Hari ini pengumuman kelulusan, pagi-pagi sekali aku sudah bersiap. Tepat jam delapan pagi aku berdiri digerbang sekolah, sudah ada beberapa siswa, siswi yang lain di halaman sekolah.
"Hai..." sesorang menyapaku.
"Setelah lulus kamu melanjutkan kemana?" ternyata dia Rino teman satu kelas ku.
"Aku keterima di kampus I di bandung, kalau kamu?" dia hanya menguncangkan bahunya.
"Sampai jumpa" dia tertawa dan pergi, ha... anak itu selalu seperti ini, menyebalkan.
Kulihat Citra sahabatku baru datang dan menghampiriku, "Sudah dari tadi Nay?" tanyanya.
"Iya" jawabku.
Citra menarik tanganku masuk kedalam kelas dan menyuruhku duduk. Dikelas hanya ada kami berdua.
"Ada apa?" tanyaku, tidak biasanya dia serius seperti ini.
Citra memelukku, aku semakin tidak mengerti kenapa anak ini, aku merenggangkan pelukannya dan menatapnya meminta jawaban darinya.
"Kita tidak bisa satu kampus" tangisnya pecah, kupeluk lagi dia. "
Jakarta - Bandung tidak jauh kita masih bisa saling menunjungi" ucapku mencobs menenangkan Citra.
Citra mundur melepaskan pelukanku, ku tangkup wajahnya, "Tersenyumlah" aku memintanya tersenyum.
Citra dan aku berteman saat kami masih sekolah dasar sampai saat ini. Mungkin ini yang membuat dia sedih berpisah denganku. Dia sahabat yang usil, kocak dan bisa menghibur tetapi dia juga yang mudah termehek-mehek kalau lagi melow seperti saat ini.
Mery dan Bela menghampiri kami. "Kenapa?" tanya mereka sambil melirikan matanya kearah Citra.
"Tidak apa-apa, dia hanya sedih setelah ini kita akan berpisah" jawabku.
Aku dan Mery akan melanjutkan pendidikan kami di Bandung tapi di kampus yang berbeda, sedangkan Citra dan Bela tetap di Jakarta di kampus yang sama.
Guru meminta siswa siswi untuk masuk kedalam kelas masing-masing, sebelumnya kami dibariskan di lapangan untuk mendengarkan pengarahan dari kepala sekolah.
Bu Dara membagikan amplop satu-satu kemeja kami, setelah semua menerimanya dia meminta kami membuka secara bersamaan di hitungannya yang ketiga.
"Satu.... Dua....Ti..." dia sengaja membuat kami tegang dengan menjeda angka tiga yang sangat lama.
"Ti...ti...tiga"
Aku langsung membuka amplop yang ada ditanganku, tertulis LULUS disana. Aku bernafas lega dan kulihat semua teman-temanku bisa tersenyum.
Rino menatapku, "Ada apa?" batinku. Tidak seperti biasanya, dan ternyata Citra juga memperhatikannya.
"Tidak usah dipikirkan "Citra mengalihkan perhatianku.
"Tidak biasanya" ucapku meminta bantuan jawaban dari Citra.
"Dia menyukaimu sejak lama"
Deg
"Kenapa aku tidak tahu Cit?" tanyaku dan Citra mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Jelas saja kamu tidak tahu, yang kamu tahu hanya kakak nano-nano mu itu saja yang rasanya manis asam manis asin jadi satu"
Citra selalu saja memangil Kak Uno dengan nano-nano, lucu juga sih kalau aku pangil Kak Uno jadi nano-nano hehehe.
"Tuh kan kalau udah ngomongin nano-nano pasti tersenyum sendiri lupa semuanya" ucap Citra.
"Jangan marah Citra sayang, sini peluk nanti aku kangen tidak bisa memelukmu" ucapku sambil merentangkan tanganku dan dia langsung menerimanya, bukan aku yang memeluknya tapi dia yang memelukku.
"Sudah berpelukannya"' suara Rino mengagetkan kami.
"Nayla, bisa bicara sebentar?" tanya Rino dan aku mengangguk. Dia duduk di kursi depan menghadapku.
"Aku akan melanjutkan pendidikan keluar negeri, besok lusa aku berangkat, bisakah nanti sore kita bertemu?" tanyanya pada ku.
Aku menatapnya mencoba melihat matanya dan matanya ternyata menatapku, pandangan kami bertemu, Citra benar, ada pancaran sinar lembut disana, perasaanku jadi tidak nyaman. Apa yang ingin dia katakan?
Baiklah, dimana kita bertemu?" jawabku.
"Aku akan menjemputmu" jawabnya dan aku hanya menganggukan kepala tanda menyetujui ucapannya.
"Nay, kamu tidak takut kakak nano-nano mu itu marah? Kenapa kamu terima permintaanya" tanya Citra.
"Dia teman kita Cit, tidak ada salahnya menghargai dia dengan cara menerima permintaanya" Citra menatap cemas.
"Tidak usah khawatir aku tidak akan menyakitinya, ini kulakukan agar dia bisa melanjutkan pendidikannya diluar sana dengan baik, tidak lagi mengharap lebih dariku. Kak Uno juga tidak akan marah" jawabku menenangkan Citra.
Citra mengangguk dan mengandeng tanganku, "ayo kita keluar." Citra mengajaku keluar kelas.
Di halaman sekolah sudah banyak yang berkumpul, mereka ingin konvoi merayakan kelulusan, walau sudah diperingatkan guru-guru untuk tidak konvoi di jalanan.
"Nay, ikut konvoi ya.." Mery dan pacarnya udah siap-siap di atas motor.
"Bunda menungguku dirumah" aku menjawab sambil menggelengkan kepalaku.
"Aku jalan ya, Citra kamu juga tidak ikut?" tanya Mery dan melihat Citra juga mengelengkan kepalanya.
"Lihat satpam ku sudah menatap kesini, itu tandanya aku harus pulang" ternyata Citra sudah di jemput kakaknya.
"Bella mana?" dari tadi anak itu tidak kelihatan.
"Aku disini" dia baru turun dari kelasnya yang dilantai dua.
"Pulang apa konvoi?" Mery langsung bertanya
"Pulang, mami udah nunggu" jawab Bella.
Mery dan pacarnya pergi, kami bertiga jalan keluar gerbang. Citra menghampiri kakaknya.
"Aku duluan" ucap Citra.
Tinggal aku dan Bela berjalan ke luar menuju jalan raya untuk menunggu angkutan kota.
Tin...tin.. klakson motor mengagetkan kami
"Kalian mau kemana?" ternyata Zein dan Roy.
"Pulang" jawab ku dan Bela yang hampir bersamaan
"Ya udah aku antar" jawab Zein.
"Biar Bella diantar Roy" ucapnya lagi. Aku melihat Bela.
"Gimana Bel, kamu mau diantar Roy?" Roy tersenyum lebar sudah lama dia ingin mendekati Bella, hanya saja Roy tipe pria yang pemalu bila berhadapan dengan orang yang disukainya.
"Ya udah sana naik" perintahku, setelah Bella menggangguk setuju. Bella dan Roy pergi terlebih dahulu.
"Zein pacarmu tidak marah kamu nganterin aku pulang?" pertanyaan basa-basi sebenarnya.
"Tidak, aku udah bilang, dia juga masih sibuk sama teman-temannya" jawab Zein.
Aku langsung naik ke motor Zein, biar cepat sampai rumah pikirku. Aku dan Zein masih ada hubungan saudara tapi tidak ada yang tahu soal ini termasuk pacarnya Zein. Dia sudah biasa mengantarku pulang bila tidak sedang bersama pacarnya.
Tidak perlu waktu lama untuk sampai rumah, karena memang jarak antara rumah dan sekolah tidak terlalu jauh.
"Aku heran sama kamu Nay, punya mobil, punya motor bukannya di pake" Aku hanya tersenyum.
"Kamu tahu aku Zein" dia menggelengkan kepalanya.
"Iya, putri raja yang tidak mau menggunakan pasilitas kerajaan" jawabnya.
"Hahaha" aku hanya tertawa melihat mukanya.
"Kita akan tau siapa yang tulus berteman dengan kita" Zein mengangguk menyetujui ucapanku.
"Iya aku mengerti, aku balik ke sekolah calon permaisuriku menunggu" pamitnya. Dia menghidupkan mesin motornya.
"Sekali-kali calon permaisurimu diajak susah, biar bisa dilihat masih cinta tidak dia sama kamu" Zein hanya menjawab dengan jarinya membentuk hurup O.
*****************
Jabat tanganku, mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memory di masa itu
Peluk tubuhku, usapkan juga air mataku
Kita terharu seakan tidak bertemu lagi
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
kar'na waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti....
Mungkin diriku masih ingin bersama kalian
Mungkin jiwaku masih haus sanjungan kalian
Kisah Klasik - Sheila On 7
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
andi hastutty
lanjut
2022-11-12
1
Inna Wati
bagus crta y..cm blom byk yg baca...ttp smgat..smga k depan mkin byak penggemar y
2021-12-16
1