Chapter 3: Anne dan Rahasianya
4 Chapter 4: Maniak
5 Chapter 5: Misi Kecil
6 Chapter 6: Tipe Priaku?
7 Chapter 7: Si Anak Tunggal
8 Chapter 8: Menghilang
9 Chapter 9: Rencana Rachelle
10 Chapter 10: Kesempatan Luke
11 Chapter 11: Kebenaran yang Salah
12 Chapter 12: Dokter di Klinik Kecil
13 Chapter 13: Rival
14 Chapter 14: Aura Seorang Pembunuh
15 Chapter 15: Langkah Rachelle
16 Chapter 16: Misi untuk Meyakinkan
17 Chapter 17: Perasaan Paman Ron
18 Chapter 18: Perasaan yang Nyata
19 Chapter 19: Teman Lama
20 Chapter 20: Orphen
21 Chapter 21: Memancing Si Pemimpin
22 Chapter 22: Sahabat Luke
23 Chapter 23: Dua Sisi dalam Ken
24 Chapter 24: Masalah Ray
25 Chapter 25: Menyelesaikan Geng Sampah
26 Chapter 26: Satu Serangan
27 Chapter 27: Drama Perebutan Orphen
28 Chapter 28: Dal Slater dan Rancangan Serangannya
29 Chapter 29: Mereka adalah Keluarga. Tapi...
30 Chapter 30: Pria dalam Ring Pertarungan Bawah Tanah
31 Chapter 31: Nyali Si Anak Jagoan, Ray
32 Chapter 32: Hugo Si Penggoda
33 Chapter 33: Kekacauan yang Sengaja Dibuat
34 Chapter 34: Pria yang Berbeda
35 Chapter 35: Menyerang dalam Bayangan
36 Chapter 36: Kemungkinan Dari Sebuah Hubungan
37 Chapter 37: Catatan Raphael Young
38 Chapter 38: Nona Young dan Tuan Robert
39 Chapter 39: Tato Mawar
40 Chapter 40: Kebaikan yang Dimanfaatkan
41 Chapter 41: Perasaan yang Mengganggu
42 Chapter 42: Suara dari Masa Lalu
43 Chapter 43: Sebuah Keraguan
44 Chapter 44: Aku Bukan Lagi Keponakanmu
45 Chapter 45: Situasi Sulit
46 Chapter 46: Kunci dari Sebuah Aset
47 Chapter 47: Dua Liontin
48 Chapter 48: Kisah Romantis yang Tertunda
49 Chapter 49: Kejutan Bukan Main
50 Chapter 50: Syarat dari Kai
51 Chapter 51: Lengah
52 Chapter 52: Sebuah Umpan dari Ron Young
53 Chapter 53: Daya Tarik Magnet
54 Chapter 54: Intuisi dari Si Pembual
55 Chapter 55: Tuan Muda Robert
56 Chapter 56: Kejujuran yang Terdalam
57 Chapter 57: Sisi Lain Sahabatku
58 Chapter 58: Sebuah Persoalan yang Mudah
59 Chapter 59: Percaya Padaku
60 Chapter 60: Percakapan Serius di Tengah Hujan
61 Chapter 61: Arti Sebuah Keluarga
62 Chapter 62: Perjanjian Ayah Rachelle
63 Chapter 63: Bukan Anak Ayah
64 Chapter 64: Kualifikasi Circle of Diable
65 Chapter 65: Berdiri Sendiri
66 Chapter 66: Wajah yang Penuh Kepedihan
67 Chapter 67: Menjadi Orang Normal
68 Chapter 68: Pengkhianatan Besar
69 Chapter 69: Perdebatan yang Menyebalkan
70 Chapter 70: Menjadi Umpan
71 Chapter 71: Kejutan yang Menegangkan
72 Chapter 72: Mereka, Selangkah Lebih Cepat
73 Chapter 73: Reuni
74 Chapter 74: Reuni_ Hal yang Sering Kuanggap Tak Adil
75 Chapter 75: Reuni_ Pertemuan yang Berakhir Kacau
76 Chapter 76: Kejutan yang Membuat Hilang Akal
77 Chapter 77: Dua Wanita Tangguh
78 Chapter 78: Sekelumit Harapan Kyra
79 Chapter 79: Tetaplah di Sampingku
80 Chapter 80: Cinta Lokasi
81 Chapter 81: Apa Kabar?
82 Chapter 82: Tempat yang Seharusnya
83 Chapter 83: Pengangguran
84 Chapter 84: Wajah yang Berbeda
85 Chapter 85: Tato Baru
86 Chapter 86: Petunjuk Darinya
87 Chapter 87: Permohonan untuk Tuhan
88 Chapter 88: Warisan
89 Chapter 89: Tolong, Berhenti Ikut Campur
90 Chapter 90: Melemahkan Diri
91 Chapter 91: Keluarga Gray
92 Chapter 92: Fabien dan Eleanor
93 Chapter 93: Target yang Sebenarnya
94 Chapter 94: Kita adalah Kita
95 Chapter 95: Pertemuan Pertama Mereka
96 Chapter 96: Kenangan Buruk
97 Chapter 97: Circle X Lironvein
98 Chapter 98: Foto Lama
99 Chapter 99: Misi untuk Mengalihkan
100 Chapter 100: Circle dan Tiga Wanita Penting
101 Chapter 101: Kapten Gavin
102 Chapter 102: Perubahan Sistem
103 Chapter 103: Rencana Rachelle Part 2
104 Chapter 104: Sosok yang Tak Terduga
105 Chapter 105: Nasib Circle
106 Chapter 106: Akhir Dari Sebastian
107 Chapter 107: Penghalang Baru
108 Chapter 108: Sebelum Maut Menjemput
109 Chapter 109: Dua Pilihan
110 Chapter 110: Hari Eksekusi
111 Chapter 111: Epilog
112 Chapter 112: Next
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Chapter 1: Dunia Baru
2
Chapter 2: Beradaptasi
3
Chapter 3: Anne dan Rahasianya
4
Chapter 4: Maniak
5
Chapter 5: Misi Kecil
6
Chapter 6: Tipe Priaku?
7
Chapter 7: Si Anak Tunggal
8
Chapter 8: Menghilang
9
Chapter 9: Rencana Rachelle
10
Chapter 10: Kesempatan Luke
11
Chapter 11: Kebenaran yang Salah
12
Chapter 12: Dokter di Klinik Kecil
13
Chapter 13: Rival
14
Chapter 14: Aura Seorang Pembunuh
15
Chapter 15: Langkah Rachelle
16
Chapter 16: Misi untuk Meyakinkan
17
Chapter 17: Perasaan Paman Ron
18
Chapter 18: Perasaan yang Nyata
19
Chapter 19: Teman Lama
20
Chapter 20: Orphen
21
Chapter 21: Memancing Si Pemimpin
22
Chapter 22: Sahabat Luke
23
Chapter 23: Dua Sisi dalam Ken
24
Chapter 24: Masalah Ray
25
Chapter 25: Menyelesaikan Geng Sampah
26
Chapter 26: Satu Serangan
27
Chapter 27: Drama Perebutan Orphen
28
Chapter 28: Dal Slater dan Rancangan Serangannya
29
Chapter 29: Mereka adalah Keluarga. Tapi...
30
Chapter 30: Pria dalam Ring Pertarungan Bawah Tanah
31
Chapter 31: Nyali Si Anak Jagoan, Ray
32
Chapter 32: Hugo Si Penggoda
33
Chapter 33: Kekacauan yang Sengaja Dibuat
34
Chapter 34: Pria yang Berbeda
35
Chapter 35: Menyerang dalam Bayangan
36
Chapter 36: Kemungkinan Dari Sebuah Hubungan
37
Chapter 37: Catatan Raphael Young
38
Chapter 38: Nona Young dan Tuan Robert
39
Chapter 39: Tato Mawar
40
Chapter 40: Kebaikan yang Dimanfaatkan
41
Chapter 41: Perasaan yang Mengganggu
42
Chapter 42: Suara dari Masa Lalu
43
Chapter 43: Sebuah Keraguan
44
Chapter 44: Aku Bukan Lagi Keponakanmu
45
Chapter 45: Situasi Sulit
46
Chapter 46: Kunci dari Sebuah Aset
47
Chapter 47: Dua Liontin
48
Chapter 48: Kisah Romantis yang Tertunda
49
Chapter 49: Kejutan Bukan Main
50
Chapter 50: Syarat dari Kai
51
Chapter 51: Lengah
52
Chapter 52: Sebuah Umpan dari Ron Young
53
Chapter 53: Daya Tarik Magnet
54
Chapter 54: Intuisi dari Si Pembual
55
Chapter 55: Tuan Muda Robert
56
Chapter 56: Kejujuran yang Terdalam
57
Chapter 57: Sisi Lain Sahabatku
58
Chapter 58: Sebuah Persoalan yang Mudah
59
Chapter 59: Percaya Padaku
60
Chapter 60: Percakapan Serius di Tengah Hujan
61
Chapter 61: Arti Sebuah Keluarga
62
Chapter 62: Perjanjian Ayah Rachelle
63
Chapter 63: Bukan Anak Ayah
64
Chapter 64: Kualifikasi Circle of Diable
65
Chapter 65: Berdiri Sendiri
66
Chapter 66: Wajah yang Penuh Kepedihan
67
Chapter 67: Menjadi Orang Normal
68
Chapter 68: Pengkhianatan Besar
69
Chapter 69: Perdebatan yang Menyebalkan
70
Chapter 70: Menjadi Umpan
71
Chapter 71: Kejutan yang Menegangkan
72
Chapter 72: Mereka, Selangkah Lebih Cepat
73
Chapter 73: Reuni
74
Chapter 74: Reuni_ Hal yang Sering Kuanggap Tak Adil
75
Chapter 75: Reuni_ Pertemuan yang Berakhir Kacau
76
Chapter 76: Kejutan yang Membuat Hilang Akal
77
Chapter 77: Dua Wanita Tangguh
78
Chapter 78: Sekelumit Harapan Kyra
79
Chapter 79: Tetaplah di Sampingku
80
Chapter 80: Cinta Lokasi
81
Chapter 81: Apa Kabar?
82
Chapter 82: Tempat yang Seharusnya
83
Chapter 83: Pengangguran
84
Chapter 84: Wajah yang Berbeda
85
Chapter 85: Tato Baru
86
Chapter 86: Petunjuk Darinya
87
Chapter 87: Permohonan untuk Tuhan
88
Chapter 88: Warisan
89
Chapter 89: Tolong, Berhenti Ikut Campur
90
Chapter 90: Melemahkan Diri
91
Chapter 91: Keluarga Gray
92
Chapter 92: Fabien dan Eleanor
93
Chapter 93: Target yang Sebenarnya
94
Chapter 94: Kita adalah Kita
95
Chapter 95: Pertemuan Pertama Mereka
96
Chapter 96: Kenangan Buruk
97
Chapter 97: Circle X Lironvein
98
Chapter 98: Foto Lama
99
Chapter 99: Misi untuk Mengalihkan
100
Chapter 100: Circle dan Tiga Wanita Penting
101
Chapter 101: Kapten Gavin
102
Chapter 102: Perubahan Sistem
103
Chapter 103: Rencana Rachelle Part 2
104
Chapter 104: Sosok yang Tak Terduga
105
Chapter 105: Nasib Circle
106
Chapter 106: Akhir Dari Sebastian
107
Chapter 107: Penghalang Baru
108
Chapter 108: Sebelum Maut Menjemput
109
Chapter 109: Dua Pilihan
110
Chapter 110: Hari Eksekusi
111
Chapter 111: Epilog
112
Chapter 112: Next

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!