Ken tidak mengerti, apa yang terjadi di antara kedua wanita itu. Namun usai menyadari ekspresi Miya, dia pun mengerti. Ken menyimpulkan, Miya lagi-lagi merasa cemburu karena Rachelle telah mengambil panggungnya untuk mencari perhatian. Ken paham betul, bagaimana sikap dan tindakan Miya saat benci dengan seseorang.
Usai Miya pergi, Ken segera menatap ke arah Rachelle. Dia hanya ingin tahu, respon dan reaksi Rachelle setelah berhadapan dengan Miya. Hasilnya, Ken merasa Rachelle terlihat tak terganggu ataupun berusaha membalas sikap Miya. Rachelle hanya... mengabaikannya? Ya, mengabaikan Miya secara langsung.
“Kamu tidak perlu kaget juga. Dia... memang sering kali membuat beberapa wanita di desa ini, jengkel. Nanti kalau terjadi sesuatu, katakan padaku. Aku akan memarahinya” kata Ken tiba-tiba. Rachelle tampak kaget, setelah mendengar ucapan Ken barusan. “Jadi kau... sedekat itu ya?” tanggapnya kemudian.
Ken buru-buru menolak. “Dekat, bukan seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya...” “Ken?” sela Rachelle. “Ya?” jawab Ken segera merespon. “Waktunya melatih, kan? Apa yang harus ku persiapkan?” tanya Rachelle menanti petunjuk dari Ken.
Ken segera tersadar dan kembali fokus pada perintah dari paman Rachelle. “Hm, hari ini aku akan membantumu” tanggapnya. “Senior, mohon bimbingannya” pinta Rachelle sembari memberi hormat. Ken tersenyum angkuh, bak seorang pelatih profesional. Keduanya segera masuk ke dalam tempat latihan, dimana para murid mereka telah menunggu.
Para murid biasanya akan datang, sepulang sekolah. Rachelle melihat, sudah ada beberapa murid yang datang. Kebanyakan dari mereka berasal dari kelompok murid yang masih anak-anak.
“Hari ini, seperti yang sudah diberitahukan kemarin. Pelatih Ken tidak akan mengajar kalian, karena pelatih Elle yang akan melatih kalian. Coba! Sapa pelatih Elle dulu” pinta Ken ceria, seperti biasa pria yang komunikatif. “Selamat siang, pelatih Elle! Senang bertemu dengan anda! Mohon kerja samanya!!!” teriak anggota kelompok anak-anak dengan kompak. “Selamat siang. Mohon bantuannya, semua” balas Rachelle agak kaku. Cara senyumnya pun, terlihat kaku.
“Pelatih Elle kelihatan seperti robot ya? Jelek sekali balas sapaannya!” olok salah satu murid dalam kelompok tersebut. “Kalau dilihat terus, jadi tambah kelihatan jelek ya?” timpal salah satu dari yang lain. Padahal, mereka masih anak-anak. Entah siapa yang mengajari mereka begitu, hingga membuat Rachelle kesal di pertengahan jam. Namun, tentu demi menghindari hukuman dari sang paman, Rachelle membalasnya dengan senyum tipis. Dia baik-baik saja. Dan ini, masih permulaan. Oke.
Benar, sebelum pergi entah kemana, paman Ron juga memberikan beberapa syarat. Hal itu dia lakukan, usai berdebat gila dengan Rachelle kemarin malam. Sang paman sengaja memasang sebuah CCTV, sebagai bukti jika Rachelle melanggar kontrak. Sepele sih syaratnya.
Pertama, tentu Rachelle tidak boleh menggunakan kekuatannya untuk melakukan kekerasan pada para murid. Senakal apapun dan sekurang ajar apapun, Rachelle harus SABAR. Mengingat, Rachelle bekerja sebagai seorang mata-mata di sebuah biro penyelidikan swasta. Pastinya, dia selalu tidak sabaran saat menghadapi orang yang tak bisa diatur.
Kedua, Rachelle akan mendapatkan poin jika berhasil menyelesaikan misi kecil dari sang paman. Poin tersebut dapat digunakan Rachelle untuk mengurangi masa dirinya menjadi seorang pelatih sementara. Dan terakhir, jika segala tindakan Rachelle ada yang berpotensi merugikan klub bela diri, tentu dia akan secara otomatis diberikan hukuman yang sesuai dengan keadaan saat itu.
“Tenang semuanya! Kalian tidak boleh bertindak begitu pada pelatih Elle. Dia orangnya baik lho. Baiklah, kembali fokus! Sebelum pemanasan, seperti biasa kita absen dulu ya?” ujar Ken sebagai pembuka. “Pelatih, boleh Anne bertanya?” celetuk seorang gadis berusia kurang lebih, tujuh tahun. “Anne semangat sekali ya? Tumben, nih! Pelatih jadi makin bersemangat juga! Anne mau tanya apa?” tanggap Ken senang.
Akan tetapi saat melihat Ken yang begitu berlebihan, gadis enam tahun bernama Anne tersebut mendadak mengurungkan niatnya. “Tidak ada yang saya tanyakan, pelatih” ucapnya dengan muka normal alias datar tanpa ekspresi. Anne juga tampak kembali memainkan boneka kelincinya sendirian.
Ken langsung merasa bersalah pada Anne. Meski berusaha menanyakan, Ken tidak mendapatkan hasil. Anne, gadis itu tetap memainkan boneka kelinci putihnya. Ken menatap ke arah Rachelle, dia seperti berusaha meminta bantuan. Sayangnya, Rachelle pun tak dapat melakukan sesuatu. Ini kali pertamanya bertemu dengan Anne.
“Baiklah, kita mulai latihannya ya?! Semuanya baris! Ayo, baris!” seru Ken mencoba menghidupkan suasana. Rachelle pun kembali fokus melatih bersama dengan Ken. Latihan kali ini, di dahului dengan pemanasan.
Sambil melakukan pemanasan, Rachelle juga tampak mengamati segala tingkah laku Anne. Ekspresi gadis itu, cukup mengusiknya. Dia seakan, mengenal ekspresi tersebut di suatu tempat. Entah di mana, tapi hal itu cukup familiar.
“Anne?” panggil Rachelle tiba-tiba. Gadis itu tentu terlihat kaget. Dia sedang bersiap untuk pulang, usai latihan telah usai. Tanpa menjawab dan hanya menoleh ke arah Rachelle, Anne langsung kembali fokus bermain boneka kesayangannya.
Ketika Rachelle mendekatinya, Anne perlahan mundur. Dia seperti, sedang menghindari Rachelle. Masih terlihat kaku, Rachelle mencoba mendekati gadis itu. “Mau ku antarkan pulang?” tawarnya mengejutkan. Bukannya menjawab, Anne malah terlihat bengong.
“Ayo” ucap Rachelle canggung sembari mengulurkan tangannya. Dalam hitungan sepersekian detik, Anne segera meraih tangan Rachelle. Keduanya tampak melangkah bersama menuju rumah Anne yang lumayan jauh dari tempat klub bela diri. Ketika melihat keduanya berjalan sama-sama, Ken terlihat sedikit cemas.
"Rumahmu jauh. Kau biasa pulang sendiri?” tanya Rachelle berbasa-basi. Perjalanan mereka cukup sunyi, mengingat Rachelle bukanlah tipe orang yang mudah berteman dengan banyak orang. Dan seperti mudah sekali ditebak, Anne hanya mengangguk pelan sebagai respon. Kupikir, keduanya adalah tipe orang yang sama-sama tertutup.
Oh ya, murid yang mengikuti klub bela diri tidak hanya dari anak-anak yang tinggal di panti asuhan paman Ron. Ada beberapa murid dari luar panti asuhan juga, yang memutuskan untuk ikut klub. Seperti, Anne contohnya.
Tak beberapa lama kemudian, mereka akhirnya sampai. “Di sini saja. Rumahku yang itu” kata Anne sambil menunjuk ke arah sebuah rumah yang ada di ujung jalan. “Aku bisa mengantarmu sampai depan rumah” ujar Rachelle. “Dah!” pamit Anne dengan berlari begitu saja.
Melihat reaksi Anne, tentu semakin membuat Rachelle curiga akan satu hal. Diam-diam, Rachelle melangkah ke arah rumah yang tadi sempat ditunjuk oleh Anne. Dia ingin sekali memastikan sesuatu.
Ketika berada tepat di depan rumah yang ditunjuk oleh Anne, Rachelle bersembunyi di balik pepohonan. Untungnya, depan rumah Anne adalah sebuah tanah kosong dengan berbagai pohon menjulang tinggi di sana. Dan seperti yang sudah diduga oleh Rachelle sejak awal. Anne menyembunyikan sesuatu.
Rachelle melihat Anne menunggu cukup lama di depan pagar rumahnya yang menjulang tinggi. Saat pintu pagar terbuka, tampak seorang pria berumur sekitar 35-an tengah menyapa Anne. Tak lama setelah itu, Anne dibawa masuk ke dalam rumah dengan cara di gendong oleh pria tadi.
“Benar-benar ada yang tidak beres” pikir Rachelle. Dia segera melangkah menuju ke sebuah rumah yang tempatnya, berada tepat di samping rumah Anne. Rumah tersebut rupanya membuka sebuah toko kelontong. Rachelle mampir sebentar ke dalam toko itu dan membeli sekaleng minuman. Tentu, sambil berbasa-basi tentunya.
“Oh, anda yang baru pindah itu ya? Keponakannya Pak Young” tebak si penjaga toko kelontong yang Rachelle singgahi, seorang wanita paruh baya. “Wah, bahkan beritanya sampai ke sini ya? Ya, benar. Saya Elle, keponakan pak Young. Ternyata, paman Ron cukup populer juga ya?” tanggap Rachelle sembari memberi hormat. Wanita penjaga toko tersebut terlihat tersenyum ramah.
Rachelle kembali meneguk minumannya, usai meminta izin untuk singgah sebentar karena kelelahan. “Bibi sudah lama ya tinggal disini?” tanya Rachelle memulai pencarian. “Ya, lumayan. Ibu saya sudah membuka toko ini, sebelum pak Young mendirikan sebuah panti asuhan. Cukup lama juga sih” jawab wanita penjaga toko itu. Rachelle mengangguk paham.
“Ah ya, anda barusan mengantar Anne ya?” tanya wanita penjaga toko tersebut. Baru saja Rachelle memikirkan pertanyaan yang tepat untuk mencari informasi tentang Anne, namun wanita itu lebih dulu membahasnya. “Ah, benar. Saya pelatih baru di klub bela diri Youth. Kebetulan, saya sedang senggang dan ingin jalan-jalan sebentar. Biar agak ramah jalannya, soalnya pak Young nggak membantu saya sama sekali untuk mengenali desa ini” terang Rachelle. Wanita penjaga toko itu, tampak merespon dengan anggukan bersemangat. Seakan, sedang mendengarkan Rachelle dengan seksama.
“Dia masih kecil, tapi harus pulang sendirian. Karena saya satu-satunya pelatih wanita, jadi saya antarkan saja dia” tambah Rachelle mempermanis. “Ah, begitu rupanya. Orang tua Anne memang cukup sibuk. Dia diasuh oleh pengasuhnya” ujar wanita penjaga toko. "Kata Anne, dia bersama dengan ayahnya?” pancing Rachelle. Seketika, wajah si wanita penjaga toko tersebut mendadak panik.
Wanita itu terlihat memukul-mukul pahanya dengan tangan. “Ya. Ayah Anne... sangat baik sekali. Dia sangat mencintai Anne” ucapnya kemudian. Rachelle yang berlagak akan meneguk minumannya pun, mendadak urung. “Mencintainya?” ulang Rachelle menekankan kalimat aneh. “Tidak! Maksudnya... menyayangi Anne. Kamu tahu kan, itu...” seru wanita penjaga toko segera membenarkan. Rachelle segera mengangguk.
Setelah puas berbincang, Rachelle pun pamit pulang. Setibanya di rumah, dia segera mengunci pintu, menutup tirai, mematikan lampu, dan berganti pakaian. Dia segera masuk ke dalam sebuah ruangan dan menguncinya pula.
Dalam ruangan, Rachelle menghidupkan saklar lampu dan surprise! Ruangan itu telah Rachelle sulap sebagai ruangan khusus. Semua penuh dengan beberapa komputer dan alat pendukung lainnya.
Rachelle telah mempersiapkannya, semenjak dirinya datang ke desa ini. Karena itu, dia membeli beberapa perabot yang cukup banyak dari toserba. Termasuk, membeli perangkat komputer untuk membantunya. Dan dia pikir paman Ron pasti punya rencana, mengapa dirinya dipanggil secara tiba-tiba ke desa ini untuk menggantikan paman Raph. Mungkin karena itulah paman Raph tidak bisa meninggalkan desa ini begitu saja dan harus susah payah menghubunginya.
Rachelle mengaktifkan perangkatnya. Tampak sebuah ruang tamu dalam rumah terlihat di layar komputer Rachelle. Sebenarnya itu, rumah Anne. Jadi itulah mengapa Rachelle dengan semangatnya, mengantar Anne pulang. Tak lupa, dia menyelipkan sebuah kamera pengintai di tas Anne.
Rupanya, benar cerita dari Ken. Setelah Ken menyadari Anne mulai bereaksi saat bertemu Rachelle, Ken akhirnya memutuskan sesuatu. Ken bercerita tentang keadaan Anne pada Rachelle. Ken bilang, ada yang tidak beres dengan perlakuan seorang pria di rumah Anne. Yang semua orang tahu, pria itu mengatasnamakan dirinya adalah ayah dari Anne.
Namun, Ken tak bisa mempercayainya begitu saja. Bukan tanpa alasan tentunya. Ken diam-diam mengamati perlakuan “ayah” Anne itu, pada Anne sendiri. Semuanya, Ken anggap tak normal. Mulai dari menyentuh tubuh Anne hingga caranya berbicara pada Anne. Terutama, saat menggendong Anne.
Disertai pula, dengan respon Anne yang agak sedikit takut dan ingin sekali menghindar. Sudah beberapa kali Ken mencoba menyelidikinya, tapi dia selalu kurang bukti bahwa “ayah” Anne adalah seorang pria dengan penyimpangan.
Rachelle kini mengerti apa yang dimaksud Ken. Dia juga paham, mengapa Anne selalu berekspresi datar dan mengacuhkan orang-orang. Bukan karena dia bersifat angkuh atau sombong, dia hanya seorang gadis kecil yang mengalami pelecehan seksual oleh seorang pria yang dinamainya sebagai, seorang "ayah”.
“Hai, Phil! So sorry membuatmu terbangun dari istirahat panjang” ucap Rachelle melalui alat komunikasi. “Kapten! Wah, bagaimana harimu di sana? Kau benar-benar tidak bisa dihubungi nih! Tapi kalau sudah begitu, tandanya kau sangat menikmatinya. Salahkah aku?” sapa Philip bersemangat. “Jangan membahas yang itu. Aku sudah cukup kesal di hari pertama. So, Phil jika kau tidak keberatan, bisakah kau mencarikan aku sesuatu?" jawab Rachelle mengalihkan topik. "Misi?! Katakan, apa itu?!” seru Philip makin bersemangat.
“Not a mission, just playing. Phil, coba cari nama ini di pangkalan datamu. Nicholas Poole” pinta Rachelle. “Wah, impressive! Benar-benar sebuah misi nih! Oke, wah... lihat ini. Banyak sekali fakta yang terungkap di sini. Dia bekerja di sebuah bank. Namun ditendang sekitar tiga tahun yang lalu, karena sebuah alasan pribadi” jawab Philip usai dengan kecepatan kilat, berhasil menemukan fakta tentang “ayah” dari Anne. “Hanya itu?” tanya Rachelle sembari masih mengamati apa yang didapat si kamera pengintainya dari tas Anne.
“Wuah! Dia di-out karena masalah pelecehan seksual. Dia melakukannya saat bekerja dengan seorang karyawan lain di bank itu. Dalam keterangannya di kepolisian, dia melakukan hal itu atas dasar saling suka. Namun, korbannya menyangkal dan menyatakan itu adalah paksaan. Dia dipenjara sekitar setahun. Setelah bebas, dia pindah ke satu rumah ke rumah yang lain” jelas Philip dengan data lain. Saat Philip menjelaskan dengan detail “ayah” Anne dari datanya, Rachelle mengamati kelakuan “ayah” Anne yang terlihat melakukan hal yang tak pantas pada Anne. Dia memang sedang makan bersama Anne, namun tangannya mengarah pada paha Anne.
Menyadari tindakan sang “ayah”, Anne tampak mulai tak nyaman. Rachelle terus mengamati pergerakan “ayah” Anne hingga petang datang. Saat itulah, sikap sebenarnya si “ayah” Anne mulai terlihat jelas. Dia tak sungkan mengelus tubuh Anne dengan ekspresi “menikmati” sentuhan itu. Sementara diperlakukan tak wajar, Anne terlihat membuang muka dengan kedua tangan mengepal.
“Aih, lihatlah pria busuk ini. Dia tak hanya busuk, tapi baj*n*an!” umpat Rachelle mulai terbawa. Dia melihat seluruh kejadian itu lewat kamera pengintai, dari mulai awal hingga Anne ditidurkan ke atas sofa. “Dia ini... pedofil?!” serunya. “Astaga... Kapt, lihatlah apa yang kutemukan” ucap Philip dengan nada syok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
idawati
waaaw
2021-11-06
1
Maryani
waaaa, pedofil
2021-11-05
1